TEMBOK YA'JUJ MA'JUJ | DAJJAL | YA’JUJ DAN MA’JUJ | al jassasah | wasiat ali bin abi thalib kepada hasan | hilal awal bulan romadhon | bid'ah maulid | bid'ah tahlilan

Rabu, 30 September 2009

GOSIP SHALAT JUM'AT

Aku bingung dgn 0rang2 sekarang . .mereka sering ngeyel dan mudah ter0mbang ambing 0leh nafsu. . masak masalah shalat jum'at aj masih jadi k0ntr0versi sampai sekarang cont0hnya, shalat jum'at diwajibkan untuk laki2 tapi ada juga yg berpendapat bahwa diwajibkan untuk semua 0rang yg beriman laki n perempuan dgn alasan di al quran ditulis"hai 0rang yg beriman" padahal dah dijelaskan di hadist dgn rinci..apakah mereka belum baca hadistnya at0 lupa pernah membacanya, padahal diakan ustad. .k0k se0lah2 tidak mau menerima hadist bahkan ditentang. .saudara sekalian apakah yg anda pilih terlebih dahulu alqur'an at0 hadist ? kl0 aku hadist sebab hadist akan selalu sejalan dgn alquran sedang kalimat2 alquran belum tentu sejalan dgn hadist..perkataan nabi muhamad saw harus kita utamakan dari pada pemahaman kita pada Al quran sebab nabi lebih jujur dan paham dari pada kita, jelaslah dia yg bawa risalah. .bayangkan kl0 tidak ada hadist tentu kita semua tidak taw caranya shalat he. .he. .mungkin ada yg mengira shalat itu j0ging at0 renang jaman sekarangkan semua disangkut pautkan dgn kesehatan..al quran dan hadist itu saling berkesinambungan barang siapa meningalkan hadist pasti akan sesat. .sekian bes0k nyambung lagi.

Selasa, 15 September 2009

tubuh bergetar

Sering kali kita mendengar kata bergetar digunakan untuk penyebutan sesuatu yang sulit di bahasakan secara verbal. Belum ada satu kalimat yang tepat yang bisa mewakili arti dan menunjukkan keadaan yang dirasakan orang, seperti getaran cinta, getaran rasa, getaran emosi, getaran gelombang elektromagnetik, getaran suara, getaran wahyu atau ilham .

Al Qur'an juga tidak secara gamblang menggambarkan keadaan Iman (ciri-ciri) yang sebenarnya, disana hanya disebutkan wajilats quluubuhum (bergetar hatinya, QS. Al Anfaal:2 ), taq syairru minhu juludulladzina yakhsyauna rabbahum ( gemetar karenanya kulit/fisik orang-orang yang merasa takut kepada Tuhannya, QS. Az Zumar :23).

Memang sulit bagi mufassir, penyair, seniman musik, pelukis atau filosof untuk mengungkapkan apa yang mereka rasakan secara transenden, sehingga mereka hanya mampu merangkai kata, bunyi, warna, sebagai ungkapan kedalaman makna dan arti yang tidak berasal dari apa yang bisa digambarkan seperti naluri, insting, inspirasi, ilham atau wahyu !! Yang turun melalui getaran penuh muatan makna dan pengertian yang berasal dari ilahi.

Sebelumnya saya akan mengajak anda untuk memperhatikan firman Allah surat Azzumar ayat 22-23, sebagai kajian mengenai getaran yang diakibatkan oleh proses dzikir, selanjutnya juga akan kita bahas secara universal dan ilmiah baik segi fisiologi maupun psikologi.

Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima ) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya) ? maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. mereka itu dalam kesesatan yang nyata .

….gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka diwaktu menginat Allah (dzikrullah) , itulah petunjuk Allah.

Penjelasan pada ayat diatas diawali dengan "terbukanya hati orang yang menerima cahaya Islam dari Tuhannya (pencerahan)', kemudian bergetar ( terguncang) fisik orang yang menerima cahaya atau pencerahan dari Tuhannya, lalu proses itu berlanjut dengan adanya harmonisasi antara fisik dan hati tatkala mengingat Allah ….itulah petunjuk Allah. Mungkin bisa saya tegaskan disini keadaan itu merupakan hal yang universal dan alami, bukan klenik atau khurafat .

Rasulullah pada saat pertama kali menerima wahyu di goa Hira mengalami guncangan tubuh atau beliau menggigil yang amat sangat, sehingga Siti Khadjah menyelimutinya . padahal udara di luar sangat panas. Sedangkan Siti Aisyah ra berkata : "Aku pernah melihat saatnya turun wahyu kepada Nabi pada suatu hari sangat dingin, kemudian Aku lihat dahi Nabi bercucuran keringat, pada saat itu aku menyekanya".

Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya dari Abdullah ibn 'Umar ra, "saya bertanya kepada Nabi Saw. apakah engkau merasa bahwa wahyu akan datang ?" menjawab Nabi : "Kadang-kadang aku dengar suara gemerincing lonceng yang sangat keras, sesudah itu akupun terdiam mendengar itu. Tiap-tiap kali wahyu datang demikian aku merasa jiwaku akan dicabut". ( Rasulullah merasakan keadaan seperti ini yang paling berat dirasakan )

Kisah yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dari Shafwaan ibn Ya'la ibn Umayyah :

Ya'la berkata : Sementara Nabi berada di Ja'ranah, berteduh dibawah sehelai kain beserta beberapa shahabat, tiba-tiba datanglah seorang Badawy berbaju jubah yang berlumur dengan bau-bauan, lalu bertanya ; "Ya Rasulullah, bagaimana pendapat engkau mengenai seorang yang berihram untuk umrah dengan memakai jubah yang berlumuran bau-bauan ?" maka Umar memberi isyarat kepada Ya'la, mengajak masuk ketempat Nabi berteduh, Ya'la melihat Nabi telah merah mukanya dan terus tertidur serta mengeluarkan orokan seperti orang epilepsy . Sesaat kemudian Nabi sadar , lalu Nabi berkata : "Mana orang yang baru bertanya tentang umrah". Sesudah orang itu di cari dan datang, Nabi berkata : "bau-bauan itu hendaklah kamu basuhnya tiga kali. Sedangkan jubah itu haruslah kamu tanggalkan dari badanmu. Sesudah itu berbuatlah apa yang kamu buat untuk haji".

Para orientalis Barat telah mempergunakan riwayat ini untuk menuduh Nabi Saw. orang yang telah kehilangan kesadarannya karena terserang epilepsy . Padahal nyata dari memperhatikan riwayat-riwayat itu, bahwa Nabi sesudah mengalami yang demikian itu, lalu memanggil juru tulisnya untuk menuliskan soal yang ditanyakan kepadanya tadi.

(Kepustakaan : Sejarah dan pengantar ilmu Alqur'an/ Tafsir , M Hasbi Ash Shiddiqy , Bulan Bintang, Jakarta 1954 )

Selanjutnya saya akan membahas "getaran" sebagai sesuatu yang alamiah bukan sebagai hal yang dianggap mistik kurafat atau bid'ah oleh sebagian kalangan.

Le Shan dalam bukunya yang terkenal How to Meditate, menyebutkan bahwa meditasi dan berfikir transendental dapat menambah ketahanan kulit terhadap aliran listrik hingga 400 persen. Ia juga menegaskan bahwa keadaan jiwa pada saat bermeditasi secara mendalam, merupakan puncak ketenangan yang dapat menolak segala emosi dan keruwetan pikiran.

Diantara perubahan kejiwaan yang betul-betul dirasakan oleh orang yang mengikuti latihan meditasi atau dzikir adalah tercapai perasaan tenang, sampai pada tingkatan pengetahuan pribadi yang tinggi, dan pada perasaan yang indah yang menggelorakan hubungan individu yang intim, penuh keoptimisan, dan perasaan mampu untuk berkarya dan berfikir jernih .

Saya berpendapat bahwa perasaan yang luar biasa ini adalah perasaan diatas alam materi yang dapat dirasakan - bukanlah hanya omong kosong atau sekedar pengalaman pribadi seseorang. Perasaan itu merupakan suatu kebenaran yang dapat dibuktikan dengan adanya kesamaan yang universal dalam pengalaman kehidupan rohani pada para rohniawan dari ahli ibadah diseluruh dunia. Mereka dapat mencapai tangga-tangga pengetahuan yang diperoleh melalui getaran-getaran makna . Kesamaan pengalaman universal tersebut memberi bukti kebenaran pengalaman mereka itu yang didalam Alqur'an disebut sunnatullah ( ketetapan Allah, hukum alam ).

Sebenarnya potensi ini sudah disediakan oleh Allah didalam fisik maupun rohani kita, hanya saja sering dihambat oleh kata-kata Bid'ah dan khurafat, yang menyebabkan orang Islam takut mendalami tafakkur atau berdzikir dengan baik dan meneliti dampak kejiwaan seperti yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti Barat .

Secara jujur mereka meneliti kejiwaan universal tanpa melihat dari sisi agama yang dianutnya. Mereka berfikir bersih dan jujur dengan apa yang diketahuinya.

Dalam tulisan ini saya sengaja memaparkan masalah tersebut dalam upaya menerangkan pengaruh pikiran, emosi, dan jiwa terhadap kesehatan jasmani atau bertambahnya daya listrik dalam tubuh terutama pada otak serta pengaruh terhadap meningkatnya zat-zat kimia yang banyak memberikan pengaruh ..terhadap ketenangan, fenomena fikiran, halusinasi, getaran tubuh dll , semuanya berupa kajian ilmiah yang tidak bisa dikatakan klenik atau mistik .

Mari kita buang jauh-jauh pikiran yang membatasi kajian universal terhadap fenomena yang sering muncul dari mental dan kejiwaan kita sendiri, atau kita perhatikan proses latihan yang dilakukan oleh aliran tenaga dalam, prana, taichi, olah rasa, subud, meditasi, dan bagaimana pendapat mereka tentang pengalaman yang didapat.

Semua terjadi secara alami dan fitrah yang dapat dirasakan oleh setiap orang. Getaran yang diperoleh secara alami tidak bisa dikatakan berasal dari jin atau syetan, dan hanya orang yang sempit pikirannya dalam memahami kejiwaan sehingga berpendapat bahwa sesuatu yang alamiah dikatakan bid'ah atau khurafat.

Saya kurang sependapat dengan orang yang mengatakan demikian, karena peristiwa sensasi yang memunculkan gerakan-gerakan yang tidak teratur, disebabkan terlalu banyaknya daya listrik yang dihasilkan yang memenuhi pusat otak dan tidak mampu disalurkan dengan baik ke seluruh jaringan syaraf, hampir sama dengan peristiwa ledakan listrik yang diperoleh penderita epilepsi, yang mengakibatkan terjadinya guncangan-guncangan yang tidak beraturan.

Seperti yang telah dikatakan oleh Le shan bahwa, bagi orang yang melatih meditasi akan menghasilkan ketahanan terhadap getaran listrik hingga 400 persen dari orang normal. Sehingga jika daya yang besar ini belum tersalurkan dengan baik maka akan menimbulkan gerakan-gerakan sensasional yang tidak beraturan., Akan tetapi jika sensasi gerakan-gerakan itu dibiarkan lepas, maka dengan sendirinya gerakan itu akan reda dan tubuh anda akan semakin ringan serta pikiran, hati dan gerakan tubuh akan serasi. Hal ini telah dilakukan bertahun-tahun oleh kaum Tao dalam menyelaraskan keseimbangan pikiran, jiwa dan tubuh yang menghasilkan gerakan harmoni yang gemulai seperti gerak taichi yang indah .

Gerakan tai-chi merupakan gabungan antara olah jiwa dan gerak atau meditasi gerak, dimana seseorang yang sudah mencapai keadaan ini, akan merasakan penyatuan dengan gerakan alam yang harmoni.

Mengapa Timbul getaran dan gerakan yang tidak beraturan ?

Untuk memudahkan dalam memahami hal tersebut saya akan kutip beberapa pendapat yang bisa dipertanggung jawabkan keabsahannya baik secara ilmiah maupun penafsiran ulama yang cukup kuat pada masa sekarang.

Pada awalnya memang demikian, hampir seluruh orang yang mampu megkonsentrasikan pikirannya kepada satu objek dengan baik mereka akan mengalami dan merasakan getaran yang menyelimuti tubuhnya. Anda bisa membuktikan sendiri daya energi dalam tubuh anda. orang-orang yang melatih meditasi tai-chi atau yoga, psikhotronika dengan cara mengendorkan tubuhnya kemudian dia merasakan energi chi yang mengalir dalam tubuhnya. Bertambah lama bertambah kuat energi yang dihasilkan, akibatnya terkadang akan mengguncangkan tubuhnya dengan sangat keras atau bahkan seperti orang kesurupan dan epilepsy. Mengapa demikian ?

Berikut ini saya kutip pendapat J.B.S Haldane, hasil penelitiannya mengenai teori kuantum tentang kesadaran, seorang ahli biologi. Pada tahun 1950-an, fisikawan David Bohm mengamati adanya 'analogi yang kuat antara proses kuantum dan pengalaman bathin dan pemikiran". Sebagian teori modern mengarah pada penelitian tentang kesatuan atau koherensi kuantum (quantum unity atau quantum coherence) di suatu tempat di dalam struktur-struktur sel saraf di air di dalam sel saraf, di microtubule sel saraf, atau dalam aktivitas tertentu di dalam membran saraf, akan tetapi semua teori ini berfokus pada aktivitas mikro di dalam sel saraf tunggal. Baik problem ikatan (binding problem) maupun penelitian MEG (Magneto-Encephalography ) tentang osilasi 40 Hz menunjukkan bahwa kohenrensi diantara sel-sel saraf yang berbeda. Jadi, persoalannya sekarang adalah : apakah kohenrensi kuantum berskala besar juga ditemukan di seluruh bagian otak ??


Mari kita mulai dari sini ; apakah yang membuat syaraf tunggal itu berosilasi ? Diketahui bahwa aktivitas listrik yang berirama di dalam membran sel saraf itulah yang menjadi penyebabnya. Seluruh membran sel saraf dihubungkan dengan terowongan yang jika dirangsang secara kimiawi atau elektris memungkinkan ion (atom bermuatan listrik) melalui terowongan tersebut. Terowongan ini biasa dikenal sebagai terowongan ion. Oleh karena bermuatan listrik, ion-ion itu menghasilkan medan listrik ketika mereka bergerak disepanjang terowongan. Aktivitas ini menimbulkan osilasi elektris di dalam sel saraf itu sendiri. Medan listrik di seluruh bagian otak yang mengandung osilasi 40 Hz itu merupakan fenomena kolektif dari osilasi sel saraf tunggal. Pertanyaannya kemudian: apakah medan listrik di seluruh bagian otak itu merupakan medan listrik kuantum, yang didalamnya osilasi 40 Hz merupakan osilasi kuantam yang terrpadu ?


Michael Green dari City University of New York baru-baru ini mengajukan hipotesis bahwa aktivitas didalam ion sel syaraf itu dipicu oleh fenomena terowongan kuantum (quantum tunneling phenomena) Terowongan kuantum adalah suatu proses ketika suatu partikel mampu menerobos energi penghalang (barrier energy) dengan mengubah dirinya menjadi gelombang sebelum akhirnya menjadi partikel kembali di sisi seberangnya. Penjelasan ini sangat sesuai dengan pengamatan, jadi besar kemungkinan bahwa aktivitas kuantum di dalam terowongan ion tunggal itu memang benar-benar terjadi .(SQ, Danah Zohar dan Ian Marshall terj. Jalaluddin Rahmat, hal.74 )

Selanjutnya saya akan menterjemahkan secara bebas kitab tafsir karangan Prof. Mohammad Ali Ash Shobuni mengenai getaran sebagai proses datangnya petunjuk yang dimaksud dalam surat Az Zumar : 22-23

Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. mereka itu dalam kesesatan yang nyata.

Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur'an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah, itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya, dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk.

Ayat diatas memberikan ulasan bagaimana Allah membuka hati orang yang berdzikir, lalu memberikan Nur Ilahy sebagai petunjuk, kemudian dilukiskan orang yang tidak mendapatkan cahaya (hidayah) dari Tuhannya, sehingga mereka menemui jalan kesesatan disebabkan tidak mau berdzikir kepada Allah.

Ali Ash Shobuni, menafsirkan ayat 22 tersebut, yaitu Allah memberikan karunia keluasan hati (pencerahan) untuk menerima Islam (ajaran-Nya). Dan memberikan tuntunan terhadap hatinya dengan cahaya-Nya sehingga muncul rasa teguh atau mantap dalam hatinya. Yaitu rasa yang muncul dari bashirah dan keyakinan untuk menerima perintah dari Tuhan-Nya. Kemudian beliau menjelaskan bahwa kecelakaan yang besarlah bagi orang yang tidak mau berdzikir atau tidak khusyu' ketika berdzikir kepada Allah dan mereka dalam kesesatan yang nyata.

Ayat berikutnya Allah menjelaskan bagaimana proses petunjuk itu diturunkan kepada orang yang berdzikir. Yaitu tampak bagi orang mukmin itu tanda-tanda keimanannya rasa ketakutan yang dalam tatkala dibacakan ayat-ayat Allah sehingga ia bergetar tubuhnya, disebabkan kedahsyatan yang hebat akan kalam Yang Maha Rahman. Kemudian menjadi lunak, tenang ,kulit (fisik) dan hati mereka tatkala mengingat Allah, yaitu, tathmainnu (tenang) dan taskun (diam/hening) hati dan fisiknya (hati dan fisiknya sudah menjadi satu) tatkala mengingat Allah .

Bahkan lebih dalam lagi ditafsirkan oleh para Arifin (Ahli Ma'rifat), Apabila mereka melihat Alam Keagungan Allah maka mereka pingsan (thasyu). Dan apabila mereka melihat atsar dari keindahan alam maka mereka menjadi hidup hatinya ('Asyu). Dan berkata Ibnu Katsir : Hal ini merupakan bukti adanya kekuatan dari kalam Yang Maha Perkasa.

Demikian penafsiran dari para Ulama besar yang menyebutkan bahwa proses turunnya hidayah kepada orang-orang mukmin akan mempengaruhi fisik yang masih belum sinkron dengan hati yang tercerahkan, akan tetapi pada ayat tersebut terdapat kata tsumma yang artinya "kemudian", menunjukkan bahwa getaran terhadap fisik itu akan berubah menjadi lunak, hening bahkan hati dan fisik tidak lagi bersimpangan tatkala berdzikir kepada Allah, hal ini bisa dirasakan apabila dijalankan dengan benar. (Diterjemahkan secara bebas oleh Abu Sangkan dari kitab Tafsir : Shafwatut Tafaasir, karangan Prof. Mohammad Ali Ash Shobuni, Beirut)

Sabtu, 22 Agustus 2009

Melalui seorang juru masak, Profesor austria menemukan islam

Ia dibesarkan dengan cara Kristen konservatif. Kedua orangtuanya penganut Kristen Protestan taat.? Namun ia mengenal Islam melalui seorang juru masa restoranHidayatullah.com–Lahir di Austria, namun dibesarkan di Jerman. Keluarganya adalah penganut Kristen Protestan yang taat. Namun beranjak dewasa mulai ragu dengan dogma-dogma dalam ajaran agamanya yang dianggap tidak rasional. Pencarian kebenaran pun dimulai. Pada usia 16 tahun kembali ke Austria dan meneruskan studi lanjutnya di Salzburg University hingga meraih gelar doktor ilmu Biologi. Selanjutnya diterima sebagai dosen dan peneliti di almamaternya. Hingga, dalam sebuah perjalanan ke Mesir, ia menemukan hidayah melalui perantaraan seorang juru masak hotel yang kemudian jadi suaminya. Itulah dia Prof. Dr. Aminah Islam (54), Guru Besar Ilmu Biologi pada Universitas Salzburg yang memeluk Islam Ramadhan 2004 silam. Wanita yang malu difoto karena belum berjilbab itu menceritakan kisah perjalanan spiritualnya di situs Islam terkemuka www.readingislam.com.?

Saya lahir di Linz, Austria tahun 1953. Namun menghabiskan masa kecil di Muenchen, Jerman hingga akhirnya pindah ke Salzburg, Austria? kala berusia 16 tahun,” ujar Prof. Aminah di awal tulisannya. Dikatakannya, ia dibesarkan dengan cara Kristen konservatif. Kedua orangtuanya penganut Kristen Protestan yang taat. Keluarganya juga mengajarkan pendidikan etika dan moral.

Semasa remaja Aminah tidak mengikuti aktifitas di gereja Protestan. Alhasil, orangtuanya lalu memintanya untuk aktif di gereja Evangelis dan segera menjadi anggota aktif serta menjadi ketua salah satu kelompok pelajar. Ia belajar Bibel dan yakin dengan dogma bahwa Yesus adalah anak Tuhan. Demikian juga ia yakini Yesus mati disalib guna menebus dosa-dosa pengikutnya.

Pada mulanya ia jalani semua itu tanpa ada penolakan. Namun beberapa tahun kemudian, masih di komunitas yang sama, hati kecilnya mulai menolak hingga keluar dari ?perkumpulan itu karena bertentangan dengan rasionalnya.? Secara berulangkali ia mengatakan bahwa Tuhan masih misterius baginya. Kala itu ia mulai ragu Yesus sebagai Tuhan. Sejak itula ia mulai mencari kebenaran hidup.

Aminah menyelesaikan sekolah menengahnya di kota Salzburg. Selanjutnya, di kota kelahiran komponis kenamaan Mozart itu ia meneruskan pendidikan tinggi di Universitas Salzburg dan mengambil jurusan Biologi. Belajar sembari bekerja sampingan (part time) di universitas tempatnya belajar pun dilakoni.

Setelah menyelesaikan program doktor, Aminah kemudian menikah dan prosesinya berlangsung di gereja. Dari permenikahan itu ia memiliki dua orang anak. Namun kebahagiaannya tak berlangsung lama. Karena alasan tak ada keharmonisan kemudian cerai. Sejak saat itu ia sudah mulai meninggalkan gereja.

Diterima menjadi dosen

Aminah mencoba melamar kerja karena ia sendirian mengasuh anak-anak. “Alhamdulillah saya dapat pekerjaan bagus di Universitas Salzburg sebagai staf pengajar dan peneliti di bidang Biologi,” ujarnya mengenang.

Kemudian ia memutuskan menikah untuk kedua kalinya. Ketika itu ia juga masih dalam proses mencari kebenaran. Namun pernikahan kedua itu juga bak bencana dan akhirnya cerai lagi. Mirip dengan kasus pertama.

“Waktu itu suami yang kedua itu mengambil keuntungan dari pekerjaan saya sebagai dosen. Sementara ia hanya santai saja tanpa ada upaya untuk mencari dukungan financial lainnya. Sakitnya lagi, ia bahkan tidak peduli terhadap anak-anak,” tukasnya lagi. Syukurnya saat cerai yang kedua itu Aminah sudah meraih posisi sebagai profesor dan memegang tanggungjawab penuh pekerjaan di kampus.

“Namun saya? merasa belum mendapatkan kebahagiaan dalam hidup. Pekerjaan pun dobel dan bahkan melebihi kapasitas. Ya mengajar, mengasuh anak-anak, mengurus rumah. Hingga saya kelelahan fisik dan psikis sampai akhirnya mengalami depresi berkepanjangan. Namun saya masih bisa bertahan, itu karena anak-anak,” akunya.

Selepas perceraian kedua, Aminah mengaku hidup bersama tanpa nikah dengan seorang pria yang usianya lebih muda 9 tahun dengannya. Hidup bersama tanpa nikah adalah hal lazim di dunia Barat.

“Hanya sebentar, kemudian saya ditinggalkan lagi. Sejak itu saya mulai lagi mengatur hidup sebagai wanita single, tanpa berharap akan ada pria lagi yang datang.? Saya pikir untuk apa lagi. Saya sudah punya kerja, anak-anak sudah besar, punya apartemen nyaman, mobil, bisa menyalurkan hobi seperti mendaki gunung, main ski. Sudah bisa berdiri sendiri di atas kedua kaki. Saya sudah tidak punya kerinduan asmara lagi,” imbuhnya lagi. Namun ia mengaku masih belum puas untuk terus mencari kebenaran dalam hidup.

Berkenalan dengan Islam

“Pengetahuan tentang Islam sangatlah minim. Masa itu yang? saya tahu -melalui media- Islam agama yang tidak simpatik,” ujarnya. Kala itu ia mengaku tidak pernah mendapatkan kontak dengan Islam secara langsung dan juga tidak ingin bersentuhan dengan orang-orang dari agama yang waktu itu disebutnya sebagai agama suka perang.

Sampai akhirnya situasi berubah secara tak terduga. Ceritanya, September 2002 ia bersama koleganya berencana menghabiskan liburan selama sepekan.

“Kami booking penerbangan pas detik-detik akhir. Syukurlah akhirnya dapat tawaran murah ke Mesir. Saya memang lagi ingin rilek, mengatur irama hidup kembali selepas lelah bekerja, dan berharap menemukan kebenaran yang kucari. Jujur saja, tidak ada lagi keinginan untuk menemukan pria idaman sebagai suami,” ujarnya seraya melanjutkan kisahnya.

“Kala itu, persis di sore pertama kami di hotel saya pergi ke restoran untuk makan malam. Eh? entah bagaimana saya bertemu pandang dengan seorang pria yang terakhir saya ketahui bernama Walid. Ia juru masak di hotel itu. Kala mata kami bertemu, hati saya bergetar aneh. Ah saya jatuh cinta lagi!. Walid menceritakan, selepas menjadi suami saya, bahwa ia juga mengalami hal yang sama pada pandangan pertama itu,” kisah Aminah lagi.

Setelah kejadian itu hampir dua hari mereka tidak bertemu sampai kemudian Walid menulis sepucuk surat. Isi surat pertamanya itu Walid langsung mengajak Aminah untuk nikah.

“Liburan tinggal beberapa hari lagi dan saya merasakan hati seperti berat meninggalkan tempat itu. Akhirnya saya kembali ke Austria tanpa ada nomor kontak Walid yang dapat dihubungi. Namun dengan segera aku berpikir realistis bahwa ada pembatas yang sangat dalam diantara kami (umur, budaya, agama, pendidikan dan bahasa),” kilahnya. Namun hati tidak bisa ditipu. Akhirnya ia kembali ke Mesir dua bulan kemudian untuk mendapatkan cintanya lagi. Hanya saja masalah terbesar kala itu adalah sulitnya komunikasi karena faktor bahasa.

“Nampaknya Allah memang mengatur semua ini. Allah seakan mulai memperlihatkan jalan dalam hidupku. Beberapa hari selepas kembali ke Austria dari Mesir, seorang wanita datang dari Mesir dan bekerja sebagai peneliti tamu di institut kami selama satu tahun. Dua minggu kemudian saya pun mulai ikut kursus bahasa Arab di kampus yang ditawarkan oleh seorang profesor dari Mesir. Mereka juga mengajarkan banyak hal tentang Islam dan budayanya. Bahasa Arab adalah sebagai upaya untuk mempermudah komunikasi dengan Walid,” tuturnya mengenang. Karena tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang Islam, ia membeli banyak buku dan sebuah terjemahan Al-Quran dalam bahasa Jerman.

Menikah diam-diam

Pada kunjungan kedua kalinya ke Mesir ?Aminah berkunjung ke keluarga Walid. Ia mengaku terkesan dengan Walid yang sangat ulet dan berasal dari sebuah keluarga besar yang bermata pencaharian sebagai petani. Keluarganya memegang teguh ajaran Islam.

“Saya diajak bertemu keluarga besarnya itu. Sore pertama di sana, akhirnya kami sepakat untuk menikah secara Islam. Hanya melalui bantuan penghulu setempat di desa itu. Kesannya kami menikah secara diam-diam. Semata-mata untuk menghindari kemaksiatan. Walid sangat komit dengan ajaran agamanya, bahwa laki-laki dan perempuan yang belum ada ikatan pernikahan haram melakukan hubungan yang dilarang agama.”

Setelah perjalanan kali kedua itu, Aminah sempat ke Mesir beberapa kali hingga akhirnya kami bisa menikah secara resmi di Kairo.

“Saya sungguh sangat bahagia waktu itu. kami pun segera mengurus visa Walid untuk memperoleh ijin berkunjung ke luar negeri. Akhirnya Walid bisa ke Austria persis setahun selepas pertemuan pertama kami di hotel,” kenangnya.

Aminah secara perlahan mulai belajar banyak hal tentang Islam, baik melalui buku-buku maupun dengan bantuan rekan-rekan muslim di Austria. Ada hal menarik, yakni tanpa disangka ia diminta oleh Cairo University untuk menjadi penguji tesis salah seorang mahasiswa di sana. Nah dari beberapa kali kunjungan akademik itulah ia akrab dengan salah satu Muslimah Mesir yang kemudian jadi tempatnya bertanya hal Islam. Ia mengaku kagum dengan kebanyakan muslim termasuk kaum mudanya yang terbuka dan sangat respek jika bicara tentang Allah dan Islam.

Segera selepas kedatangan suaminya ke Austria, merekapun mengadakan kontak dengan mesjid yang ada di kota Salzburg. Ia menerima hadiah beberapa buku. Salah satu yang sangat berkesan adalah buku “Bible, Al-Quran dan Ilmu Pengetahuan Alam” karangan Maurice Bucaille, ilmuwan Perancis. Buku itu sangat sesuai dengan aktivitas yang ia tekuni saat ini. ?Ia baru tahu, semua pernyataan ilmiah yang ada dalam Quran ternyata sangat sesuai dengan hasil-hasil penelitian terkini. Matanya makin terbuka.

“Al-Quran ternyata tidak hanya menjelaskan tentang Tuhan dan dunia, tapi juga semua pernyataan di dalamnya, semisal ilmu-ilmu alam, tidak kontradiksi dengan kenyataan,” ujarnya. Bagi Prof Aminah yang seorang saintis ilmu alam, tentu saja penjelasan

Al-Quran makin membuatnya mantap untuk mempelajari Islam. ?”Semakin jelas, Islam bukanlah agama baru, tapi justru agama yang menyempurnakan agama-agama sebelumnya, misal Yahudi dan Nasrani. Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir, yang oleh agama lain tidak diakui, adalah pembawa risalah, pembawa kebenaran yang berasal dari Allah. Tak ada yang disangsikan, Al-Quran adalah perkataan Allah dan Muhammad utusannya! Jika ini merupakan kebenaran dan saya yakin atas itu, maka saya harus menerima dan menjalankan semua isi Al-Quran,” tegasnya.

Mengucap dua kalimah syahadah

Persis memasuki Ramadhan 2004, Walid menanyakan dengan bijak akankah Aminah melakukan langkah terakhir dalam pencariannya (memeluk Islam).

“Tak ada keraguan sama sekali. Saya bahkan menginginkan agar prosesi itu dilaksanakan di rumah kami dengan mengundang beberapa saudara? terdekat, Muslim dan Muslimah. Alhamdulillah, Ramadhan tahun 2004 saya mengukir sejarah hidup, bersyahadah disaksikan suami, anak-anak dan beberapa rekan-rekan kami. Sungguh, saya sangat bahagia. Bahagia sekali bisa menjadi bagian dari umat Islam,” kenangnya.

Mulai saat itu Prof. Fatimah berupaya untuk meningkatkan keyakinan dan ketaqwaannya kepada Allah, demikian juga pengetahuannya tentang Islam. Dan, berusaha sebaik mungkin melaksanakan ajarannya. Shalat misalnya, ternyata jauh-jauh hari ia telah belajar bagaimana menunaikan salah satu tiang agama Islam itu. Juga ia mulai berpuasa di bulan Ramadhan.

Di akhir penuturannya, ia mengakui masih ada dua masalah yang tersisa. Pertama, ia masih ragu memberitahukan hal keislamannya itu kepada kedua orangtuanya.

“Meskipun mereka telah tahu pendapat saya tentang Islam, tapi saya belum bisa beritahu bahwa saya sudah masuk Islam. Mereka sudah sangat tua dan sering sakit-sakitan. Takutnya, jika mereka terkejut bisa berbahaya bagi kesehatan. Tapi ini hanya masalah waktu saja,” ungkapnya.

“Satu lagi masalah yang masih mengganjal, saya belum bisa mengenakan jilbab di tempat kerja. Memang Austria tidak ada masalah dengan Islam yang telah jadi agama negara. Namun masalahnya, masyarakat atau lingkungan di universitas saya bekerja masih tabu dengan itu.”

Profesor Fatimah mengaku, kendati begitu ia tetap berjuang untuk jilbabnya itu. Buktinya, dalam setiap kesempatan ia gunakan untuk bicara dan menjelaskan tentang Islam.

“Alhamdulillah, Allah akhirnya menolong saya menemukan jalan kebenaran yang telah lama saya cari. Karena itu saya berusaha untuk menjadi muslimah yang baik. Di lingkungan kerja, saya mencoba mempraktekkan ajaran Islam yang saya ketahui dengan memberikan contoh-contoh yang bagus,” tukasnya mengakhiri penuturannya kepada Readingislam. Selamat, semoga hidayah Allah kekal bersamamu saudaraku Fatimah!

wasiat ali bin abi thalib kepada hasan

wasiat ali bin abi thalib kepada hasan
Melihat ayahnya yang terluka di pembaringan, Hasan tak mampu membendung air matanya. Sang ayah kemudian berkata kepada putranya itu, “Anakku, pesanku, jagalah empat perkara, dan empat perkara yang lain!”
“Apa perkara-perkara itu, wahai Ayahanda?” tanya Hasan.
Ali ra menjawab, “Kekayaan yang tiada taranya adalah akal, kemiskinan yang paling buruk adalah kebodohan, kesepian yang paling baik adalah ujub, dan kemurahan yang teramat mulia ialah budi pekerti.”
“Apa empat perkara yang lain?” tanya Hasan lagi.
“Pertama, jangan sekali-kali engkau berteman dengan orang tolol karena jika ia ingin menguntungkanmu, ternyata ia malah mencelakakanmu. Kedua, jangan bersahabat dengan penipu karena ia akan mendekatkan padamu sesuatu yang sebenarnya harus engkau jauhi, dan menjauhkan yang seharusnya kau dekati. Ketiga, jangan bergaul dengan si kikir karena ia akan menahan apa yang sangat kau butuhkan. Terakhir, jangan jadikan orang durhaka sebagai rekanmu karena ia akan menjualmu dengan harga yang sangat rendah!


wasiat ali bin abi thalib kepada hasan

beranda

hak Allah dan hak manusia

Suatu hari, Salman menyambangi keluarga Abu Darda. Alangkah terkejutnya dia, tatkala mendapati Ummu Darda dalam keadaan kucel.

“Mengapa engkau begitu kusut, Ummu Darda?” sapa Salman.

“Abu Darda, saudaramu itu, sekarang sudah tidak tertarik lagi pada dunia,” jawab Ummu Darda kesal.

Salam tersenyum. Ia lalu mengajak Abu Darda menginap di rumahnya.

Di rumah Salman, tuan rumah menjamu dan mengajak makan tamunya. Tapi Abu Darda menolak, “Saya sedang puasa (sunnah). Makanlah sendiri, tidak apa-apa,” katanya.

“Tidak, saya tidak akan makan kecuali engkau pun makan,” ucap Salman, yang membuat Abu Darda tak berkutik lagi. Mereka pun makan bersama.

Malamnya, usai bertahajud secukupnya, Salman melihat saudaranya tak henti-henti shalat malam. Ketika Abu Darda menyelesaikan rakaat yang kesekian puluhnya, Salman memperingatkan, “Tidurlah,” katanya sambil membimbing Abu Darda ke pembaringan. Abu Darda menurut. Tapi, setelah Salman keluar dari bilik, Abu Darda bangkit lagi untuk shalat. Salman yang mengintip kelakuan Abu Darda, kembali mengajak saudaranya itu untuk tidur. Bahkan untuk mengawasi Abu Darda, Salman turut berbaring di sisinya. Mereka pun tertidur sampai subuh tiba.

Ketika sarapan, Salman berkata kepada Abu Darda, “Sesungguhnya badanmu punya hak atasmu, dan Rabb-mu pun punya hak atasmu. Tamumu juga punya hak atasmu, demikian juga istrimu punya hak atasmu. Maka berikanlah kepada yang berhak sesuai haknya masing-masing.

antara militan dan teroris

Televisi pada tanggal 7-8 Agustus 2009 udah menayangkan ‘reality show’ paling heboh, yakni perburuan teroris di Temanggung. Meski banyak pihak yang meragukan apakah korban tewas adalah orang yang selama ini dicari, yakni Noordin M Top. Susah juga mengklarifikasi dan memverifikasi berita seperti itu. Karena nampaknya banyak wartawan yang akhirnya hanya percaya pada satu sumber, yakni pihak kepolisian. Padahal, selama ini pertanyaan lain juga masih banyak yang belum terjawab soal terorisme ini. Ah, makin kentara deh skenario opini yang tengah dibangun saat ini, yakni menggiring masyarakat bahwa terorisme ada bubungannya dengan Islam, dengan ustad, dengan pesantren, dan sejenisnya. Kacau banget tuh!

Bro en Sis, kita mungkin nggak terlalu peduli apakah yang jadi korban adalah beneran orang yang selama ini cari, dan dituduh sebagai teroris, atau orang yang lain. Susah juga konfirmasinya, wong korbannya udah jadi mayat. Tapi yang harus kita perhatikan adalah banyaknya opini yang menyebutkan bahwa para teroris itu adalah orang-orang dari Islam garis keras. Lha, kirain minuman doang yang pake embel-embel keras, ternyata ada juga ya orang yang bilang Islam garis keras. Menurut mereka, pemahaman Islam yang radikal-fundamentalis-militan inilah yang membuat banyak keonaran. Halah, mereka lupa, atau pura-pura lupa, bahwa Amerika dan Israel adalah contoh nyata terorisme yang dilakukan oleh negara. Jelas, kedua negara ini sudah mempertontonkan kebiadaban. Jadi, sebenarnya yang layak disebut teoris adalah Amerika, Israel dan para begundalnya yang mendukung aksi kedua negara tersebut. Bukan Islam dan kaum muslimin. Iya nggak sih?

Militan itu…

Kalo kamu mau rajin baca-baca buku or surfing di internet nyari istilah tentang militan, insya Allah bisa kamu dapatkan datanya. Enak kan bisa tambah wawasan? Selain itu, kamu jadi lebih bijak memandang persoalan, utamanya dalam menyikapi istilah militan ini. Istilah militan dipahami oleh sebagian orang sebagai sikap yang selalu berhubungan dengan kekerasan, selalu berhubungan dengan kengototan, dan berkaitan dengan sikap selalu pengen menang sendiri. Tambahannya, orang yang militan nyaris selalu identik dengan kesan garang. Halah, padahal tak selamanya cap itu benar, Bro. Sebab, dalam kondisi tertentu, ternyata kita kudu punya semangat dan memiliki gairah dalam belajar dan bekerja. Itu juga bisa disebut militan. Nah, lho.

Oke deh, jika kamu baca Kamus Besar Bahasa Indonesia, bakalan menemukan definisi militan. Di situ disebutkan bahwa militan adalah bersemangat tinggi, penuh gairah, dan berhaluan keras.

Kalo pengen lebih mantep, ada definisi dari kamus lainnya. Misalnya dalam MiriamWebster Dictionary tertulis, bahwa istilah ini termasuk kata sifat dan kosakata ini dimasukkan ke dalam kamus pertama kali pada abad ke-15. Dalam kamus ini, militan didefinisikan sebagai, “engaged in warfare or combat” (disibukkan dalam peperangan atau pertempuran). Dalam kamus ini juga disebutkan militan adalah menunjukkan sikap yang agresif dan aktif banget.

Hal serupa dijelaskan pula dalam Cambrige International Dictionary, istilah militan sebagai kata sifat didefinisikan sebagai, “active, determined and often willing to use force” (aktif, tekun, dan acapkali sudi untuk menggunakan kekuatannya).

Militan sebagai kata sifat juga didefinisikan dengan berjuang atau berperang. Arti lainnya, memiliki karakter bertempur, agresif, khususnya dalam menghadapi (suatu) perkara. Militan sebagai kata benda, didefinisikan sebagai perjuangan, pertempuran, atau agresivitas; baik individu ataupun partai (The American Heritage® Dictionary of the English Language, Fourth Edition. Published by Houghton Mifflin Company.)

Dan, militan juga didefinisikan sebagai “self-assertive” (ketegasan diri) dan memiliki semangat yang tak pernah henti, seolah ada di mana-mana. (WordNet ® 1.6, © 1997 Princeton University)

Dari semua definisi yang disebutkan tadi tentunya kamu udah mulai paham. Seterusnya, tentu bisa membedakan, mana yang pantas dan tidak pantas dalam hidup ini. Mana yang benar dan mana yang salah. Jadi, istilah militan ini bisa diterapkan dalam kasus yang baik-baik. Sebab, militan lebih identik dengan individu atau kelompok yang selalu bergairah, tekun, gigih, punya semangat tinggi, pantang menyerah, tidak mudah untuk putus asa meski banyak rintangan dan hambatan. Bahkan acapkali, rintangan yang ada di hadapannya dianggap sebagai tantangan. Untuk sikap-sikap seperti itu, tentunya juga berlaku umum alias untuk siapa saja dan dari kalangan mana pun; bisa seorang pekerja, seorang pendidik, seorang tentara, pelajar, atau profesi lainnya.

Hanya saja, saat ini istilah militan makin menyempit. Terbukti, saat ini istilah militan ‘cuma’ ditujukan dan selalu identik dengan orang atau kelompok yang kadang diberi label ‘garis keras’. Ini yang kemudian menempatakan istilah ini tidak pada tempat yang semestinya. Bahkan cenderung dibumbui sinisme kepada individu atau kelompok tertentu.

Ambil contoh kasus penyerangan WTC 8 tahun lalu (11 September 2001), Bush langsung menguber kelompok al-Qaida—apa yang disebutnya sebagai militan garis keras, yang dituduhnya sebagai dalang teror terhadap menara kembar itu. Di Indonesia, kasus Bom Bali I (Oktober 2000) hingga Bom di JW Marriott dan Ritz Carlton pada 17 Juli 2009 juga dihubungkan dengan aktivitas kelompok Islam garis keras, kelompok Islam militan, yang didalangi Noordin M Top. Wah, wah, wah benar-benar trial by press alias penghakiman oleh media massa tertentu terhadap Islam.

Akibatnya, opini yang terbangun menjadi tidak berimbang, alias njomplang. Walhasil, masyarakat jadi alergi dengan istilah militan. Ya, lain di kamus lain pula dalam pandangan masyarakat. Celakanya, istilah militan dalam pandangan masyarakat yang nampaknya lebih mendominasi pengertian istilah ini. Gawat memang!

Meluruskan pemahaman masyarakat

Kadang masyarakat memang kejam. Meski tidak memiliki aturan secara tertulis, tapi tajamnya kecaman bisa berdampak buruk. Remaja militan, dalam kondisi masyarakat yang seperti sekarang ini, seperti sebuah kanker ganas yang harus segera disingkirkan.

Sebuah pengalaman pernah saya alami. Waktu itu pernah ikut membina teman-teman remaja dalam mengelola organisasi remaja masjid. Saat organisasi itu tumbuh dan semarak dengan berbagai kegiatan; seminar, pengajian, baca al-Quran dan lainnya, anehnya banyak tanggapan miring yang dialamatkan kepada teman-teman remaja masjid. Padahal, sejak maraknya masjid oleh berbagai kegiatan keislaman, banyak remaja berkumpul di masjid. Masjid menjadi lebih berarti. Hanya saja, gara-gara bentuk kegiatan dan pemahaman yang menurut pihak DKM sedikit berbeda dengan yang dipahami selama ini oleh mereka, akhirnya teman-teman remaja langsung dicurigai.

Ini memang aneh, padahal jika ‘perbedaan’ yang menjadi masalah, kan bisa ditempuh dengan jalur dialog. Tul nggak? Nah, yang terjadi justru sebaliknya. Main berangus aja. Secara sepihak lagi. Waduh. Alasannya, aktivitas itu katanya menganggu ketentraman warga. Glodaks! Apa nggak salah? Justru banyak juga warga masyarakat yang seneng dengan maraknya kegiatan tersebut, lho. Pertanyaannya, apakah karena sedikit perbedaan lalu mengambil jalur keras; diancam dan diberangus? Mbok ya kalo berbeda, misalnya, kan bisa ditegur, bisa diajak dialog. Dan teman remaja diminta untuk menjelaskan tentang pendapatnya itu. Insya Allah bisa dicari titik temu. Sayang, ‘penyakit’ status quo seringkali mengalahkan akal sehat. Akibatnya, bukan saja tamat riwayat organisasi remaja itu, tapi sekaligus memadamkan semangat dan kreativitas remaja masjidnya. Kasihan.

Pandangan masyarakat seperti ini jelas merugikan perjuangan Islam. Bahkan memadamkan semangat yang mulai menyala dalam dada setiap remaja Islam. Padahal, gampang-gampang susah menumbuhkan rasa cinta kepada Islam di kalangan remaja. Eh, yang baru tumbuh malah dibabat. Apa nggak kejam tuh? Anehnya lagi, dalam waktu yang bersamaan, masyarakat seringkali menutup mata, atau tepatnya cuek dengan maraknya remaja yang gaul bebas, seks bebas, pacaran, mengumbar aurat, kejerat narkoba, bahkan yang doyan berantem antar temannya. Untuk semua itu, nggak ada kampanye dalam rangka menyadarkan mereka. Sebaliknya, ya itu tadi, dibiarkan. Pokoknya, dipandang sebelah mata deh. Ah, masak beraninya kepada yang benar? Masak kepada yang nakal takut? Tapi inilah faktanya, sobat. Aneh bin ajaib memang.

Pertanyaannya, kenapa masyarakat bisa seperti itu? Nah, ini yang kudu kamu tahu, sobat. Sebab, nggak mungkin dong orang ujug-ujug benci kalo nggak ada alasan yang menurut mereka ‘wajib’ dibenci. Orang yang cinta saja kudu ada alasannya, kenapa ia mencintai. Tul nggak?

Nah, kalo ditelusuri ternyata masyarakat kita mengidap sejenis penyakit Islamophobia, alias ketakutan terhadap Islam. Ambil contoh, ada anak puteri yang ‘cuma’ pakai kerudung ke sekolah aja dicurigai. Lucunya, banyak prasangka yang nggak-nggak di kalangan guru sendiri. Dibilangin ikut aliran ini dan itu. Kalo kebetulan kegiatan remaja masjid sekolah di sekolah umum marak, mereka mulai dimata-matai. Bahkan pihak sekolah nggak segen untuk menghentikan, dengan alasan, ini bukan sekolah agama. Konon kabarnya nggak rela kalo di sekolah umum justru yang maraknya adalah kegiatan keagamaan, khususnya Islam. Walah?

Bro en Sis, apa nggak kesel bin gondok digituin? Padahal, yang kita lakuin itu adalah sebagai wujud kecintaan kita kepada Islam. Kita bangga dong bisa menjadikan Islam sebagai identitas kita. Kita ingin menyampaikan pesan bahwa kita remaja muslim. Teman remaja puteri rapi berkerudung dan berjilbab, justru karena ingin menyampaikan pesan bahwa dirinya adalah seorang muslimah yang berusaha untuk menjalankan satu kewajiban dalam ajaran agamanya. Teman remaja putera yang aktif di kegiatan remaja masjid, pakai baju koko lengkap dengan pecinya, justru secara tidak langsung ingin menyampaikan pesan, bahwa kamilah pemuda muslim. ‘Simbol-simbol’ yang dikenakan dan perbuatan yang dilakukan muncul akibat panasnya semangat yang menggelora dalam dada. Mereka, setidaknya ingin menunjukkan; inilah kami, remaja muslim yang mencintai Islam sepenuh hati. Apa itu salah?

Kasus “Bom Bali hingga JW Marriott plus Ritz Carlton”, dengan tuduhan dialamatkan kepada para aktivis Islam sebagai pelakunya, kian memberikan stigma (noda) dan mengukuhkan semua prasangka yang telah ada. Nyaris semua orang mengarahkan telunjuknya; bahwa Islam itu kejam, bahwa kaum muslimin kalangan tertentu (khususnya yang taat beragama) itu teroris, bahwa orang yang terlibat dalam aktivitas keislaman perlu dicurigai. Celaka dua belas!

Kalo dipikir-pikir memang aneh juga. Kenapa orang musti takut dengan Islam? Kenapa orang musti gerah dengan maraknya aktivitas keislaman? Kenapa masyarakat musti curiga dengan simbol pengamalan ajaran agama (jilbab, baju koko, dan jenggot)?

Apa ada yang aneh dengan Islam? Apa ada yang salah dengan mereka yang mau mengamalkan ajaran Islam, meski cuma sebatas berkerudung dan berjilbab? Mengapa harus murka dengan maraknya aktivitas pengajian di sekolah dan di masjid? Sungguh aneh tapi nyata. Tapi itulah yang banyak terjadi. Menyedihkan banget.

Jujur saja, sikap kebanyakan masyarakat seperti ini bikin nggak nyaman buat mereka yang mau merasakan nikmatnya beragama. Pandangan miring dan curiga terhadap remaja-remaja yang bergairah (baca: militan) dalam agamanya itu adalah sikap kontraproduktif. Nggak baik untuk dipelihara.

Memang sih, nggak semua masyarakat berpandangan miring terhadap remaja militan. Tapi sayangnya, jumlah pendukungnya kalah banyak ketimbang mereka yang menjadi penentangnya. Jadinya ya, opininya kalah. Kalah abis. Akibatnya, yang banyak diekspos adalah yang menentangnya. Sehingga posisi teman remaja yang bergairah dalam mengamalkan ajaran Islam ini makin terpojok. Digempur dari sana-sini, dicurigai aktivitasnya bak sebuah aib nasional.

Hmm… beginilah hidup di tengah-tengah masyarakat yang tidak islami. Masyarakat yang justru meyakini permisivisme (bebas nilai) sebagai jalan hidup. Sejatinya, mereka sebetulnya nggak mau diusik dalam kebebasan gaya hidupnya oleh mereka yang ingin menyegarkan kembali pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan ini. Mereka jadi menuduh remaja militan dan orang-orang Islam yang semangat beragama sebagai musuh. Ah, mau ditolong jadi baik dengan ajaran Islam, kok nggak mau? Apakah karena mereka masih setia berselingkuh dengan sistem demokrasi-kapitalisme-sekularisme? Kamu bisa jawab sendiri deh. Yang pasti nih, please deh, bedakan antara militansi dengan terorisme. Kalo mau sepakat, kita bisa arahkan telunjuk rame-rame ke pemerintah Amerika dan Israel serta antek-anteknya yang mengamini kebiadaban mereka, karena merekalah biang aksi terorisme selama ini! Gimana?