TEMBOK YA'JUJ MA'JUJ | DAJJAL | YA’JUJ DAN MA’JUJ | al jassasah | wasiat ali bin abi thalib kepada hasan | hilal awal bulan romadhon | bid'ah maulid | bid'ah tahlilan

Sabtu, 18 Mei 2013

Ahlul Bait Nabi Saw


Keutamaan Ahlul Bait Nabi Saw

Ketika al-Imam Syafi’i dituduh termasuk pengikutgolongan Rofidloh (Syi’ah), karena beliau mencintai dan menghormati Ahlu Bait, beliau menjawab dengan syair yang artinya... :

“Jika yang dimaksud dengan golongan Rafidloh hanya semata-mata mereka yang mencintai Ahlu Bait, maka saksikanlah wahai bumi dan langit, bahwa aku adalah termasuk dari golongan Rofidloh.”

Ada banyak sekali dalil Hadits yang menyatakan keutamaan Ahlu Bait, bahkan al-Imam as-Suyuthi menulis sebuah kitab yang khusus memuat beberapa Hadits yang menunjukkan keutamaan Ahlu Bait.

Berikut saya kutib beberapa Hadits.

“Perumpamaan ahli bait-ku, seperti perahu Nabi Nuh. Barang siapa yang berada di atasnya ia akan selamat, dan yang meninggalkannya akan tenggelam.”
(H.R. Thabrani)

“Aku meninggalkan kalian yang apabila kalian pegang teguh tidak akan tersesat. Kitab Allah, dan keturunanku.”
(H.R. Turmudzi)

“Umatku yang pertama kali aku beri pertolongan (Syafa’at) kelak di hari Kiamat, adalah yang mencintai Ahli bait-ku.”
(H.R. al-Dailami)

“Didiklah anak-anak kalian atas tiga hal. Mencintai Nabi kalian. Mencintai Ahli bait-ku. Membaca al-Qur’an.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mardaweih, dan at-Thabrani dalam kitab tafsir-nya)

Ketika turun ayat:
“Katakanlah wahai Muhammad, Aku tidak meminta balasan apapun dari kalian kecuali mencintai kerabat.”

Kemudian Ibnu Abbas ra bertanya pada Rasulullah:
Wahai Rasulullah, siapakah yang dimaksud dengan kerabat yang wajib kami cintai? Rasulullah SAW menjawab: Ali, Fatimah, dan anak keturunannya.

Demikian sebagian dalil-dalil dari Hadits Rasulullah SAW yang secara jelas menyatakan keutamaan Ahlu Bait. Bagaimana tidak, di dalam jasad mereka mengalir darah yang bersambung kepada makhluk yang paling utama, kekasih Allah, Rasulullah SAW.

Untuk lebih jelasnya lagi, saya persilahkan anda untuk membaca sendiri kitabnya al-Imam as-Suyuthi yang berjudul Ihya’ al-Mayt fi Fadlo’il Ahli al-Bait, yang memuat 60 Hadits tentang keutamaan Ahlu Bait.

Semoga penjelasan ini, menjadikan anda dan kita semua ditakdirkan sebagai pecinta Rasulullah SAW dan para keturunannya, sehingga kelak akan mendapat Syafa’at dari Rasulullah SAW, sebagaimana yang Beliau SAW janjikan. Amin.

debat Al Albani Vs Al Buthi


Assalamu’allaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Dewasa ini perkembangan ilmu hadits di dunia akademis mencapai fase yang cukup signifikan. Hal ini ditandai dengan banyaknya kajian-kajian ilmu hadits dari kalangan ulama dan para pakar yang hampir menyentuh terhadap seluruh cabang ilmu hadits seperti kritik matan, kritik sanad, takhrij al-hadits dan lain sebagainya. Kitab-kitab hadits klasik yang selama ini terkubur dalam bentuk manuskrip dan tersimpan rapi di rak-rak perpustakaan dunia kini sudah cukup banyak mewarnai dunia penerbitan.
Namun sayang sekali, dibalik perkembangan ilmu hadits ini, ada pula kelompok-kelompok tertentu yang berupaya menghancurkan ilmu hadits dari dalam. Di antara kelompok tersebut, adalah kalangan Mereka yang Meremehkan Amalan Dari Hadits Dlo,ifdalam konteks fadhail al-a’mal,  manaqib dan sejarah, yang dikomandani oleh Muhammad Nashiruddin al-Albani, tokoh Wahhabi dari Yordania, dan murid-muridnya. Baik murid-murid yang bertemu langsung dengan al-Albani, maupun murid-murid yang hanya membaca buku-bukunya seperti kebanyakan Wahhabi di Indonesia. dengan kata lain mereka Bergaya Ilmiyah Menfitnah Ilmuwan.
Di kutip dan di ringkas dari Kitab al-Lamadzhabiyyah Akhthar Bid’ah Tuhaddid al-Syari’at al-Islamiyyah.
Ada sebuah perdebatan yang menarik tentang ijtihad dan taqlid, antara Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi, seorang ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah di Syria, bersama Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, seorang tokoh Salafi Wahabi dari Yordania.
Syaikh al-Buthi bertanya: “Bagaimana cara Anda memahami hukum-hukum Allah, apakah Anda mengambilnya secara langsung dari al-Qur’an dan Sunnah, atau melalui hasil ijtihad para imam-imam mujtahid?”
Al-Albani menjawab: “Aku membandingkan antara pendapat semua imam mujtahid serta dalil-dalil mereka lalu aku ambil yang paling dekat terhadap al-Qur’an dan Sunnah.”
Syaikh al-Buthi bertanya: “Seandainya Anda punya uang 5000 Lira. Uang itu Anda simpan selama enam bulan. Kemudian uang itu Anda belikan barang untuk diperdagangkan, maka sejak kapan barang itu Anda keluarkan zakatnya. Apakah setelah enam bulan berikutnya, atau menunggu setahun lagi?”
Al-Albani menjawab: “Maksud pertanyaannya, kamu menetapkan bahwa harta dagang itu ada zakatnya?”
Syaikh al-Buthi berkata: “Saya hanya bertanya. Yang saya inginkan, Anda menjawab dengan cara Anda sendiri. Di sini kami sediakan kitab-kitab tafsir, hadits dan fiqih, silahkan Anda telaah.”
Al-Albani menjawab: “Hai saudaraku, ini masalah agama. Bukan persoalan mudah yang bisa dijawab dengan seenaknya. Kami masih perlu mengkaji dan meneliti. Kami datang ke sini untuk membahas masalah lain”.
Mendengar jawaban tersebut, Syaikh al-Buthi beralih pada pertanyaan lain: “Baik kalau memang begitu. Sekarang saya bertanya, apakah setiap Muslim harus atau wajib membandingkan dan meneliti dalil-dalil para imam mujtahid, kemudian mengambil pendapat yang paling sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah?”
Al-Albani menjawab: “Ya.”
Syaikh al-Buthi bertanya: “Maksud jawaban Anda, semua orang memiliki kemampuan berijtihad seperti yang dimiliki oleh para imam Madzhab dalam Islam ? Bahkan kemampuan semua orang lebih sempurna dan melebihi kemampuan ijtihad para imam madzhab. Karena secara logika, seseorang yang mampu menghakimi pendapat-pendapat para imam madzhab dengan barometer al-Qur’an dan Sunnah, jelas ia lebih alim dari mereka.”
Al-Albani menjawab: “Sebenarnya manusia itu terbagi menjadi tiga, yaitu muqallid (orang yang taklid), muttabi’ (orang yang mengikuti) dan mujtahid. Orang yang mampu membandingkan madzhab-madzhab yang ada dan memilih yang lebih dekat pada al-Qur’an adalah muttabi’. Jadi muttabi’ itu derajat tengah, antara taklid dan ijtihad.”
Syaikh al-Buthi bertanya: “Apa kewajiban muqallid?”
al-Albani menjawab: “Ia wajib mengikuti para mujtahid yang bisa diikutinya.”
Syaikh al-Buthi bertanya; “Apakah ia berdosa kalau seumpama mengikuti seorang mujtahid saja dan tidak pernah berpindah ke mujtahid lain?” al-Albani menjawab: “Ya, ia berdosa dan haram hukumnya.”
Syaikh al-Buthi bertanya: “Apa dalil yang mengharamkannya?”
Al-Albani menjawab: “Dalilnya, ia mewajibkan pada dirinya, sesuatu yang tidak diwajibkan Allah padanya.”
Syaikh al-Buthi bertanya: “Dalam membaca al-Qur’an, Anda mengikuti qira’ah-nya siapa di antara qira’ah yang tujuh?”
Al-Albani menjawab: “Qira’ah Hafsh.”
Al-Buthi bertanya: “Apakah Anda hanya mengikuti qira’ah Hafsh saja? Atau setiap hari, Anda mengikuti qira’ah yang berbeda-beda?”
Al-Albani menjawab: “Tidak. Saya hanya mengikuti qira’ah Hafsh saja.”
Syaikh al-Buthi bertanya: “Mengapa Anda hanya mengikuti qira’ah Hafsh saja, padahal Allah subhanahu wa ta’ala tidak mewajibkan Anda mengikuti qira’ah Hafsh. Kewajiban Anda justru membaca al-Qur’an sesuai riwayat yang datang dari Nabi shallallahu alaihi wasallam secara mutawatir.”
Al-Albani menjawab: “Saya tidak sempat mempelajari qira’ah-qira’ah yang lain. Saya kesulitan membaca al-Qur’an dengan selain qira’ah Hafsh.”
Syaikh al-Buthi berkata: “Orang yang mempelajari fiqih madzhab al-Syafi’i, juga tidak sempat mempelajari madzhab-madzhab yang lain. Ia juga tidak mudah memahami hukum-hukum agamanya kecuali mempelajari fiqihnya Imam al-Syafi’i.
Apabila Anda mengharuskannya mengetahui semua ijtihad para imam, maka Anda sendiri harus pula mempelajari semua qira’ah, sehingga Anda membaca al-Qur’an dengan semua qira’ah itu. Kalau Anda beralasan tidak mampu melakukannya, maka Anda harus menerima alasan ketidakmampuan muqallid dalam masalah ini. Bagaimanapun, kami sekarang bertanya kepada Anda, dari mana Anda berpendapat bahwa seorang muqallid harus berpindah-pindah dari satu madzhab ke madzhab lain, padahal Allah tidak mewajibkannya. Maksudnya sebagaimana ia tidak wajib menetap pada satu madzhab saja, ia juga tidak wajib berpindah-pindah terus dari satu madzhab ke madzhab lain?”
Al-Albani menjawab: “Sebenarnya yang diharamkan bagi muqallid itu menetapi satu madzhab dengan keyakinan bahwa Allah memerintahkan demikian.”
Syaikh al-Buthi berkata: “Jawaban Anda ini persoalan lain. Dan memang benar demikian. Akan tetapi, pertanyaan saya, apakah seorang muqallid itu berdosa jika menetapi satu mujtahid saja, padahal ia tahu bahwa Allah tidak mewajibkan demikian?”
Al-Albani menjawab: “Tidak berdosa.”
Syaikh al-Buthi berkata: “Tetapi isi buku yang Anda ajarkan, berbeda dengan yang Anda katakan. Dalam buku tersebut disebutkan, menetapi satu madzhab saja itu hukumnya haram. Bahkan dalam bagian lain buku tersebut, orang yang menetapi satu madzhab saja itu dihukumi kafir.” Menjawab pertanyaan tersebut, al-Albani kebingungan menjawabnya.
Demikianlah dialog panjang antara Syaikh al-Buthi dengan Muhaddits Abad Milenium al-Albani, yang didokumentasikan dalam kitab beliau al-Lamadzhabiyyah Akhthar Bid’ah Tuhaddid al-Syari’at al-Islamiyyah.
Dialog tersebut menggambarkan, bahwa kaum Wahhabi melarang umat Islam mengikuti madzhab tertentu dalam bidang fiqih.
Tetapi ajakan tersebut, sebenarnya upaya licik mereka agar umat Islam mengikuti madzhab yang mereka buat sendiri.
Tentu saja mengikuti madzhab para ulama salaf, lebih menenteramkan bagi kaum Muslimin. Keilmuan, ketulusan dan keshalehan ulama salaf jelas diyakini melebihi orang-orang sesudah mereka.
Wallohu ‘Alam ….Smoga bermanfaat…

bermadhab salafiyah benar benar salah


Syekh Said Ramadhan Al-Buthi adalah tokoh utama kelas dunia dari kalangan Sunni atau Ahlussunnah wal Jama’ah. Beliau tidak hanya dikenal sebagai seorang sufi, namun juga ahli syariat sekaligus ahli hakikat, dan argumentator Sunni terhadap serangan-serangan non-Sunni. Ini diakui baik di Suriah maupun di dunia Muslim lainnya.
Salah satu dari kehebatan Syekh Buthi adalah kemampuannya berargumentasi terhadap serangan-serangan kelompok takfiriyah yang suka mengkafirkan kelompok Asy’ari (Sunni), juga suka mengkafirkan amalan-amalan fadhilah dan lain sebagainya. Syekh Buthi ini paling gigih dan paling jitu untuk melawan mereka.
Salah satunya, Syekh Buthi menulis buku yang berisi uraian tentang Salafi yakni Salafiyyah; Marhalah Zamaniyyah Mubarakah La Madzhab Islami. Bahwa menurutnya, Salafi ini bukan madzab tapi suasana keagamaan pada zaman as-salafus salih. Jadi Salafi bukan merupakan pola pemikiran tapi fakta kehidupan darus salam itu yang damai. Buku ini betul-betul membikin kelompok Wahabi dan Salafi kelabakan, sehingga sudah lama sebenarnya ada pertentangan sektarian antara Wahabi-Salafi dengan Syekh Buthi.
Dalam buku ini, Syaikh al-Buthi menerangkan dengan panjang lebar sebuah ajaran baru yang dinamakan “al-Salafiyyah” jelmaan dari “al-Wahhabiyyah” karena pengamal ajaran ini tidak mau ajaran ini dinisbahkan kepada Muhammad Ibn Abdul Wahhab semata-mata.
Beliau menyatakan bahawa MENGIKUT GENERASI SALAF adalah satu perkara yang sangat-sangat berbeda dibanding BERMAZHAB DENGAN MAZHAB AL-SALAFIYYAH yang digembar-gemburkan oleh pengamal Wahhabi.
Beliau berkata bahwa istilah yang digunakan oleh para ulama’ untuk menamakan kedudukan para ulama’ yang benar adalah Ahli Sunnah dan Jama’ah. Istilah Ahli Sunnah dan Jama’ah adalah istilah yang telah diijmak oleh para ulama’ generasi Salaf untuk menamakan golongan yang benar. Jadi, istilah al-Salafiyyah yang digunakan oleh golongan Wahhabi pada masa sekarang adalah untuk melambangkan dan menamakan golongan yang benar [menurut sangkaan mereka] adalah satu bid’ah yang tercela bahkan tidak pernah digunakan oleh generasi Salafus Soleh untuk menamakan golongan yang benar. Silahkan lihat petikan dan terjemahan kata-kata beliau di bawah [Semoga anda diberi hidayah oleh Allas SWT] :
“Dan apabila seorang Muslim mentakrifkan / memperkenalkan dirinya dengan menyatakan bahwa dia disandarkan kepada sebuah mazhab yang dikenali pada hari ini dengan al-Salafiyyah, maka tanpa ragu-ragu lagi dia adalah seorang ahli bid’ah.
Ini karena seandainya “al-Salafiyyah” bermaksud sama seperti “Ahli Sunnah dan Jamaah”, maka sesungguhnya dia telah melakukan bid’ah dengan mencipta nama yang berbeza dengan nama yang telah disepakati oleh generasi Salaf [Semoga keridhaan Allah dilimpahkan ke atas mereka].
Dan nama yang bid’ah lagi tidak diperlukan ini telah cukup untuk menimbulkan ketidakstabilan dan perpecahan di dalam saf-saf [perpaduan] umat Islam.
Dan manakala sekirannya nama al-Salafiyyah ini memberi maksud yang berbeza dengan dengan hakikat Ahli Sunnah dan Jama’ah – dan inilah kebenarannya – maka bid’ah ini telah berlaku dengan nama rekaan tersebut [al-Salafiyyah] serta kandungannya yang bathil, dan istilah ini coba menegakkan benderanya dan mengangkat kedudukannya sebagai ganti kepada kebenaran yang telah disepakati oleh generasi Salaf dan [generasi Salafus Soleh pada hakikatnya] telah berijma’ menggunakan nama “Ahli Sunnah dan Jama’ah” [bagi golongan yang benar].”
Maka telah terbuktilah bid’ah [golongan Salafi Wahhabi ini] dalam menggunakan istilah “al-Salafiyyah” di samping maksudnya yang juga bid’ah untuk digunakan sebagai nama bagi sebuah kumpulan baru [Salafi Wahhabi] yang memisahkan diri mereka dari jamaah umum Umat Islam yang bersatu dalam menggunakan istilah “Ahli Sunnah dan Jama’ah” serta berpegang dengan hakikat [Ahli Sunnah dan Jama’ah] yang benar.”
Dapat difahami daripada kata-kata di atas bahwa al-Sheikh al-Bouthi:
  1. Menerangkan bahwa istilah al-Salafiyyah adalah satu istilah yang bid’ah dan bertentangan dengan kesepakatan ulama’ generasi Salaf.
  2. Menolak istilah al-Salafiyyah untuk digunakan sebagai ganti Ahli Sunnah dan Jamaah.
  3. Berterus-terang bahwa kandungan ajaran yang dibawa oleh kelompok Salafiyyah Wahhabiyyah adalah bukan merupakan pegangan Ahli Sunnah dan Jamaah.
Semoga nasihat beliau ini mampu melembutkan hati yang keras, menghidupkan hati yang mati, menyedarkan hati yang lalai, mengubati hati yang berpenyakit dan meluruskan hati dengan izin Allah SWT dan berkat kasih sayang-Nya kepada Rasulullah SAW.
Wassalam.


Simak di: http://www.sarkub.com/2013/bermadzhab-salafiyah-adalah-bidah/#ixzz2TfkPPc8s
Salam Aswaja by Tim Menyan United
Follow us: @T_sarkubiyah on Twitter | Sarkub.Center on Facebook

Jumat, 17 Mei 2013

berkah rajab


Rajab adalah bulanya Allah..bulan yang penuh berkah..apa itu berkah? nanti saja dibawah..
orang islam aneh jika tidak mau nyari berkah..Rasul saw mengajarkan doa setiap bulan rajab yaitu Allahuma baariklana fii rojab wa syakbaana wa baligna romadhon. artinya Ya Allah barokahilah kami dengan barokah bulan rajab dan syakban dan sampaikan kami di bulan romadhon..hendaknya dibaca tiap hari, berarti di bulan rajab ini , amal yang paling utama adalah mencari barokah bulan rajab...

seseorang dikatakan imannya tipis jika dibulan rajab ini tidak ada rasa untuk menyambutnya, tidak ada rasa " wah ini rajab aku harus ibadah ini itu perbanyak istigfar dll"..

jika menganggap bulan ini biasa2 saja maka dikatakan tidak punya iman blas..seperti orang kekurangan yg punya uang 10rb dikantong lalu ditanya temannya ' punya uang ga ??' jawbnya pasti tidak..saking sedikitnya uang walau ada jika ditanya pasti bilang tidak punya...seperti itulah orang islam yang tidak menyambut bulan rajab..walau ada iman tapi dikatakan tidak punya iman blas, saking tipisnya imannya.

kenapa kita harus menyambut bulan rajab?? karena bulan rajab adalah satu2nya bulan yang sangat penting dalam sejarah hidup manusia..yaitu bulan dimana bertemunya manusia dengan Allah pertama kali dengan kedekatan yang sangat dekat dimana hakikat kedekatan itu hanya diketahui Allah dan Nabi Muhammad saw sendiri...sebelumnya tidak ada satu manusia pun dan Nabi manapun yang bisa menandingi kedekatan Nabi Muhammad saw... hingga membuat orang sholeh iri dengan sandalnya Nabi muhammad saw, seluruh nabi bahkan kalah dekat dengan sandalnya Nabi Muhammad saw yang sudah bertemu Allah swt..

bulan rajab diisi dengan istigfar dan sholat malam witir dsb...barang siapa membersihkan diri dibulan rajab , insya Allah bulan romadhon tinggal panen mencari pahala sebanyak2nya dan ibadah menjadi ringan dan khusyuk..bulan romadhon berat karena biasanya kita bersih2 diri saat romadhon, jadi tidak bisa panen merasakan khusyuknya ibadah...barang siapa mau membersihkan diri dibulan rajab  dengan dzikir, sholat malam, istigfar dan sholawat nanti tiba dibulan romadhon sholat tarwih jadi ringan karena sudah biasa...

bulan rajab saatnya kerja keras nabung untuk persiapan romadhon, bulan berkah usaha lancar..kebiasaan orang sholeh tidak mau bekerja saat romadhon..maka mereka mulai menabung saat rajab ini nanti berkah untuk romadhon...

apa itu berkah?? berkah adalah sesuatu yang sedikit atau banyak tapi manfaatnya banyak dan tidak habis2...seperti pohon mangga, kita tidak nanam, nenek kita cuma buang pelok, tidak merawat, tapi hasilnya banyak dan bisa kita berikan kepada orang lain, bisa dijual untuk makan keluarga...

berkah Nabi muhammad saw..siti aisya ra setelah Nabi Muhammad saw wafat..mempunyai wadah gandum kecil tiap hari ditakar dan dimasak sampai 2 tahun tidak habis2, akhirnya Siti aisya ra penasaran, maka ditakarlah semua gandum itu..setelah itu barokahnya hilang dan habis seketika...masih banyak kisah semisalnya..barokah tidak mau diukur...

berkahnya waktu adalah dalam hal singkat tapi bisa melakukan banyak hal..seperti isra mirajnya Nabi saw...banyak kisah orang sholeh bisa pergi sana sini dalam waktu yang singkat..ataubaca Al quran 30 juz cuma beberapa menit..atau tahlil 100rb kali dalam satu hembusan nafas...semua itu ada dan lumrah terjadi diantara orang sholeh kita, sampai saat ini pun masih banyak kisah2 baru tentang barokahnya waktu...semua itu terjadi karena berkah...

orang berkah mengalahkan siapapun..karena orang berkah punya 1 rb akan terus bertambah sampai jutaan sedang orang yang tidak berkah walau punya 10 juta akan habis...itulah pentingnya berkah..karena itu ada ngalab berkah ada nasi berkatan dsb..karena berkah bagi pelaku ngalab berkah lebih penting dari pada banyaknya materi..berkah ga bakal habis selagi tidak dihitung..karena berkah tidak mau dihitung...

disekolah kita diajarkan logika berhitung, kalkulasi dsb hingga seolah2 berkat tidak ada..padahal berkah itu ada dan kita disuruh selalu mencari berkah...

Senin, 13 Mei 2013

Khutbah Terakhir Nabi Muhammad SAW

Khutbah Terakhir Nabi Muhammad SAW

9 ZULHIJJAH TAHUN 10 HIJRAH, DI LEMBAH URANAH, GUNUNG 'ARAFAH

"Wahai manusia dengarlah baik-baik apa yang hendak ku katakan !!! Aku tidak mengetahui apakah aku dapat bertemu lagi dengan kamu semua selepas tahun ini. Oleh itu dengarlah dengan teliti kata-kataku ini dan sampaikanlah ia kepada orang-orang yang tidak dapat hadir di sini pada hari ini.

Wahai manusia, sepertimana kamu menganggap bulan ini dan kota ini sebagai suci maka anggaplah jiwa dan harta setiap orang Muslim sebagai amanah suci. Kembalikan harta yang diamanahkan kepada kamu kepada pemiliknya yang berhak.

Janganlah kamu sakiti sesiapapun agar orang lain tidak menyakiti kamu pula. Ingatlah bahwa sesungguhnya kamu akan menemui Tuhan kamu dan Dia pasti akan membuat perhitungan atas segala amalan kamu. Allah telah mengharamkan riba', oleh itu segala urusan yang melibatkan riba' hendaklah dibatalkan mulai sekarang.

Berwaspadalah terhadap syaitan demi keselamatan agama kamu. Dia telah berputus asa untuk menyesatkan kamu dalam perkara-perkara besar maka berjaga-jagalah supaya kamu tidak mengikutinya dalam perkara-perkara kecil.

Wahai manusia, sebagaimana kamu mempunyai hak atas para isteri kamu, mereka juga mempunyai atas kamu. Sekiranya mereka menyempurnakan mereka ke atas kamu maka mereka juga berhak untuk diberi makan dan pakaian dalam suasana kasih sayang.

Layanilah wanita-wanita kamu dengan baik! dan berlemah lembutlah terhadap mereka kerana sesungguhnya mereka adalah teman dan pembantu kamu yang setia. Dan hak kamu ke atas mereka ialah mereka sama sekali tidak boleh memasukkan orang yang kamu tidak sukai ke dalam rumah kamu dan dilarang melakukan zina.

Wahai manusia, dengarlah bersungguh-sungguh kata-kataku ini. Sembahlah Allah, dirikanlah solat lima kali sehari, berpuasalah di Bulan Ramadhan, tunaikanlah zakat dan harta kekayaan kamu dan kerjakanlah ibadah haji sekiranya mampu.

Ketahuilah bahawa setiap Muslim adalah saudara kepada Muslim yang lain. Kamu semua adalah sama; tidak ada seorangpun yang lebih mulia dari yang lainnya kecuali dalam taqwa dan amal soleh.

Ingatlah bahawa kamu akan mengadap Allah pada suatu hari untuk dipertanggungjawabkan atas segala apa yang telah kamu lakukan. Oleh itu, awasilah tindak-tanduk kamu agar jangan sekali-kali kamu terkeluar dari landasan kebenaran selepas ketiadaanku.

Wahai manusia, tidak ada lagi Nabi atau Rasul yang akan datang selepasku dan tidak akan lahir agama baru. Oleh itu wahai manusia, nilailah dengan betul dan fahamilah kata-kataku yang telah disampaikan kepada kamu.

Sesungguhnya aku tinggalkan kepada kamu dua perkara yang sekiranya kamu berpegang teguh dan mengikuti kedua-duanya nescaya kamu tidak akan tersesat selama-lamanya. Itulah Al-Quran dan Sunnahku.

Hendaklah orang-orang yang mendengar ucapanku ini menyampaikannya pula kepada orang lain dan hendaklah orang yang lain itu menyampaikannya pula kepada orang lain dan begitu seterusnya.

Semoga orang yang terakhir yang menerimanya lebih memahami kata-kataku ini dari mereka yang mendengar terus dariku. Saksikanlah Ya Allah, bahawasanya aku telah sampaikan risalah-Mu kepada hamba-hamba- Mu. "

Selasa, 07 Mei 2013

karomah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah

Karomah, bukanlah istilah yang asing di telinga kaum
muslimin. Ia merupakan bagian dari agama ini. Oleh karena
itu, Ahlus Sunnah Wal Jama’ah meyakini adanya karomah
dan sesungguhnya ia datang dari sisi Allah . Tahukah
anda, apa yang dimaksud dengan Karomah?
Definisi Karomah
Karomah adalah kejadian diluar kebiasaan (tabiat manusia)
yang Allah anugerahkan kepada seorang hamba dalam
rangka mengokohkan hamba tersebut dan agamanya.
Adapun sebagian ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
- tidak memiliki pendahuluan tertentu berupa doa,
bacaan, ataupun dzikir khusus;
- terjadi pada seorang hamba yang shalih, baik dia
mengetahui terjadinya (karomah tersebut) ataupun tidak;
- tanpa disertai pengakuan (dari pemiliknya) sebagai
seorang nabi. (Syarhu Ushulil I’tiqad 9/15 dan Syarhu Al
Aqidah Al Wasithiyah 2/298 karya Asy Syaikh Ibnu
Utsaimin)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Dan termasuk
dari prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah ialah meyakini
adanya karomah para wali dan berbagai keluarbiasaan
yang Allah izinkan terjadi melalui tangan-tangan mereka
baik yang berkaitan dengan ilmu, mukasyafat (mengetahui
hal-hal yang tersembunyi), maupun bermacam-macam
keluarbiasaan (kemampuan) atau pengaruh-
pengaruh.” (Syarh Al Aqidah Al Wasithiyah, hal.207).
Karomah ini tetap ada sampai akhir zaman dan lebih
banyak terjadi pada umat ini daripada umat-umat
sebelumnya, yang demikian itu menunjukkan keridhaan
Allah terhadap hamba-Nya dan sebagai pertolongan
baginya dalam urusan dunianya atau agamanya. Namun
bukan berarti Allah benci terhadap orang-orang yang
tidak nampak karomah padanya.
Perkara “Karomah” ini telah tsabit (ditetapkan,
dikokohkan) secara nash baik di dalam Al Qur’an maupun
As Sunnah, bahkan juga secara kenyataan.
Kepada Siapakah Karomah ini Diberikan?
Karomah ini Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya yang
benar-benar beriman serta bertaqwa kepada-Nya, yang
disebut dengan wali Allah . Allah berfirman ketika
menyebutkan tentang sifat-sifat wali-Nya (artinya):
“Ketahuilah sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada
kekhawatiran pada mereka dan tidak pula mereka
bersedih hati, yaitu orang-orang yang beriman dan
mereka senantiasa bertaqwa.” (QS. Yunus: 62-63)
Dalam ayat ini Allah mengkhabarkan tentang keadaan
wali-wali-Nya dan sifat-sifat mereka, yaitu: “Orang-orang
yang beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-
Nya, para Rasul-Nya dan hari akhir serta beriman dengan
takdir yang baik maupun yang buruk.”
Kemudian mereka merealisasikan keimanan mereka dengan
melakukan ketakwaan dengan cara melakukan segala
perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya.
(Taisirul Karimir Rahman karya As Sa’di hal, 368)
Apakah wali Allah itu memiliki atribut-atribut tertentu?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan
bahwa wali-wali Allah itu tidak memiliki sesuatu yang
membedakan antara mereka dengan manusia lainnya dari
perkara-perkara dhahir yang hukumnya mubah seperti:
pakaian, potongan rambut atau kuku. Dan merekapun ada
yang sebagai ahli Al Qur’an, ahli ilmu agama, ahli
berperang, pedagang, pengrajin atau para petani.
(Disarikan dari Majmu’ Fatawa 11/194)
Apakah wali Allah itu harus memiliki karomah?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan
bahwa tidak setiap wali itu harus memiliki karomah.
Bahkan, wali Allah yang tidak memiliki karomah terkadang
lebih utama daripada yang memilikinya. Oleh karena itu,
karomah yang terjadi di kalangan para tabi’in lebih
banyak daripada yang terjadi di kalangan para sahabat,
padahal para sahabat lebih tinggi derajatnya daripada
para tabi’in. (Disarikan dari Majmu’ Fatawa 11/283)
Apakah setiap yang diluar kebiasaan dinamakan
‘Karomah’?
Asy Syaikh Abdul Aziz bin Nashir Ar Rasyid rahimahullah
memberikan suatu kesimpulan bahwa sesuatu yang diluar
kebiasaan ada tiga macam:
? Mu’jizat yang terjadi pada para rasul dan nabi
? Karomah yang terjadi pada para wali Allah
? Tipuan setan yang terjadi pada wali-wali setan
(Disarikan dari At Tanbihaatus Saniyyah hal. 312-313).
Sedangkan untuk mengetahui apakah itu karomah atau
tipu daya setan tentu saja dengan kita mengenal sejauh
mana keimanan dan ketakwaan pada masing-masing orang
yang terjadi padanya keluarbiasaan (wali) tersebut. Al
Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata: “Apabila kalian
melihat seseorang berjalan diatas air atau terbang di
udara maka janganlah mempercayainya dan tertipu
dengannya sampai kalian mengetahui bagaimana dia dalam
mengikuti (tuntunan) Rasulullah r.” (A’lamus Sunnah Al
Manshurah hal. 193)
Beberapa Contoh Karomah
1. Allah berfirman (artinya): “Setiap kali Zakaria masuk
untuk menemui Maryam di mihrob, ia dapati makanan di
sisinya, Zakaria berkata: “Hai Maryam, dari mana kamu
memperoleh makanan ini?”. Maryam menjawab:” Makanan
itu dari sisi Allah, sesungguhnya Allah memberikan rizki
kepada yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.” (QS. Ali ‘Imran:
37)
Asy Syaikh Abdurrahman As Sa’di berkata: “Ayat ini
merupakan dalil akan adanya karomah para wali yang
diluar kebiasaan manusia, sebagaimana yang telah
mutawatir dari hadits-hadits tentang permasalahan ini.
Tidak seperti orang-orang yang mengingkari adanya
karomah ini.” (Taisirul Karimur Rahman, hal: 129)
2. Apa yang terjadi pada “Ashhabul Kahfi” (penghuni
gua). Suatu kisah agung yang terdapat dalam surat Al
Kahfi. Allah berfirman (artinya):
“Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang
beriman kepada Rabb mereka dan kami tambahkan pada
mereka petunjuk.” (QS. Al Kahfi: 13). Mereka ini (Ashabul
Kahfi) sebelumnya hidup di tengah-tengah masyarakat
yang kafir (dengan pemerintahan yang kafir) lalu mereka
lari dari masyarakat itu. Dalam rangka menyelamatkan
agama mereka, kemudian Allah melindungi mereka di dalam
Al Kahfi (gua yang luas yang berada di gunung).
Tatkala Allah telah selamatkan mereka di dalam gua
tersebut, lalu Allah tidurkan mereka dalam waktu yang
sangat panjang, disebutkan dalam ayat (artinya):
“Mereka tinggal dalam gua selama tiga ratus tahun dan
ditambah sembilan tahun (lagi).” (Al Kahfi:25).
3. Diantara karomah para wali yang disebutkan dalam Al
Qur’an adalah apa yang terjadi pada Dzul Qornain yaitu
seorang raja yang shalih yang Allah nyatakan (artinya):
“Sesungguhnya kami telah memberi kekuasaan kepadanya
di muka bumi dan kami telah memberikan kepadanya jalan
untuk mencapai segala sesuatu.” (Al Kahfi :84)
4. Diantara karomah para wali juga apa yang terjadi
pada kedua orang tua seorang anak yang dibunuh oleh
nabi Khidhir yang ketika itu nabi Musa mengatakan:
“Mengapa engkau bunuh jiwa yang bersih padahal dia
tidak membunuh orang lain?”, yang kemudian Khidhir
menjawabnya: “Dan adapun anak itu maka kedua orang
tuanya adalah orang yang mukmin dan kami khawatir
bahwa dia akan menariknya kepada kesesatan dan
kekafiran.” (Al Kahfi:74)
5. Apa yang telah diriwayatkan secara mutawatir
tentang berita salafus shalih dari para sahabat y, tabi’in,
tabiut tabi’in dan generasi setelah mereka tentang
perkara karomah yang terjadi pada diri mereka.
Perbedaan Antara Karomah Dan Perbuatan Syaithan
Ada sesuatu yang bukan mu’jizat dan juga bukan
karomah, dia adalah “Al Ahwal As
Syaithaniyyah” (perbuatan syaithan). Inilah yang banyak
menipu kaum muslimin, dengan anggapan bahwa ia
karomah, padahal justru tidak ada kaitannya dengan
karomah, karena:
- Karomah datangnya dari Allah sedangkan ia jelas
datangnya dari syaithan. Sebagaimana yang terjadi pada
Musailamah Al Kadzdzab dan Al Aswad Al Ansyi (dua
orang pendusta di zaman Rasulullah r yang mengaku
sebagai nabi) dan menyampaikan perkara-perkara yang
ghaib, ini jelas merupakan perbuatan syaithan.
- Demikian pula karomah para wali Allah disebabkan
kuatnya keimanan dan ketaatan mereka kepada Allah .
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: “Barang siapa
yang bertaqwa kepada Allah maka ia pun menjadi wali
Allah .” Sedangkan perbuatan syaithan ini dikarenakan
kufurnya mereka kepada Allah dengan melakukan
kesyirikan-kesyirikan serta kemaksiatan kepada Allah , dan
syarat-syarat tertentu yang harus ia lakukan.
- Karomah merupakan suatu pemberian dari Allah kepada
hamba-Nya yang shalih dengan tanpa susah payah
melakukan pendahuluan tertentu seperti bacaan-bacaan
atau dzikir-dzikir khusus, berbeda dengan perbuatan
syaithan, maka ini terjadi dengan susah payah setelah
sebelumnya ia berbuat syirik atau maksiat kepada Allah .
- Karomah para wali tidak bisa disanggah atau dibatalkan
dengan sesuatupun. Berbeda dengan perbuatan syaithan
yang dapat dibatalkan dengan menyebut nama-nama Allah
atau dibacakan ayat kursi atau yang semisalnya dari
ayat-ayat Al Qur’an. Bahkan Syaikhul Islam menyebutkan
bahwa ada seseorang yang terbang di atas udara
kemudian datang seseorang dari Salafushshalih lalu
dibacakan ayat kursi kepadanya maka seketika itu dia
jatuh dan mati.
- Karomah tidaklah menjadikan seseorang sombong dan
merasa bangga diri, justru dengan adanya karomah ini
menjadikannya semakin bertaqwa kepada Allah dan
semakin mensyukuri nikmat Allah . Adapun perbuatan
syaithan bisa menjadikan seseorang bangga diri atau
sombong dengan kemampuan yang dia miliki serta angkuh
terhadap Allah , sehingga dari sini jelaslah bagi kita akan
hakekat karomah dan perbuatan syaithan.
Syubhat dan Bantahannya
Disana ada beberapa kelompok yang mengingkari adanya
karomah, yaitu: Jahmiyah, Mu’tazilah’ dan sebagian dari
Asy’ariyah. Mereka berdalil dengan syubhat-syubhat yang
dilandasi dengan akal mereka yang rendah. Mereka
mengatakan: “Bahwa terjadinya karomah itu hanya
merupakan perkara yang akan menjadikan kesamaran
antara nabi dengan para wali dan antara wali dengan
Dajjal.”
Bantahan syubhat ini (secara ringkas) adalah:
Pertama: kita yakin dengan keyakinan yang mantap
bahwa karomah itu benar-benar ada, berdasarkan dalil
baik dari Al Qur’an maupun As Sunnah dan kenyataan
yang ada (sebagaimana yang telah disebutkan diatas).
Kedua: ucapan mereka bahwa karomah dapat menjadikan
kesamaran antara wali dengan seorang Nabi, justru
tidaklah demikian, karena wali sama sekali tidak berkaitan
dengan kenabian, dan apa yang terjadi dari karomah itu
dikarenakan kuatnya keimanan dan ketakwaan dia kepada
Allah dan disebabkan waro’nya.
Sedangkan kesamaran yang dikhawatirkan antara wali
Allah dengan Dajjal (wali syaithan), maka sungguh dapat
dilihat dari kehidupan seseorang yang terjadi padanya
keluarbiasaan itu. Kemudian dilihat dari keadaannya
apakah dia seorang yang shalih atau seorang yang fasiq.
Demikianlah timbangan yang benar didalam menghukumi
seseorang yang terjadi padanya perkara-perkara yang
diluar kebiasaan manusia.
Macam-Macam Manusia Dalam Mensikapi Masalah Karomah
Pertama: Orang-orang yang mengingkari adanya karomah
yaitu dari kelompok ahli bid’ah seperti Mu’tazilah,
Jahmiyyah, dan sebagian dari Asy’ariyah. Dengan alasan
yang telah disebutkan diatas.
Kedua: Orang-orang yang bersikap ghuluw (berlebih-
lebihan) dalam menetapkan karomah yaitu dari kalangan
orang-orang “Sufi” dan para “Penyembah kubur”, yang
menganggap segala keluarbiasaan itu sebagai karomah,
tanpa memperhatikan keadaan pelakunya atau pemiliknya.
Ketiga: Orang-orang yang mengimani serta membenarkan
adanya karomah dan mereka tetapkan karomah tersebut
sebagaimana yang terdapat dalam Al Quran dan As
Sunnah. Mereka itu adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
(lihat syarah Al Aqidah Al Wasithiyah karya Asy Syaikh
Shalih bin Fauzan Al Fauzan, hal: 207-208)
Wallahu A’lam bish Shawab.