TEMBOK YA'JUJ MA'JUJ | DAJJAL | YA’JUJ DAN MA’JUJ | al jassasah | wasiat ali bin abi thalib kepada hasan | hilal awal bulan romadhon | bid'ah maulid | bid'ah tahlilan

Sabtu, 20 Desember 2014

ULAMA SYAFIIYAH MENGINGKARI BIDAH 2015

ULAMA SYAFI’IYAH MENGINGKARI BID’AH 1

MELURUSKAN DUSTA FIRANDA WAHABI DALAM ARTIKEL “ULAMA SYAFI’IYAH MENGINGKARI BID’AH”

Ustadz Firanda Andirja seringkali menulis artikel di webnya, dengan mengutip pernyataan ulama Syafi’iyah, lalu disimpulkan sesuai dengan pemahamannya sendiri, bukan pemahaman ulama Syafi’iyah. Misalnya ia menulis artikel berjudul “Ulama Syafi’iyah Mengingkari Bid’ah”, maksudnya mengingkari bid’ah hasanah seperti yang diikuti oleh para ulama Syafi’iyah. Menurut Firanda, maksud bid’ah hasanah yang dikemukakan oleh Syafi’iyah, pada dasarnya bukan bid’ah hasanah yang dipahami oleh pengikutnya sekarang ini, akan tetapi Mashlalah Mursalah. Seakan-akan Firanda mau menggurui para ulama dan ustadz yang bermadzhab Syafi’i dalam memahami kitab-kitab Syafi’iyah. Anehnya, dalam memberikan kesimpulan, Firanda tidak pernah merujuk kepada ulama Syafi’iyah dan tidak pernah jujur dalam mengutip pernyataan para ulama. Berikut format dialognya.
WAHABI (FIRANDA): “Sebagian ulama Syafi’iyah yang memandang adanya bid’ah hasanah, ternyata dikenal membantah bid’ah-bid’ah yang dianggap hasanah. Yang hal ini semakin menunjukan bahwa yang dimaksud oleh mereka dengan bid’ah hasanah adalah maslahah mursalah (silahkan baca kembali artikel Syubhat-Syubhat Para Pendukung Bid’ah Hasanah).”
SUNNI: “Hemat kami, tulisan Anda adakalanya karena Anda tidak menguasai kitab-kitab Syafi’iyah, dan adakalanya Anda berbohong dalam kesimpulan tersebut. Kalau Anda mau jujur, sebenarnya Anda merujuk kepada al-Syathibi yang bermadzhab Maliki dalam kitab al-I’tisham. Al-Syathibi sangat menolak keras yang namanya bid’ah hasanah. Sayang sekali, al-Syathibi menamakan hal-hal yang dianggap bid’ah hasanah dalam madzhab Maliki dengan nama Mashlalah Mursalah. Sementara dalam madzhab Syafi’i, jelas berbeda dengan Madzhab Maliki dalam mengadopsi Mashlalah Mursalah.
Kalau memang benar, kesimpulan Anda, bahwa bid’ah hasanah dalam madzhab Syafi’i adalah Mashlahah Mursalah, silahkan Anda sampaikan, siapa ulama Syafi’iyah yang menyatakan begitu???? Anda tidak akan menemukan. Sedangkan alasan Anda, bahwa para ulama Syafi’iyah yang mengakui bid’ah hasanah, ternyata mengingkari sebagian bid’ah, sebagai bukti bahwa bid’ah hasanah menurut mereka adalah mashlahah mursalah, ini membuktikan kekurangan Anda dalam memahami kitab-kitab Syafi’iyah. Anda harus tahu, bahwa sebagian bid’ah yang diingkari oleh ulama Syafi’iyah, memang bid’ah sayyi’ah menurut ijtihad mereka. Bukan bid’ah hasanah. Di sisi lain, Anda kadang tidak memahami maksud bid’ah yang mereka ingkari, sebagaimana akan dipaparkan dalam tulisan berikut ini.”
WAHABI: “Semakin memperkuat bahwa yang dimaksud oleh para ulama syafi’iyah dengan bid’ah hasanah adalah maslahah mursalah, ternyata kita mendapati mereka keras mengingkari perkara-perkara yang dianggap oleh masyarakat sebagai bid’ah hasanah.”
SUNNI: “Pernyataan Anda membuktikan bahwa pernyataan Anda di atas adalah murni kesimpulan dan penafsiran Anda, bukan pernyataan ulama Syafi’iyah. Setiap madzhab itu memiliki konsep masing-masing, dan berbeda dengan madzhab lain.”
WAHABI: “Pengingkaran Al-Izz bin Abdis Salam terhadap perkara-perkara yang dianggap bid’ah hasanah. Beliau dikenal dengan orang yang keras membantah bid’ah-bid’ah yang disebut-sebut sebagai bid’ah hasanah. Diantara perkara-perkara yang diingkari tersebut adalah bersalam-salaman setelah sholat, sholat roghoib, sholat nishfu sya’ban, mengusap wajah selesai doa, mengirim pahala bacaan qur’an bagi mayat, dan mentalqin mayat setelah dikubur.”
SUNNI: “Bid’ah hasanah dalam madzhab Syafi’i merupakan suatu konsep yang bersifat general (kulli) dalam ilmu fiqih. Sedangkan beberapa hal yang dilarang oleh al-‘Izz bin Abdissalam di atas adalah fatwa yang bersifat kasuistik dan particular (juz’iy). Antara keduanya seharusnya Anda bedakan, kalau Anda memahami ilmu fiqih. Sayang sekali pengetahuan Anda dangkal dalam masalah ini. Terkait dengan bid’ah hasanah, al-‘Izz bin Abdissalam telah berkata dalam kitabnya Qawa’id al-Ahkam (Anda pasti tahu terhadap pernyataan tersebut, cuma Anda tidak memahaminya dengan baik) sebagai berikut:
اْلبِدْعَةُ فِعْلُ مَا لَمْ يُعْهَدْ فِيْ عَصْرِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهِيَ مُنْقَسِمَةٌ إِلَى: بِدْعَةٍ وَاجِبَةٍ، وَبِدْعَةٍ مُحَرَّمَةٍ، وَبِدْعَةٍ مَنْدُوْبَةٍ، وَبِدْعَةٍ مَكْرُوْهَةٍ، وَبِدْعَةٍ مُبَاحَةٍ، وَالطَّرِيْقُ فِيْ مَعْرِفَةِ ذَلِكَ أَنْ تُعْرَضَ الْبِدْعَةُ عَلَى قَوَاعِدِ الشَّرِيْعَةِ: فَإِنْ دَخَلَتْ فِيْ قَوَاعِدِ اْلإِيْجَابِ فَهِيَ وَاجِبَةٌ، وَإِنْ دَخَلَتْ فِيْ قَوَاعِدِ التَّحْرِيْمِ فَهِيَ مُحَرَّمَةٌ، وَإِنْ دَخَلَتْ فِيْ قَوَاعِدِ الْمَنْدُوْبِ فَهِيَ مَنْدُوْبَةٌ، وَإِنْ دَخَلَتْ فِيْ قَوَاِعِد الْمُبَاحِ فَهِيَ مُبَاحَةٌ. وَلِلْبِدَعِ الْوَاجِبَةِ أَمْثِلَةٌ:
أَحَدُهَا: اْلاِشْتِغَالُ بِعِلْمِ النَّحْوِ الَّذِيْ يُفْهَمُ بِهِ كَلاَمُ اللهِ وَكَلاَمُ رَسُوْلِهِ صلى الله عليه وسلم وَذَلِكَ وَاجِبٌ  ِلأَنَّ حِفْظَ الشَّرِيْعَةِ وَاجِبٌ وَلاَ يَتَأَتَّى حِفْظُهَا إِلاَّ بِمَعْرِفَةِ ذَلِكَ، وَمَالاَ يَتِمُّ الْوَاجِبُ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ.
الْمِثالُ الثاَّنِيْ: الْكَلاَمُ فِيْ الْجَرْحِ وَالتَّعْدِيْل لِتَمْيِيْزِ الصَّحِيْحِ مِنَ السَّقِيْمِ.
وَلِلْبِدَعِ الْمُحَرَّمَةِ أَمْثِلَةٌ: مِنْهَا مَذْهَبُ الْقَدَرِيَّةِ، وَمِنْهَا مَذْهَبُ الْجَبَرِيَّةِ، وَمِنْهَا مَذْهَبُ الْمُرْجِئَةِ، وَمِنْهَا مَذْهَبُ الْمُجَسِّمَةِ. وَالرَّدُّ عَلَى هَؤُلاَءِ مِنْ البِدَعِ الوَاجِبَةِ.
وَلِلْبِدَعِ الْمَنْدُوْبَةِ أَمْثِلَةٌ: مِنْهَا: إِحْدَاثُ الْمَدَارِسِ وَبِنَاءُ الْقَنَاطِرِ، وَمِنْهَا كُلُّ إِحْسَانٍ لَمْ يُعْهَدْ فِي الْعَصْرِ اْلأَوَّلِ، وَمِنْهَا صَلاَةُ التَّرَاوِيْحِ.
وَلِلْبِدَعِ الْمَكْرُوْهَةِ أَمْثِلَةٌ: مِنْهَا زَخْرَفَةُ الْمَسَاجِدِ، وَمِنْهَا تَزْوِيْقُ الْمَصَاحِفِ.
وَلِلْبِدَعِ الْمُبَاحَةِ أَمْثِلَةٌ: منها المصافحة عقيب الصبح والعصر. ومِنْهَا التَّوَسُّعُ فِي اللَّذِيْذِ مِنَ الْمَآكِلِ وَالْمَشَارِبِ وَالْمَلاَبِسِ وَالْمَسَاكِنِ، وَلُبْسِ الطَّيَالِسَةِ، وَتَوْسِيْعِ اْلأَكْمَامَ..”أ.هـ (الإمام عزالدين بن عبد السلام، قواعد الأحكام، 2/133).

“Bid’ah adalah mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dikenal (terjadi) pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Bid’ah terbagi menjadi lima; bid’ah wajibah, bid’ah muharramah, bid’ah mandubah, bid’ah makruhah dan bid’ah mubahah. Jalan untuk mengetahui hal itu adalah dengan membandingkan bid’ah pada kaedah-kaedah syariat. Apabila bid’ah itu masuk pada kaedah wajib, maka menjadi bid’ah wajibah. Apabila masuk pada kaedah haram, maka bid’ah muharramah. Apabila masuk pada kaedah sunat, maka bid’ah mandubah. Dan apabila masuk pada kaedah mubah, maka bid’ah mubahah.
Bid’ah wajibah memiliki banyak contoh. Salah satunya adalah menekuni ilmu nahwu sebagai sarana memahami al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini hukumnya wajib, karena menjaga syariat itu wajib dan tidak mungkin dapat menjaganya tanpa mengetahui ilmu nahwu. Sedangkan sesuatu yang menjadi sebab terlaksananya perkara wajib, maka hukumnya wajib. Kedua, berbicara dalam jarh dan ta’dil untuk membedakan hadits yang shahih dan yang lemah.
Bid’ah muharramah memiliki banyak contoh, di antaranya bid’ah ajaran Qadariyah, Jabariyah, Murji’ah dan Mujassimah. Sedangkan menolak terhadap bid’ah-bid’ah tersebut termasuk bid’ah yang  wajib.
Bid’ah mandubah memiliki banyak contoh, di antaranya mendirikan sekolah-sekolah, jembatan-jembatan dan setiap kebaikan yang belum pernah dikenal pada generasi pertama di antaranya adalah shalat tarawih.
Bid’ah makruhah memiliki banyak contoh, di antaranya memperindah bangunan masjid dan menghiasi mushhaf al-Qur’an.
Bid’ah mubahah memiliki banyak contoh, di antaranya berjabatan tangan setelah shalat shubuh dan ashar. Di antaranya menjamah makanan dan minuman yang lezat-lezat, pakaian yang indah, tempat tinggal yang mewah, memakai baju kebesaran dan lain-lain.” (Qawa’id al-Ahkam fi Mashalih al-Anam, 2/133)
Harusnya pernyataan di atas itu yang Anda kutip, berupa konsep al-Izz bin Abdissalam tentang bid’ah hasanah. Dalam pernyataan di atas, al-Izz tidak menyatakan bahwa bid’ah hasanah beliau adalah Mashlalah Mursalah. Karena beliau tidak mengakui Mashlalah Mursalah. Mashalah Mursalah, adalah sumber pengambilan hukum yang diikuti oleh Madzhab Maliki dan Hanbali. Sementara Madzhab Syafi’i dan Hanafi tidak mengakui. Jadi Anda tidak perlu mencampur aduk antara satu madzhab dengan madzhab lain.”
WAHABI: “Berkata Abu Syamah (salah seorang murid Al-‘Iz bin Abdissalam),
“Beliau (Al-‘Iz bin Abdissalam) adalah orang yang paling berhak untuk berkhutbah dan menjadi imam, beliau menghilangkan banyak bid’ah yang dilakukan oleh para khatib seperti menancapkan pedang di atas mimbar dan yang lainnya. Beliau juga membantah sholat rogoib dan sholat nishfu sya’ban dan melarang kedua sholat tersebut” (Tobaqoot Asy-Syafi’iah al-Kubro karya As-Subki 8/210, pada biografi Al-‘Iz bin Abdissalam)

SUNNI: “Kutipan Anda di atas semakin menguatkan bahwa yang dimaksud bid’ah hasanah dalam madzhab Syafi’i bukan Mashlahah Mursalah. Mengapa demikian? Selain karena alasan di atas, juga al-Izz bin Abdissalam melarang beberapa kasus di atas, itu bukan karena hal tersebut dianggap bid’ah hasanah oleh Syafi’iyah. Akan tetapi karena menurut hemat beliau, karena hal di atas tidak memiliki dalil syar’iy yang otoritatif (mu’tabar). Terbukti, shalat raghaib dan nishfu Sya’ban masih diperdebatkan di kalangan Syafi’iyah, seperti al-Hafizh Ibnus-Shalah al-Syafi’i, yang semasa dengan al-‘Izz, justru mendukung shalat tersebut. Silahkan Anda baca, Musajalah ‘Ilmiyyah, kitab polemik antara al-‘Izz dengan Ibnus-Shalah yang dittahqiq oleh al-Albani (panutan Anda), terbitan Zuhair Syawisy, di Maktab Islami (Wahabi) Damaskus.”
WAHABI: “Beliau (Al-Izz) berpendapat dalam fatwanya :
1) Berjabat tangan setelah sholat subuh dan ashar termasuk bid’ah kecuali bagi orang yang baru datang dan bertemu dengan orang yang dia berjabat tangan dengannya sebelum sholat, karena berjabat tangan disyari’atkan tatkala datang.
2) Imam As-Syafi’i suka agar imam berpaling setelah salam.
3) Dan tidak disunnahkan mengangkat tangan tatkala qunut sebagaimana tidak disyari’atkan mengangkat tangan tatkala berdoa di saat membaca surat al-Fatihah dan juga tatkala doa diantara dua sujud…
4) Dan tidaklah mengusap wajah setelah doa kecuai orang jahil.
5) Dan tidaklah sah bersholawat kepada Nabi tatkala qunut,
 (Kittab Al-Fataawaa karya Imam Al-‘Izz bin Abdis Salaam hal 46-47,.”
SUNNI: “Pernyataan di atas adalah fatwa dalam hukum-hukum yang bersifat partikular (juz’iy), tetapi Anda naikkan menjadi konsep kaedah tentang anti bid’ah hasanah yang bersifat general (kulliy). Bukankah ini suatu kebodohan??? Sekarang kami akan membahas fatwa al-Izz di atas satu persatu:
1)  Berjabat tangan setelah sholat subuh dan ashar termasuk bid’ah kecuali bagi orang yang baru datang dan bertemu dengan orang yang dia berjabat tangan dengannya sebelum sholat, karena berjabat tangan disyari’atkan tatkala datang.
TANGGAPAN: Pertanyaannya di sini adalah, berjabat tangan setelah shalat di atas, termasuk bid’ah yang mana? Apakah bid’ah dholalah yang finnar seperti pendapat Firanda? Ternyata al-‘Izz sudah menegaskan dalam kitabnya yang lain, yaitu Qawa’id al-Ahkam:
وَلِلْبِدَعِ الْمُبَاحَةِ أَمْثِلَةٌ: منها المصافحة عقيب الصبح والعصر. (العز بن عبد السلام، قواعد الأحكام 2/134).
“Bid’ah mubahah memiliki banyak contoh, di antaranya berjabatan tangan setelah shalat shubuh dan ashar.” (Qawa’id al-Ahkam fi Mashalih al-Anam, 2/133)
Jadi ternyata berjabat tangan seusai shalat masih sebatas bid’ah yang mubah (boleh dilakukan) menurut al-Izz. Kalau Firanda kan mengartikan itu haram dan dholalah. Beda kan? Karena sebatas mubah, ya tidak perlu Anda perangi. Seperti halnya ada orang suka makan bakso, ya tidak perlu diperangi.
2) Imam As-Syafi’i suka agar imam berpaling (pergi) setelah salam.
TANGGAPAN: Anda tidak menjelaskan maksud perkataan al-Imam al-Syafi’i, tentang pergi setelah salam bagi imam. Apakah kalau ia masih duduk-duduk wiridan, dihukumi bid’ah dholalah? Atau kalau ia masih berdzikir dengan keras, dihukumi bid’ah dholalah? Anda tidak menjelaskan hal ini. Al-Imam al-Syafi’i menjelaskan dalam al-Umm sebagai berikut:
باب كلام الامام وجلوسه بعد السلام قال الشافعي قال عن أم سلمة زوج النبي صلى الله عليه وسلم قالت كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا سلم من صلاته قام النساء حين يقضى تسليمه ومكث النبي صلى الله عليه وسلم في مكانه يسيرا لكى ينفذ النساء قبل أن يدركهن من انصرف من القوم قال الشافعي عن ابن عباس قال كنت: أعرف انقضاء صلاة رسول الله صلى الله عليه وسلم بالتكبير قال الشافعي عن عبد الله بن الزبير يقول كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا سلم من صلاته يقول بصوته الاعلى ” لا إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كل شئ قدير ولا حول ولا قوة إلا بالله ولا نعبد إلا إياه له النعمة وله الفضل وله الثناء الحسن لا إله إلا الله مخلصين له الدين ولو كره الكافرون ” (قال الشافعي) وهذا من المباح للامام وغير المأموم قال وأى إمام ذكر الله بما وصفت جهرا أو سرا أو بغيره فحسن واختيار للامام والمأموم أن يذكر الله بعد الانصراف من الصلاة ويخفيان الذكر إلا أن يكون إماما يجب أن يتعلم منه فيجهر حتى يرى أنه قد تعلم منه ثم يسر (قال الشافعي) وأحسبه إنما جهر قليلا ليتعلم الناس منه ذلك واستحب أن يذكر الامام الله شيئا في مجلسه قدر ما يتقدم من انصرف من النساء قليلا كما قالت أم سلمة ثم يقوم وإن قام قبل ذلك أو جلس أطول من ذلك فلا شئ عليه وللمأموم أن ينصرف إذا قضى الامام السلام قبل قيام الامام وأن يؤخر ذلك حتى ينصرف بعد انصراف الامام أو معه أحب إلى له وأستحب للمصلى منفردا وللمأموم أن يطيل الذكر بعد الصلاة ويكثر الدعاء رجاء الاجابة بعد المكتوبة. (الأم للإمام الشافعي, 1/150 – 151 ، بتصرف).

“Bab ucapan imam dan duduknya setelah salam (dalam shalat berjamaah).
1) Al-Syafi’i berkata, dari Ummu Salamah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila mengucapkan salam dari shalatnya, maka kaum wanita pergi ketika beliau selesai salam. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam masih diam di tempatnya sebentar, agar kaum wanita selesai, sebelum disusul oleh kaum yang pergi (beranjak dari shalat).
2) Al-Syafi’i berkata, dari Ibnu Abbas berkata, “Aku mengetahui selesainya shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan suara takbir.”
3) Al-Syafi’i berkata, dari Abdullah bin Zubair, berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila salam dari shalatnya, maka berkata dengan suaranya yang keras, laa ilaaha ilallallaah wahdahu laa syariika lah lahul mulku walahul hamdu wahuwa ‘ala kulli syay’in qadiir walaa haula wala quwwata illa billaah wala a’budu illa iyyaah lahun ni’matu walahul fahdlu walahu al-tsana’ul hasan laa ilaaha illallaah mukhlishiin lahuddiin walau karihal kaafiruun.” Al-Syafi’i berkata: “Mengeraskan bacaan ini termasuk mubah/boleh bagi imam, selain makmum.”
4) Al-Syafi’i berkata, imam siapapun yang berdzikir kepada Allah dengan apa yang aku terangkan, denga suara keras atau pelan, adalah bagus.
5) Aku memilih bagi imam dan makmum untuk berdzikir kepada Allah setelah berpaling dari shalat, dan menyamarkan dzikir. Kecuali apabila ia seorang imam yang ingin dipelajari dzikirnya, maka ia mengeraskan sampai melihat bahwa orang telah benar-benar belajar darinya, kemudian memelankan.
6) Al-Syafi’i berkata: “Aku mengira, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, mengeraskan suaranya sedikit, agar orang-orang belajar darinya hal itu.”
7) Aku menganjurkan agar imam berdzikir kepada Allah di majlisnya sekedarnya, kira-kira orang-orang perempuan yang pergi dapat maju sedikit sebagaimana dikatakan oleh Ummu Salamah, kemudian imam berdiri (pergi). Dan apabila ia pergi sebelum itu, atau duduk lebih lama lagi, maka tidak ada apa-apa baginya.
8) Makmum boleh pergi apabila imam selesai shalat, sebelum berdirinya imam. Dan ia mengakhirkan hal itu sehingga ia pergi setelah perginya imam, atau bersamanya, lebih aku sukai.
9) Aku menganjurkan bagi orang yang shalat sendirian, dan bagi makmum agar berlama-lama dzikir setelah shalat dan banyak berdoa, karena mengharap terkabulnya doa setelah shalat maktubah (fardhu). (Al-Imam al-Syafi’i radhiyallahu ‘anhu, al-Umm, 1/150-151, dengan disederhanakan).
Perhatikan, dalam pernyataan Imam al-Syafiii di atas, tidak ada vonis bid’ah dholalah bagi imam atau makmum yang berdzikir lama setelah shalat. Bahkan beliau memberikan kebebasan.
3) Dan tidak disunnahkan mengangkat tangan tatkala qunut sebagaimana tidak disyari’atkan mengangkat tangan tatkala berdoa di saat membaca surat al-Fatihah dan juga tatkala doa diantara dua sujud…
TANGGAPAN: “Mengangkat tangan dalam doa qunut, dalam madzhab Syafi’i hukumnya diperselisihkan. Imam al-‘Izz memilih pendapat yang membid’ahkan. Tetapi masih bid’ah mubahah, bukan makruhah apalagi madzmumah. Dalam hal ini, Imam an-Nawawi berkata:
حكم رفع اليدين في دعاء القنوت
اختلف أصحابنا في رفع اليدين في دعاء القنوت ومسح الوجه بهما على ثلاثة أوجه‏:‏ أصحّها أنه يستحبّ رفعهما ولا يمسح الوجه‏.‏ والثاني‏:‏ يرفع ويمسحه‏.‏ والثالث‏:‏ لا يمسحُ ولا يرفع‏.‏ واتفقوا على أنه لا يمسح غير الوجه من الصدر ونحوه، بل قالوا‏:‏ ذلك مكروه‏.‏
“Hukum mengangkat kedua tangan dalam doa qunut.
Pengikut Syafi’iyah telah berselisih tentang mengangkat kedua tangan dalam doa qunut dan mengusap wajah dengannya, atas 3 pendapat. Pendapat yang paling shahih adalah, disunnahkan mengangkat kedua tangan dan tidak mengusap wajah. Pendapat kedua, mengangkat dan mengusap. Pendapat kitga, tidak mengusap dan tidak mengangkat. Mereka bersepakat, bahwa tidak mengusap selain wajah, seperti dada dan sesamanya. Bahkan mereka berkata, hal demikian adalah makruh.” (Al-Imam an-Nawawi, al-Adzkar, hal. 127).
4) Dan tidaklah mengusap wajah setelah doa kecuai orang jahil.
TANGGAPAN: Mengusap wajah setelah doa, diperselisihkan di kalangan ulama, antara yang mengatakan sunnah dan tidak sunnah. Tetapi pendapat yang kuat dalam madzhab Syafi’i adlah sunnah. Al-Imam an-Nawawi berkata dalam al-Majmu’ sebagai berikut:
“ومن آداب الدعاء كونه في الأوقات والأماكن والأحوال الشريفة واستقبال القبلة ورفع يديه ومسح وجهه بعد فراغه وخفض الصوت بين الجهر والمخافتة” ([7])).
“Di antara etika/adab doa adalah, berdoa dalam waktu-waktu, tempat-tempat, dan keadaan-keadaan yang mulia, menghadap qiblat, mengangkat kedua tangan, mengusap wajah sesudahnya, memelankan suara antara keras dan berbisik.” (Al-Majmu’, 4/487).
Imam al-Nawawi memastikan dalam kitab al-Tahqiq bahwa mengusap wajah adalah disunnahkan, sebagaimana dikutip oleh Syaikhul Islam Zakariya dan al-Khathib al-Syirbini. (Lihat, Asnal Mathalib 1/160 dan Mughnil Muhtaj 1/370). Bahkan al-Imam al-Buhuti al-Hanbali, ulama madzhab Hanbali yang diikuti oleh Wahabi berkata:
“(ثُمَّ يَمْسَحُ وَجْهَهُ بِيَدَيهِ هُنَا) أي: عقب القنوت (وَخَارَجَ الصَّلَاةِ) إِذَا دَعَا”
“Kemudian mengusp wajahnya di sini, (sesudah qunut) dan di luar shalat apabila berdoa”.  (Lihat, al-Buhuti, Syarh Muntaha al-Iradat 1/241, al-Mirdawi, al-Inshaf 2/173 dan al-Buhuti, Kasysyaf al-Qina’, 1/420).
Sedangkan dalil mengusap wajah setelah doa adalah hadits-hadits berikut:
فعن عمر رضي الله تعالى عنه قال: {كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ إِذَا مَدَّ يَدَيهِ فِي الدُّعَاءِ لَمْ يَرُدَهُمَا حَتَّى يَمْسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ}  أخرجه الترمذي في كتاب «الدعوات» باب «رفع الأيدي في الدعاء» حديث (3386)، وأخرجه الحاكم في مستدركه (1/719) في كتاب «الدعاء» حديث (1967).
“Umar radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila mengangkat kedua tangannya dalam doa, tidak mengembalikannya sehingga mengusap wajahnya dengan kedua tangan tersebut.” (HR al-Tirmidzi [3386], al-Hakim [1/719 no 1967]).
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Bulugh al-Maram, “Hadits tersebut diriwayatkan oleh al-Tirmidzi, dan memiliki banyak penguat (syawahid) antara lain hadits Ibnu Abbas oleh Abu Dawud dan lainnya. Komposisi semuanya memutuskan bahwa hadits tersebut adalah hadits hasan.”
5) Dan tidaklah sah bersholawat kepada Nabi tatkala qunut,
TANGGAPAN: Membaca sholawat di dalam qunut juga diperselisihkan di kalangan ulama. Ibnul Qayyim berkata: “Tempat ketiga, di antara tempat-tempat bersolawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah di akhir qunut, disunnahkan oleh Imam al-Syafi’i dan yang sependapat dengan beliau. Beliau berhujjah dengan hadits al-Hasn bin Ali (akhir qunut nya ada sholawatnya). Hadits ini memang tentang qunut witir, kemudian dipindah ke qunut sholat shubuh berdasarkan qiyas. Kemudian Ibnul Qayyim juga menyebutkan sholawat dalam qunut sholat witir pada masa Khalifah Umar.
Pembacaa sholawat dalam qunut juga diriwayatkan dari shahabat Abu Halimah Mu’adz bin al-Harits, yang ditugasi Khalifah Umar menjadi Imam Taraweh ketika Ubay bin Ka’ab berhalangan. Riwayat ini mauquf yang shahih. Juga ada riwayat dari al-Zuhri dan Ayyub yang shahih tentang sholawat dalam qunut dari kalangan shahabat.
Dengan demikian, membaca sholawat dalam qunut memiliki dasar yang kuat. Silahkan And abaca, Jala-ul Afham karya Ibnu Qayyimil Jauziyah (hal. 204), dan al-Qaul al-Badi’ (hal. 261-263) karya al-Hafizh al-Sakhawi tentang dasar tersebut.
Bahkan al-Albani juga menganjurkan membaca sholawat dalam qunut, sebagaimana ia jelaskan dalam Talkhish Shifat Sholat-nya. Wallahu a’lam.
WAHABI: “Beliau juga menyatakan bahwasanya mentalqin mayat setelah dikubur merupakan bid’ah (lihat kitab fataawaa beliau hal 96)”
SUNNI: “Talqin ini juga diperselisihkan di kalangan fuqaha, antara yang menganjurkan dan yang tidak menganjurkan.
Madzhab Hanafi, berpendapat bahwa Talqin itu hukumnya boleh, dan sebagian menganjutkannya. (Al-Binayah ‘ala al-Hidayah 3/208-209, Raddul Muhtar 1/571, dan I’la-us Sunan 8/210-211).
Madzhab Maliki juga membolehkan, berdasarkan hadits riwayat al-Thabarani dari Abu Umamah. Lihat al-Mi’yar 1/412.
Madzhab Syafi’i menganjurkan talqin sebagaimana ditegaskan oleh Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ 5/273-274.
Madzhab Hanbali juga menganjurkan menurut pendapat mu’tamad mereka, seperti ditegaskan oleh Ibn Muflih (al-Furu’ 2/2755), al-Buhuti (Kasysyaf al-Qina’ 2/135). Dengan demikian, masalah Talqin termasuk masalah khilafiyah, tetapi dibolehkan dan dianjurkan oleh mayoritas ulama. Wallahu a’lam.
WAHABI: B.   Pengingkaran Imam As-Syafi’i terhadap perkara-perkara yang dianggap bid’ah hasanah
Para imam madzhab syafiiyah telah menukil perkataan yang masyhuur dari Imam As-Syafii, yaitu perkataan beliau;
مَنِ اسْتَحْسَنَ فَقَدْ شَرَّعَ
“Barangsiapa yang menganggap baik (suatu perkara) maka dia telah membuat syari’at”
(Perkataan Imam As-Syafi’i ini dinukil oleh para Imam madzhab As-Syafi’i, diantaranya  Al-Gozaali dalam kitabnya Al-Mustashfa, demikian juga As-Subki dalam Al-Asybaah wa An-Nadzooir, Al-Aaamidi dalam Al-Ihkaam, dan juga dinukil oleh Ibnu Hazm dalam Al-Ihkaam fi Ushuul Al-Qur’aan, dan Ibnu Qudaamah dalam Roudhotun Naadzir)
SUNNI: Anda saja yang tidak paham dengan perkataan di atas. Itu maksudnya madzhab Syafi’i menolak konsep istihsan sebagai sumber pengambilan hukum syar’iy. Sementara madzhab Hanafi, Maliki dan Hanbali (yang diikuti oleh Wahabi), menganggap istihsan termasuk salah satu sumber hukum syar’iy. Tolong Anda fahami dengan benar masalah ini.
Imam al-Syafi’i memiliki konsep yang jelas dalam menerima bid’ah hasanah. Beliau berkata:
اَلْمُحْدَثَاتُ ضَرْبَانِ: مَا أُحْدِثَ يُخَالِفُ كِتَابًا أَوْ سُنَّةً أَوْ إِجْمَاعًا فَهُوَ بِدْعَةُ الضَّلالَةِ وَمَا أُحْدِثَ فِي الْخَيْرِ لاَ يُخَالِفُ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَهُوَ مُحْدَثَةٌ غَيْرُ مَذْمُوْمَةٍ. (الحافظ البيهقي، مناقب الإمام الشافعي، ١/٤٦٩).
“Bid’ah (muhdatsat) ada dua macam; pertama, sesuatu yang baru yang menyalahi al-Qur’an atau Sunnah atau Ijma’, dan itu disebut bid’ah dhalalah (tersesat). Kedua, sesuatu yang baru dalam kebaikan yang tidak menyalahi al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’ dan itu disebut bid’ah yang tidak tercela”. (Al-Baihaqi, Manaqib al-Syafi’i, 1/469).
Bersambung —
Wallahu a’lam.
Wassalam
Muhammad Idrus Ramli

Senin, 31 Maret 2014

Dajjal dan 7 perjanjian

Dajjal itu punya 7 perjanjian kpd Allah
Tiga di antara tidak di benerkan oleh Allah yaitu memasuki
1.Tanah mekkah
2.Tanah madinah
3.Tanah jerusallem
Tapi tidak dg bala tentara nya/boneka nya...
3 tempat suci itu akan di hinakan oleh para pengikut dajjal sebelum kemunculan nya..
Makkah madinah dengan wahabi nya
Jerussalem dg israel..
Rasullullah di riwayatkan oleh abu dawud kiamat tidak akn terjadi sebelum pembangunan bayt al maqdis dan penghancuran yatsrib dan penghancuran yastrib dst...
Tahap2 itu telah lama berlangsung dan masih berlangsung..
Bayt al maqdis adalah membangun kembali kejayaan kaum yahudi,,
Lihat saja mrk menguasai yerussalem dan menindas palestina dan membangun rumah(bayt)
Sampai masa nya para yahudi dan nasrani tidak akan memerdekakan palestina..
Palestina sbg objek merka terhadap satu pengalihan isu bahwa antek2 dajjal sedang membangun sebuah kuil di israel yg mana kelak sbg tempat pemujaan bagi penggikut dajjal
Kuil tersebut sudah di bangun tapi di rahasiakan dan isu di alihkan penjajahan mrk kepalestina agar umat-umat islam tidak mencium rencana merk..
Kedua yatsrib ya si wahabi
Makkah dan madinah saat ini bak las vegas dan yatsrib sbg sumber pengetahuan umat islam pertama kali yg hanya tersisa sejarah tanpa bukti..
Wahabi dan israel adalah antek2 nya dajjal untuk menghancurkan islam
Wahabi dg memecah umat islam dari dalam dg ajaran radikal nya dan membuat umat islam takut berjihad krn di anggap teroris hingga palestina terbengkalai dan penjajahan israel atas palestina adalah pengalihan isu atas di bangun na bayt al maqdis...
Fitnah-fitnah sangat hebat dan yg pasti jantung-jantung umat islam yaitu 3 kota suci adalah senjt terhebat untuk menggerogoti islam dari dalam
Terutama madinah dan makkah...
Dajjal tidak akan bisa menyentuh 3 tanah suci umat islam tetapi tidak antek2 nya.

Minggu, 09 Februari 2014

Fatwa sayyid Abdur Rahman bin Musthofa Al Idrus

Fatwa sayyid Abdur-Rahman bin Musthofa Al-Idrus 
Al-Allamah sayyid Abdurrohman bin musthofa Al-Idrus ( tinggal di mesir ), menyatakan (dalam penjelasan Beliau tentang sholawatnya sayyid Ahmad Al-Badawi. 
Komentar ini di tulis dalam kitab yang berjudul ”Miraatu Al-Syumus fi manaqibi Aali Al-Idrus “): 
bahwa di akhir zaman nanti, ketika sudah tidak di temukan seorang murobbi (Mursyid) yang memenuhi syarat, tidak ada satu pun amalan yang bisa mengantarkan seseorang wushul (ma’rifat) kepada Allah kecuali bacaan Sholawat kepada Nabi SAW, baik dalam keadaan tidur maupun terjaga. 
Kemudian setiap amalan itu mungkin di terima dan mungkin juga di tolak kecuali bacaan sholawat kepada Nabi SAW yang pasti di terima, karena memuliakan kepada Nabi Sayyid Abdur Rohman meriwayatkan keterangan tersebut berdasarkan kesepakatan ulama’. Ketahuilah sesungguhnya para ulama’ telah sepakat atas diwajibkannya 
membaca “Sholawat dan Salam” untuk Baginda Nabi SAW. Kemudian mereka berselisih pendapat mengenai “kapan” kewajiban itu harus dilaksanakan?. 
Menurut Imam Malik, cukup sekali dalam seumur. Menurut Asy-Syafi’i, wajib dibaca pada tasyahud akhir dalam sholat fardhu. Menurut ulama’ lainnya, wajib dibaca satu kali dalam setiap majlis. Ada juga ulama’ yang berpendapat, wajib dibaca setiap kali mendengar nama nabi disebut. Dan ada juga yang mengatakan wajib untuk memperbanyak sholawat, tanpa di batasi bilangan tertentu. 
Secara umum, membaca sholawat kepada nabi, merupakan hal yang agung dan keutamaannya pun sangat banyak. Membaca sholawat, merupakan bentuk ibadah, yang paling utama dan paling besar pahalanya. Sampai-sampai sebagian kaum “arifin”, mengatakan : 
“sungguhnya sholawat itu, bisa mengantarkan pengamalnya untuk ma’rifat kepada Allah, meskipun tanpa guru spiritual ( mursyid )” . Karena guru dan sanadnya, langsung melalui Nabi. Ingat ! setiap sholawat yang dibaca seseorang selalu diperlihatkan kepada beliau dan beliau membalasnya dengan do’a yang serupa ( artinya nabi tahu siapa saja yang membaca sholawat kepada beliau dan nabi menjawab sholawat dengan do’a yang serupa kepada pembacanya tadi ). 
Hal ini berbeda dengan dzikir-dzikir ( selain sholawat ) yang harus melalui bimbingan guru spiritual/mursyid, yang sudah mencapai maqom ma’rifat. Jika tidak demikian, maka akan dimasuki syaithon, dan pengamalnya tidak akan mendapat manfaat apapun”. 
( Hasyisyah Ash-Showi ‘la Al-Jalalain, Hal :287,Juz III, Toha Putra ) 
KEUTAMAAN SHOLAWAT 
Berikut beberapa keutamaan shalawat dan hal-hal yang berkenaan dengannya yang di kutip dari Kitab Nashaihud Diniyyah Wal Washayal Imaniyah, Karya Al Habib Abdullah Bin Alawi Al Haddad, seorang ulama besar abad 17. 
Shalawat untuk Rasulullah SAW memiliki keutamaan yang besar dan menghasilkan manfaat yang banyak di dunia dan akhirat bagi orang-orang yang banyak mengucapkannya. Allah Ta’ala dalam Firman Nya yang maksudnya, 
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah penghormatan kepadanya”. [Al Ahzab:56] 
Cukuplah bagimu apa yang di sebutkan Allah SWT di atas sebagai penghormatan dan pengagungan bagi Nabi Nya serta dorongan bagi para hamba Nya yang mu’min untuk mengucapkan shalawat dan salam baginya. 
Nabi Muhammad SAW Bersabda “Barangsiapa bershalawat untukku sekali, maka Allah Bershalawat untuknya 10 kali.” 
Seorang alim berkata, “Andaikata Allah bershalawat untuk hamba sepanjang umurnya sekali, niscaya hal itu telah cukup baginya sebagai kehormatan dan kemuliaan.” 
Maka bagaimana dengan 10 shalawat untuk setiap shalawat yang di ucapkan muslim untuk Nabinya? Maka Segala Puji bagi Allah atas karunia Nya yang banyak dan pemberian Nya yang besar. 
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa bershalawat untukku sekali, maka Allah bershalawat untuknya 10 kali, dan mengangkat baginya 10 derajat, menulis baginya 10 kebaikan dan menghapus darinya 10 kesalahan.” 
Nabi SAW juga bersabda “Orang yang paling banyak mendapat perhatianku pada hari kiamat ialah orang yang paling banyak shalawatnya untukku”. 
Nabi SAW bersabda “Barangsiapa mengucapkan; ‘ Allahumma Shalli ‘Alaa Muhammad Wa Anzilhu al-Maq’adal Muqarrab ‘indaka Yaumal Qiyaamah.’ (Ya Allah bershalawatlah untuk Muhammad dan tempatkan dia di tempat yang dekat di sisi Mu pada hari kiamat), maka Wajiblah ia mendapat syafa’atku”. 
Dalam sabdanya SAW,”Barangsiapa mengucapkan, Jazallahu ‘Anna Muhammad Maa Huwa Ahluhu (Semoga Allah membalas jasa Muhammad terhadap kami sebagaimana mestinya), maka ia pun telah memayahkan 70 malaikat menulis selama 1000 pagi” 
Rasulullah SAW bersabda “Bershalawatlah kalian untukku di mana pun kalian berada, karena shalawatmu sampai kepadaku.” 
Di riwayakan bahwa Allah mempunyai Malaikat-malaikat yang berkeliling bumi menyampaikan kepada Nabi SAW, Shalawat dari ummatnya yang bershalawat untuknya. 
Diriwayatkan pula bahwa tidaklah seorang dari ummatnya memberi salam kepadanya, melainkan Allah mengembalikan ruhnya yang mulia kepadanya hingga menjawab salamnya. Telah di riwayatkan pula jawaban yang berlipat atas siapa yang memberi salam Kepada nya SAW. 
Nabi SAW bersabda, “Telah menjadi hina orang yang namaku di sebut di dekatnya, namun ia tidak bershalawat untukku” 
Rasul SAW bersabda, “Barangsiapa yang aku di sebut di dekatnya, namun tidak mengucapkan shalawat untukku, ia pun telah menyimpang dari jalan syurga” 
Nabi SAW bersabda, “Perbanyaklah mengucapkan shalawat untukku pada hari jum’at, karena shalawat untukku di tunjukkan kepadaku pada setiap Jum’at. Maka yang terdekat di antara mereka kedudukannya dariku pada hari kiamat ialah yang paling banyak bershalawat kepada ku”. 
Nabi SAW juga bersabda, “Bershalawatlah kalian untukku pada malam yang cemerlang dan hari yang indah.” Yakni, malam Jum’at dan siangnya. 
Oleh karena itu setiap mu’min patut memperbanyak shalawat untuk Rasul SAW dalam seluruh waktunya dan pada malam Jum’at dan siangnya secara khusus. Hendaklah ia menggabungkan salam dengan shalawat untuknya. Allah telah menyuruh mengucapkan keduanya bersama-sama. 
Di sebutkan dalam hadits dari Allah Ta’ala bahwa Dia berkata kepada Nabi SAW, “Barangsiapa bershalawat untukmu, Aku pun bershalawat untuknya. Dan siapa mengucapkan salam untukmu, Aku pun mengucapakan salam untuknya”. 
Barangsiapa mengucapkan shalawat dan salam untuk Nabi SAW, hendaknya ia ucapkan shalawat dan salam untuk keluarga Nabi SAW sesudahnya, karena Beliau SAW menyukai hal itu bagi mereka. Telah di riwayatkan banyak hadits mengenai hal itu. Disebutkan dalam suatu atsar bahwa shalawat yang di dalamnya tidak terdapat shalawat untuk keluarga Nabi Muhammad SAW maka shalawat tersebut di namakan shalawat yang buntung. Wallahu A’laam.. 
Di sarikan dari terjemahan Kitab Nashaihud Diniyyah Wal Washayal Imaniyyal. Sayyid Zaid Husain Al Hamid. Diterbitkan oleh Mutiara Ilmu Surabaya. Cetakan Pertama, Shafar 1423 H. 
SELALU MEMBACA SHOLAWAT 
Rasulullah SAW pernah bersabda, 
“Barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah akan memberinya rahmat kepadanya sepuluh kali.” 
Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali ra di dalam kitabnya, Ihya, mengemukakan hadis dari Abdul Wahid bin Zaid yang menuturkan sebagai berikut. 
Pada suatu hari, saya bersama seorang teman keluar meninggalkan rumah untuk suatu keperluan. teman saya tidak henti-hentinya mengucapkan shalawat, baik di saat sedang berdiri, duduk, bergerak maupun diam. Ketika kutanyakan hal itu kepadanya, ia menjawab : 
Anda saya beritahu soal itu. Dahulu saya bersama ayah pergi ke Makkah untuk pertama kali. Dalam perjalanan berangkat saya ketiduran di suatu tempat. Dalam mimpi saya melihat seorang datang mendekatiku, lalu berkata, 
“Bangunlah. Allah telah mewafatkan ayahmu dalam keadaan wajahnya kehitam-hitaman!” 
Saya bangun dalam keadaan takut dan bingung. Ayah kuhampiri dan kubuka kain penutup mukanya. Ternyata benar, ia telah menjadi mayit dan wajahnya tampak kehitam-hitaman. Saya sungguh ketakutan sekali. Beberapa saat kemudian, dalam keadaan bingung dan sedih, saya tertidur kembali. 
Kali ini saya mimpi lagi melihat empat orang lelaki berkulit hitam, masing-masing memegang tongkat besi. Tiba-tiba datang seorang lelaki berwajah rupawan berpakaian warna hijau. Kepada orang-orang yang berkulit hitam itu ia berkata, 
“Menyingkirlah kalian semua!.” 
Lelaki rupawan itu lalu mengusap-usap muka ayahku dengan tangannya. Lalu mendekatiku seraya berkata,
“Hai, bangunlah. Allah telah memutihkan muka ayahmu.” 
Aku bertanya, 
“Anda siapa?.” 
Ia menjawab, 
“Aku Muhammad.” 
Ketika bangun, saya segera menghampiri ayah dan kubuka kain penutup mukanya, dan ternyata wajahnya tampak keputih-putihan. Sejak itu saya tidak pernah meninggalkan shalawat kepada Rasulullah. 
[Disarikan dari Mutiara Zikir & Doa, Al-Habib Alwi bin Ahmad Alhaddad, hal. 111, cetakan I, penerbit Pustaka Hidayah]

Sabtu, 08 Februari 2014

Ciri Ciri Wahabi

Mohon disebarkan

Ciri Ciri Wahabi
AQIDAH
1. Membagi Tauhid menjadi 3 bagian yaitu:
(a). Tauhid Rububiyyah: Dengan tauhid ini, mereka mengatakan bahwa kaum
musyrik Mekah dan orang- orang kafir juga mempunyai tauhid.
(b). Tauhid Uluhiyyah: Dengan tauhid ini, mereka menafikan tauhid umat Islam yang bertawassul, beristigathah dan bertabarruk sedangkan ketiga-tiga perkara tersebut diterima oleh jumhur ulama‟ Islam khasnya ulama‟ empat Imam madzhab.
(c.) Tauhid Asma’ dan Sifat: Tauhid versi mereka ini bisa menjerumuskan umat islam ke lembah tashbih dan tajsim kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala seperti: Menterjemahkan istiwa’ sebagai bersemayam/
bersila Merterjemahkan yad sebagai tangan Menterjemahkan wajh sebagai muka Menisbahkan jihah (arah)kepada Allah (arah atas –jihah ulya) Menterjemah janb sebagai lambung/rusuk Menterjemah nuzul sebagai turun dengan dzat Menterjemah saq sebagai betis Menterjemah ashabi’
sebagai jari-jari, dll Menyatakan bahawa Allah SWT mempunyai “surah” atau rupa Menambah bi dzatihi haqiqatan [dengan dzat secara hakikat] di akhir setiap ayat-ayat mutashabihat
2. Memahami ayat-ayat
mutashabihat secara zhahir tanpa
penjelasan terperinci dari ulama-
ulama yang mu’tabar
3. Menolak asy-Sya’irah dan al-
Maturidiyah yang merupakan
ulama’ Islam dalam perkara
Aqidah yang diikuti mayoritas
umat islam
4. Sering mengkrititik asy-
Sya’irah bahkan sehingga
mengkafirkan asy-Sya’irah.
5. Menyamakan asy-Sya’irah
dengan Mu’tazilah dan Jahmiyyah
atau Mu’aththilah dalam perkara
mutashabihat.
6. Menolak dan menganggap
tauhid sifat 20 sebagai satu
konsep yang
bersumberkanfalsafah Yunani dan
Greek.
7. Berselindung di sebalik mazhab
Salaf.
8. Golongan mereka ini dikenal
sebagai al-Hasyawiyyah, al-
Musyabbihah, al-
Mujassimah atau al-Jahwiyyah
dikalangan ulama’ Ahli Sunnah
wal Jama’ah.
9. Sering menuduh bahwa Abu
Hasan Al-Asy’ari telah kembali ke
mazhab Salaf setelah bertaubat
dari mazhab asy-Sya’irah.
Menuduh ulama’ asy-Sya’irah
tidak betul-betul memahami
faham Abu Hasan Al-Asy’ari.
10. Menolak ta’wil dalam bab
Mutashabihat.
11. Sering menuduh bahwa
mayoritas umat Islam telah jatuh
kepada perbuatan syirik.
12. Menuduh bahwa amalan
memuliakan Rasulullah Shollallohu
‘alaihi wa sallam [membaca
maulid dll] membawa kepada
perbuatan syirik.
13. Tidak mengambil pelajaran
sejarah para anbiya’, ulama’ dan
sholihin dengan
dalih menghindari syirik.
14. Pemahaman yang salah
tentang makna syirik, sehingga
mudah menghukumi orang
sebagai pelaku syirik.
15. Menolak tawassul, tabarruk
dan istighathah dengan para
anbiya’ serta sholihin.
16. Mengganggap tawassul,
tabarruk dan istighathah sebagai
cabang-cabang syirik.
17. Memandang remeh karamah
para wali [auliya’].
18. Menyatakan bahwa ibu bapa
dan datuk Rasulullah Shollallohu
‘alaihi wa sallam tidak selamat
dari adzab api neraka.
19. Mengharamkan mengucap
“radhiallahu ‘anha” untuk ibu
Rosulullah Shollallohu ‘alaihi wa
sallam, Sayyidatuna Aminah.
SIKAP
1. Sering membid’ahkan amalan
umat Islam bahkan sampai ke
tahap mengkafirkan
mereka.
2. Mengganggap diri sebagai
mujtahid atau berlagak sepertinya
(walaupun tidak layak).
3. Sering mengambil hukum
secara langsung dari al-Qur’an
dan hadits (walaupun tidak
layak).
4. Sering memtertawakan dan
meremehkan ulama’ pondok dan
golongan agama yang lain.
5. Ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits
yang ditujukan kepada orang kafir
sering ditafsir ke atas orang Islam.
6. Memaksa orang lain berpegang
dengan pendapat mereka
walaupun pendapat itu syaz
(janggal).
HADITS
1. Menolak beramal dengan hadis
dho’if.
2. Penilaian hadits yang tidak
sama dengan penilaian ulama’
hadits yang lain.
3. Mengagungkan Nasiruddin al-
Albani di dalam bidang ini
[walaupun beliau tidak
mempunyai sanad bagi
menyatakan siapakah guru-guru
beliau dalam bidang hadits.
[Bahkan mayoritas muslim
mengetahui bahwa beliau tidak
mempunyai guru dalam bidang
hadits dan diketahui bahawa
beliau belajar hadits secara sendiri
dan ilmu jarh dan ta’dil beliau
adalah mengikut Imam al-
Dhahabi].
4. Sering menganggap hadits
dho’if sebagai hadits
mawdhu’ [mereka
mengumpulkan hadits dho’if dan
palsu di dalam satu kitab atau
bab seolah-olah kedua-dua
kategori hadits tersebut adalah
sama]
5. Pembahasan hanya kepada
sanad dan matan hadits, dan
bukan pada makna hadits. Oleh
karena itu, pebedaan
pemahaman ulama’ [syawahid]
dikesampingkan.
QUR’AN
1. Menganggap tajwid sebagai
ilmu yang menyusahkan dan
tidak perlu (Sebagian Wahabi
indonesia yang jahil)
FIQH
1. Menolak mengikuti madzhab
imam-imam yang empat; pada
hakikatnya
mereka bermadzhab “TANPA
MADZHAB”
2. Mencampuradukkan amalan
empat mazhab dan pendapat-
pendapat lain sehingga
membawa kepada talfiq
[mengambil yang disukai] haram
3. Memandang amalan bertaqlid
sebagai bid’ah; mereka
mengklaim dirinya berittiba’
4. Sering mengungkit dan
mempermasalahkan soal-soal
khilafiyyah
5. Sering menggunakan dakwaan
ijma’ ulama dalam masalah
khilafiyyah
6. Menganggap apa yang mereka
amalkan adalah sunnah dan
pendapat pihak lain adalah Bid’ah
7. Sering menuduh orang yang
bermadzhab sebagai ta’assub
[fanatik] mazhab
8. Salah faham makna bid‟ah
yang menyebabkan mereka
mudah membid‟ahkan orang lain
9. Mempromosikan madzhab fiqh
baru yang dinamakan sebagai
Fiqh al-Taysir, Fiqh al-Dalil, Fiqh
Musoffa, dll [yang jelas keluar
daripada fiqh empat mazhab]
10. Sering mewar-warkan agar
hukum ahkam fiqh
dipermudahkan dengan
menggunakan hadis “Yassiru wa
la tu’assiru, farrihu wa la
tunaffiru”
11. Sering mengatakan bahwa
fiqh empat madzhab telah
ketinggalan zaman
NAJIS
1. Sebagian mereka sering
mempermasalahkan dalil akan
kedudukan babi sebagai najis
mughallazhah
2. Menyatakan bahwa bulu babi
itu tidak najis karena tidak ada
darah yang mengalir.
WUDHU’
1. Tidak menerima konsep air
musta’mal
2. Bersentuhan lelaki dan
perempuan tidak membatalkan
wudhu’
3. Membasuh kedua belah telinga
dengan air basuhan rambut dan
tidak dengan air yang baru.
ADZAN
1. Adzan Juma’at sekali; adzan
kedua ditolak
SHALAT
1. Mempromosikan “Sifat Shalat
Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam‟,
dengan alasan kononnya shalat
berdasarkan fiqh madzhab adalah
bukan sifat shalat Nabi yang
benar
2. Menganggap melafazhkan
kalimat “usholli” sebagai bid’ah.
3. Berdiri dengan kedua kaki
mengangkang.
4. Tidak membaca “Basmalah‟
secara jahar.
5. Menggangkat tangan sewaktu
takbir sejajar bahu atau di depan
dada.
6. Meletakkan tangan di atas
dada sewaktu qiyam.
7. Menganggap perbedaan antara
lelaki dan perempuan dalam
shalat sebagai perkara bid‟ah
(sebagian Wahabiyyah Indonesia
yang jahil).
8. Menganggap qunut Subuh
sebagai bid’ah.
9. Menggangap penambahan “wa
bihamdihi” pada tasbih ruku’ dan
sujud adalah bid’ah.
10. Menganggap mengusap
muka selepas shalat sebagai
bid’ah.
11. Shalat tarawih hanya 8
rakaat; mereka juga mengatakan
shalat tarawih itu
sebenarnya adalah shalat malam
(shalatul-lail) seperti pada malam-
malam lainnya
12. Dzikir jahr di antara rakaat-
rakaat shalat tarawih dianggap
bid’ah.
13. Tidak ada qadha’ bagi shalat
yang sengaja ditinggalkan.
14. Menganggap amalan
bersalaman selepas shalat adalah
bid’ah.
15. Menggangap lafazh sayyidina
(taswid) dalam shalat sebagai
bid’ah.
16. Menggerak-gerakkan jari
sewaktu tasyahud awal dan akhir.
17. Boleh jama’ dan qashar
walaupun kurang dari dua
marhalah.
18. Memakai sarung atau celana
setengah betis untuk
menghindari isbal.
19. Menolak shalat sunnat
qabliyyah sebelum Juma’at
20. Menjama’ shalat sepanjang
semester pengajian, karena
mereka berada di landasan
Fisabilillah
DO’A, DZIKIR DAN BACAAN AL-
QUR’AN
1. Menggangap do’a berjama’ah
selepas shalat sebagai bid’ah.
2. Menganggap dzikir dan wirid
berjama’ah sebagai bid’ah.
3. Mengatakan bahwa membaca
“Sodaqallahul ‘azhim” selepas
bacaan al-Qur’an adalah Bid’ah.
4. Menyatakan bahwa do’a, dzikir
dan shalawat yang tidak ada
dalam al-Qur’an dan Hadits
sebagai bid’ah. Sebagai contoh
mereka menolak Dala’il al-Khairat,
Shalawat al-Syifa‟, al-Munjiyah, al-
Fatih, Nur al-Anwar, al-Taj, dll.
5. Menganggap amalan bacaan
Yasin pada malam Jum’at sebagai
bid’ah yang haram.
6. Mengatakan bahwa sedekah
atau pahala tidak sampai kepada
orang yang telah wafat.
7. Mengganggap penggunaan
tasbih adalah bid’ah.
8. Mengganggap zikir dengan
bilangan tertentu seperti 1000
(seribu), 10,000 (sepuluh ribu),
dll sebagai bid’ah.
9. Menolak amalan ruqiyyah
syar’iyah dalam pengobatan Islam
seperti wafa‟, azimat, dll.
10. Menolak dzikir isim mufrad:
Allah Allah.
11. Melihat bacaan Yasin pada
malam nisfu Sya’ban sebagai
bid’ah yang haram.
12. Sering menafikan dan
memperselisihkan keistimewaan
bulan Rajab dan Sya’ban.
13. Sering mengkritik keutamaan
malam Nisfu Sya’ban.
14. Mengangkat tangan sewaktu
berdoa’ adalah bid’ah.
15. Mempermasalahkan
kedudukan shalat sunat tasbih.
PENGURUSAN JENAZAH DAN
KUBUR
1. Menganggap amalan
menziarahi maqam Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para
anbiya’, awliya’, ulama’ dan
sholihin sebagai bid’ah dan shalat
tidak boleh dijama’ atau qasar
dalam ziarah seperti ini.
2. Mengharamkan wanita
menziarahi kubur.
3. Menganggap talqin sebagai
bid’ah.
4. Mengganggap amalan tahlil
dan bacaan Yasin bagi kenduri
arwah sebagai bid’ah yang
haram.
5. Tidak membaca do’a selepas
shalat jenazah.
6. Sebagian ulama’ mereka
menyeru agar Maqam Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dikeluarkan dari masjid nabawi
atas alasan menjauhkan umat
Islam dari syirik
7. Menganggap kubur yang
bersebelahan dengan masjid
adalah bid’ah yang haram
8. Do’a dan bacaan al-Quran di
perkuburan dianggap sebagai
bid’ah.
MUNAKAHAT [PERNIKAHAN]
1. Talak tiga (3) dalam satu majlis
adalah talak satu (1)
MAJLIS SAMBUTAN BERAMAI-
RAMAI
1. Menolak peringatan Maulid
Nabi; bahkan menyamakan
sambutan Mawlid Nabi dengan
perayaan kristen bagi Nabi Isa as.
2. Menolak amalan marhaban
para habaib
3. Menolak amalan barzanji.
4. Berdiri ketika bacaan maulid
adalah bid’ah
5. Menolak peringatan Isra’ Mi’raj,
dll.
HAJI DAN UMRAH
1. Mencoba untuk memindahkan
“Maqam Ibrahim as.” namun
usaha tersebut telah digagalkan
oleh al-Marhum Sheikh Mutawalli
Sha’rawi saat beliau menemuhi
Raja Faisal ketika itu.
2. Menghilangkan tanda telaga
zam-zam
3. Mengubah tempat sa’i di
antara Sofa dan Marwah yang
mendapat tentangan ulama’
Islam dari seluruh dunia
PEMBELAJARAN DAN
PENGAJARAN
1. Maraknya para professional
yang bertitle LC menjadi “ustadz-
ustadz‟ mereka (di Indonesia)
2. Ulama-ulama yang sering
menjadi rujukan mereka adalah:
a. Ibnu Taymiyyah al-
Harrani
b. Ibnu Qayyim al-
Jauziyyah
c. Muhammad bin Abdul
Wahhab
d. Sheihk Abdul Aziz bin
Baz
e. Nasiruddin al-Albani
f. Sheikh Sholeh al-
Utsaimin
g. Sheikh Sholeh al-Fawzan
h. Adz-Dzahabi dll.
3. Sering mendakwahkan untuk
kembali kepada al-Qura’an dan
Hadits (tanpa menyebut para
ulama’, sedangkan al-Qura’n dan
Hadits sampai kepada umat Islam
melalui para ulama’ dan para
ulama’ juga lah yang memelihara
dan menjabarkan kandungan al-
Qur’an dan Hadits untuk umat
ini)
4. Sering mengkritik Imam al-
Ghazali dan kitab “Ihya’
Ulumuddin”
PENGKHIANATAN MEREKA
KEPADA UMAT ISLAM
1. Bersekutu dengan Inggris
dalam menjatuhkan kerajaan
Islam Turki Utsmaniyyah
2. Melakukan perubahan kepada
kitab-kitab ulama’ yang tidak
sehaluan dengan mereka
3. Banyak ulama’ dan umat Islam
dibunuh sewaktu kebangkitan
mereka di timur tengah
4. Memusnahkan sebagian besar
peninggalan sejarah Islam seperti
tempat lahir Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, meratakan
maqam al-Baqi’ dan al-Ma’la
[makam para isteri Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam di
Baqi’, Madinah dan Ma’la, Mekah],
tempat lahir Sayyiduna Abu Bakar
dll, dengan hujjah tempat
tersebut bisa membawa kepada
syirik.
5. Di Indonesia, sebagian mereka
dalu dikenali sebagai Kaum Muda
atau Mudah [karena hukum fiqh
mereka yang mudah, ia
merupakan bentuk ketaatan
bercampur dengan kehendak
hawa nafsu].
TASAWWUF DAN THARIQAT
1. Sering mengkritik aliran
Sufisme dan kitab-kitab sufi yang
mu’tabar
2. Sufiyyah dianggap sebagai
kesamaan dengan ajaran Budha
dan Nasrani
3. Tidak dapat membedakan
antara amalan sufi yang benar
dan amalan bathiniyyah yang
sesat.
Wallahu a’lam bish-Showab wal
hadi ila sabilil haq.

Kelahiran Baginda Nabi Muhammad Saw

"DetikDetik Kelahiran Baginda Nabi Muhammad Saw"
Al-Imam Syihabuddin Ahmad bin Hajar Al-Haitami Asy-
Syafi'i di kitabnya An-Ni'matul Kubraa 'Alal 'Aalam hal 61
telah menyebutkan;
Bahwa sesungguhnya pda bulan kesembilan kehamilan
Sayyidah Aminah (bulan Rabi'ul Awwal), saat hari-hari
kelahiran Baginda Nabi Muhammad sudah semakin
dekat, Allah Swt semakin melimpahkan berbagai macam
anugrahnya kpda Sayyidah Aminah, mulai mlm tgl satu
hingga mlm tgl 12 Bulan Rabi'ul Awwal mlm kelahiran
Baginda Rasulullah Saw;
* Pda mlm tgl 1 Allah Swt melimpahkan segala
kedamian dn ketentraman yg luar biasa kpda Sayyidah
Aminah, sehingga Beliau merasakan ketenangan dn
kesejukan jiwa yg blm prnah dirasakan sblmnya.
* Pada mlm tgl 2 datng seruan berita gmbira kpdanya
bahwa sebentar lg dirinya akan mndapati anugrah
agung yg luar biasa dri Allah Swt.
* Pada mlm tgl 3 datng seruan mmanggil kpdanya...
"Wahai Aminah, sudah dekat saatnya Engkau akan
melahirkan Nabi Agung Rasulullah Muhammad Saw yg
senantiasa memuji dn bersyukur kpda Allah Swt".
* Pada mlm tgl 4 Sayyidah Aminah mendengar
beraneka ragam tasbih para malaikat secara nyata dn
sangat jelas sekali.
* Pada mlm tgl 5 Sayyidah Aminah mimpi bertemu
dengan Nabiyyullah Ibrahim AS Khalilullah.
* Pada mlm tgl 6 Sayyidah Aminah melihat cahaya
Rasulullah Saw memenuhi segala penjuru alam
semesta.
* Pada mlm tgl 7 Sayyidah Aminah melihat para malaikat
silih berganti saling berdatangan mengunjungi
kediamannya mmbawa kabar berita, sehingga
kebahagiaan dn kedamaiannya semakin memuncak.
* Pada mlm tgl 8 Sayyidah Aminah mendengar seruan
memanggil dimana-mana, suara tersebut sangat jelas
mengumandangkan... "Berbahagialah wahai seluruh
penghuni alam semesta, telah dekat saat kelahiran Nabi
Agung Kekasih Allah Swt Pencipta alam semesta.."
* Pada mlm tgl 9 Allah Swt semakin mengucurkan
limpahan Belas Kasih Sayangnya kpda Sayyidah
Aminah, sehingga tdk ada sedikitpun rasa sedih,susah
atau sakit dlm diri dn jiwa Sayyidah Aminah.
* Pada mlm tgl 10 Sayyidah Aminah melihat tanah Khoif
dn Mina ikut bergembira ria menyambut kelahiran
Baginda Nabi Muhammad Saw.
* Pada mlm tgl 11 Sayyidah Aminah melihat seluruh
penghuni langit dn bumi ikut bersuka cita menyongsong
kelahiran Nabi Besar Muhammad Saw.
* Maka, pada mlm 12 Bulan Rabi'ul Awwal, langit dlm
keadaan cerah tanpa ad mendung sedikitpun, saat itu
Sayyid Abdul Muthalib sedang bermunajat kpda Allah
Swt di sekitar Ka'bah, dn Sayyidah Aminah sendirian di
rumah, tanpa ad seorangpun yg menemaninya, tiba-tiba
Beliau Sayyidah Aminah melihat tiang rumahnya
terbelah, dn perlahan-lahan muncul 4 wanita yg sangat
anggun nan cantik jelita dan diliputi cahaya yg
memancar berkemilauan serta semermbak harum
wewangian memenuhi seluruh ruangan. Tiba-tiba
wanita pertama datng dn berkata kpda Sayyidah
Aminah; ... "Sungguh, berbahagialah engkau wahi
Aminah. Tdk ada di dunia ini wanita yg mendapati
kemuliaan dn keberuntungan seperti engkau. Sebentar
lg engkau akan melahirkan Baginda Nabi Muhammad
Saw. Kenalilah olehmu sesungguhnya aku ini adalah
Hawwa' Ibunda seluruh umat manusia... Kemudian Ibu
Hawwa' duduk di samping kanan Sayyidah Aminah. Dn
mendekat lg wanita yg kedua kpda Sayyidah Aminah
untk menyampikan kbr gembira kpdanya; Sungguh,
berbahagialah engkau wahi Aminah. Tdk ada di dunia
ini wanita yg mendapati kemuliaan dn keberuntungan
sperti engkau. Sebentar lg engkau akan melahirkan
Baginda Nabi Muhammad Saw, seorang Nabi Agung yg
dianugrahi Allah Swt kesucian yg sempurna pda diri dn
kepribadiannya. Nabi Agung yg ilmunya sebagi sumber
seluruh ilmunya para Nabi dn para kekasihnya Allah
Swt. Nabi Agung yg cahayanya meliputi seluruh alam.
Dn ketahuilah olehmu wahi Aminah, sesungguhnya aku
ini adalah Sarah istri Nabiyyullah Ibrahim As, aku
diperintahkan Allah Swt untuk menemanimu." Kemudian
Sayyidah Sarah duduk di sebelah kiri Sayyidah Aminah.
Maka, wanita ketigapun kemudian mendekat dn
menyampaikan berita gembira kpdanya; Sungguh,
berbahagialah engkau wahai Aminah. Tdk ada di dunia
ini wanita yg mendapati kemuliaan dn keberuntungan
seperti engkau. Sebntar lg engkau akan melahirkan
Baginda Nabi Muhammad Saw Kekasih Allah Swt yg
paling agung, dan insan sempurna yg paling utama
mendapati pujian dari Allah Swt dn dari seluruh
makhluk-Nya. Perlu engkau ketahui sesungguhnya aku
adalah Asiyah binti Muzahim yg diperintahkan Allah Swt
untk menemanimu". Kemudian sayyidah Asiyah binti
Muzahim tersbut duduk di belakang Sayyidah Aminah.
Sejenak Sayyidah Aminah semakin kagum, karena
wanita yg ke empat adalah lebih anggun berwibawa dn
memiliki kecantikan luar biasa. Kemudian mendekat
kpda Sayyidah Aminah untk menyampaikan kabar
gmbira;..."Sungguh, berbahagialah engkau wahai
Aminah. Tdk ada di dunia ini wanita yg mendapati
kemuliaan dn keberuntungan seprti engkau. Sebentar lg
engkau akan melahirkan Nabi Agung Baginda Nabi
Muhammad Saw yg dianugrahi Allah Swt berbagi
macam mukjizat yg sangat agung dn sangat luar biasa,
Beliaulah jungjungan seluruh penghuni langit dn bumi,
hanya untuk Beliau semata segala bentuk Sholawat
(Rahmat Ta'dhim) Allah Swt dn Salam Sejahtera-Nya yg
sempurna. Ketahuilah olehmu wahai Aminah,
sesungguhnya aku adalah Maryam Ibunda Nabiyyullah
Isa AS. Kami semua ditugaskan Allah Swt untuk
menemanimu demi menyambut kelahiran Baginda
Rasulullah Muhammad Saw. Kemudian Sayyidah
Maryam Ibunda Nabiyyullah Isa AS duduk mendekat diri
di depan Sayyidah Aminah. Maka, keempat wanita suci
nan agung di sisi Allah Swt tersebut kemudian merapat
dan mengelilingi diri Ibunda Rasulullah Saw.
Marhaban Ahlan wa sahlan.. Shollu 'ala Nabil Mukhtar
Sayyidina Muhammad ibni Abdillah Saw..