TEMBOK YA'JUJ MA'JUJ | DAJJAL | YA’JUJ DAN MA’JUJ | al jassasah | wasiat ali bin abi thalib kepada hasan | hilal awal bulan romadhon | bid'ah maulid | bid'ah tahlilan

Minggu, 27 Maret 2016

Mengapa bertanya? 3

Ulama zaman sekarang hendaknya tidak menyembunyikan ilmu, sehingga orang yang mempunyai persoalan terpaksa harus selalu datang kepada mereka.  Masyarakat zaman kini telah meremehkan urusan agama, perhatian mereka sangat kecil terhadap ilmu dan hal-hal yang bermanfaat bagi kehidupan akhirat.  Bahkan orang yang janggutnya telah berubanpun belum mengetahui syarat-syarat wajib bersuci (thahârah) dan shalat.  Dia juga belum mempelajari ilmu keimananiman kepada Allâh, para malaikatNya, kitab-kitabNya, para rasulNya dan hari akhiryang sesungguhnya wajib ia ketahui.  Perilaku mereka cenderung pada kejahilan.  Jika mereka berakal tentu akan bertanya kepada ulama.
 
Seorang murîd yang hendak mendekatkan diri kepada Allâh, yang berkeinginan untuk mengenal Allâh dan yang ingin berpaling dari segala sesuatu yang dapat merintangi perjalanannya menuju Allâh, hendaknya tidak menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan ilmu kecuali bila menyangkut persoalan pribadi yang amat mendesak.  Namun di zaman yang penuh berkah ini, murîd semacam ini lebih sulit ditemukan daripada binatang yang berkepala burung dan bertubuh singa serta ia lebih langka daripada kibrîtul ahmar.

Setiap orang hendaknya banyak bertanya untuk memperoleh manfaat dan tambahan ilmu.  Sebab, seorang mukmin tidak akan pernah merasa puas berbuat kebaikan.  Dalam sebuah hadits disebutkan :

مَنْهُوْمَانِ لاَ يَشْبَعَانِ: مَنْهُوْمُ الْعِلْمِ وَ مَنْهُوْمُ الْمَالِ
(Ada) dua orang rakus yang tidak pernah puas (kenyang), orang yang rakus ilmu dan orang yang rakus harta.              (HR Thabarânî dari Ibnu Mas‘ûd)

  Sebelum membaktikan diri kepada Allâh, Dâwûd Ath-Thô`î rahimahullah bergaul dengan ulama.  Ia menghadiri majelis Imam Abû Hanîfah selama kurang lebih satu tahun.  Suatu saat ia menghadapi suatu persoalan.  Keinginannya untuk mengetahui jawaban atas persoalan tersebut lebih besar dari keinginan seseorang yang kehausan untuk meminum air segar.  Namun ia tidak menanyakannya.  Karena itulah aku katakan bahwa seorang murîd hendaknya tidak bertanya kecuali untuk persoalan-persoalan darurat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar