Para Ulama telah
menetapkan kriteria yang ketat agar hanya benar-benar ‘orang yang memang
memenuhihuh kriteria sajalah’ yang layak menyadang
gelar muhaddits seperti yang diungkapkan oleh Imam Sakhowi tentang
siapa Ahli Hadits (muhaddits) itu sebenarnya:
“Menurut sebagian Imam
hadits, orang yang disebut dengan Ahli Hadits (Muhaddits) adalah orang yang
pernah menulis hadits, membaca, mendengar, dan menghafalkan, serta mengadakan
rihlah (perjalanan) keberbagai tempat untuk, mampu merumuskan beberapa aturan
pokok (hadits), dan meng- komentari cabang dari Kitab Musnad, Illat, Tarikh yang
kurang lebih mencapai 1000 buah karangan. Jika demikian (syarat-syarat ini
terpenuhi -pent) maka tidak diingkari bahwa dirinya adalah ahli hadits.
Tetapi jika ia sudah
mengena- kan jubah pada kepalanya, dan berkumpul dengan para penguasa pada
masa- nya, atau menghalalkan (dirinya memakai-pent ) perhiasan lu’lu
(permata-pent) dan marjan atau memakai pakaian yang berlebihan (pakaian yang
berwarna-warni -pent). Dan hanya mempelajari hadits Al-Ifki wa Al-Butan. Maka
ia telah merusak harga dirinya, bahkan ia tidak memahami apa yang dibicarakan
kepadanya, baik dari juz atau kitab asalnya. Ia tidak pantas menyandang gelar
seorang Muhaddits bahkan ia bukan manusia. Karena dengan kebodohannya ia telah
memakan sesuatu yang haram. Jika ia menghalalkannya maka ia telah keluar dari
Agama Islam” ( Lihat Fathu Al-Mughis li Al-Sakhowi, juz 1hal. 40-41).
Sehingga yang layak
menyandang gelar ini adalah ‘Para Muhaddits’ generasi awal seperti Imam
Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam Nasa’i, Imam Ibn Majah, Imam
Daruquthni, Imam Al-Hakim Naisaburi, Imam Ibn Hibban dan lain-lain.
Kapasitas Keilmuan Imam
Bukhari r.a
Ketika Imam Bukhari r.a.
mengunjungi Bagdad, para ahli hadis di kota tersebut mendengar kedatangannya.
Mereka hendak mengujinya dengan berbagai cara termasuk mencampuradukkan isi
hadis untuk membingungkannya.
Mereka juga
mengacak-acak hadis dengan menukar-nukar perawinya. Tugas ini diserahkan kepada
sepuluh orang yang masing-masing mengeluarkan sepuluh hadits palsu.
Ketika Imam Bukhari
menggelar majelis ilmu, mereka ikut bergabung di dalam majelis tersebut guna
menanyakan kebenaran hadis-hadis yang telah direkayasa tersebut. Tidak lupa
mereka juga mengundang ahli hadis dari luar Bagdad untuk meramaikan perdebatan
yang akan terjadi.
Satu per satu dari
mereka mengemukakan hadis palsunya kepada Al-Bukhari dan beliau selalu
menjawabnya dengan dua kata, “Tidak tahu,” …. “tidak tahu,”….. dan “tidak
tahu.”
Para undangan yang
merupakan ahli hadis saling berpandangan satu sama lain. Sebagian dari mereka
mengakui kalau Al-Bukhari memang benar-benar orang yang paham akan hadis,
tetapi sebagian lain malah menyangsikan bahwa ia menguasai semua itu.
Setelah kesepuluh dari
mereka mengemukakan hadis rekayasanya, Al-Bukhari memandang orang pertama yang
mengemukakan hadis. Dengan brilian ia mengoreksi isi hadis rekayasa itu satu
per satu sekaligus menyusun kembali para perawinya dengan benar. Begitu juga
dengan orang kedua hingga kesepuluh, ia koreksi satu per satu hadis yang mereka
ajukan tanpa ada yang terlewat sedikit pun.
Setelah itu, semua orang
mengakui ketajaman, daya ingat, dan keistimewaan Imam Bukhari
Kapasitas Keilmuan Syech
Ngalbani
Di kalangan salafi
(wahabi), lelaki satu ini dianggap muhaddis paling ulung di zamannya. Itu klaim
mereka. Bahkan sebagian mereka tak canggung menyetarakannya dengan para imam
hadis terdahulu. Fantastis. Mereka gencar mempromosikannya lewat berbagai
media. Dan usaha mereka bisa dikata berhasil. Kalangan muslim banyak yang
tertipu dengan hadis-hadis edaran mereka yang di akhirnya terdapat kutipan,
“disahihkan oleh Albani, ”. Para salafi itu seolah memaksakan kesan bahwa
dengan kalimat itu Al-Albani sudah setaraf dengan Imam Turmuzi, Imam Ibnu Majah
dan lainnya.
Sebetulnya, kapasitas
ilmu tukang reparasi jam ini sangat meragukan (kalau tak mau dibilang
“ngawur”). Bahkan ketika ia diminta oleh seseorang untuk menyebutkan 10 hadis
beserta sanadnya, ia dengan entengnya menjawab, “Aku bukan ahli hadis sanad,
tapi ahli hadis kitab.” Si peminta pun tersenyum kecut, “Kalau begitu siapa
saja juga bisa,” tukasnya.
Namun demikian
dengan over pede-nya Albani merasa layak untuk mengkritisi dan mendhoifkan
hadis-hadis dalam Bukhari Muslim yang kesahihannya telah disepakati dan diakui
para ulama’ dari generasi ke generasi sejak ratusan tahun lalu. Aneh bukan? (http://www.forsansalaf.com)
Hasil Skor:
* Imam Bukhari RA
: 10
* Syeikh
Ngalbani : 0
—-> simak juga “all
aobut ngalbani” di www.albani.sarkub.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar