Jangan Mencaci, Mencela dan Merendahkan serta Memberikan Panggilan
Buruk ke Orang Lain
Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Yaa ayyuhhal ladziina aamanuu laa yaskhor qoumum ming qoumin 'asaa ay yakuunuu khoirom minhum wa laa nisaa’um min nisaa’in 'asaa ay yakunna khoirom minhhunna wa laa talmizuu angfusakum wa laa tanaabazuu bil alqoobi bi’sal ismul fusuuqu ba'dal imaani wa mal lam yatub fa ula ika hhumudzhoolimuun
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (Al-Hujarat 11).
Jangan sampai kita menghina atau mencaci dan mencela orang lain, sebab siapa tahu yang kita benci lebih bagus/lebih baik daripada (kita) orang yang membenci. Siap tahu yang kita hina lebih bagus/sholeh daripada (kita) yang menghina. Untuk membendung dan mengendalikan itu, buanglah perasaan: lebih bagus/baik kita daripada orang lain, merasa cukup menjadi ahli ibadah, menyangka orang lain salah terus, dan selalu memperlihatkan kelebihan diri. Untuk menahannya hanya dengan bersih hati dan ikhlas rasa. Ingat, jangan melakukan ibadah dibarengi dengan takabbur, ria, ujub, dan merendahkan orang lain, karena ibadahnya bisa tidak jadi ibadah. Jangan merendahkan orang lain, mengejek, menertawakan untuk mengecilkan, mencaci, mencela, memberikan panggilan yang buruk atau laqob pada orang lain.
Jika kita dihina, bersabarlah. Dengan kesabaran, siapa tahu yang menghina bisa sadar. Tapi jika dihina orang kita langsung marah, maka tidak akan ada hentinya. Jika kita dihina maka diamlah atau berkata baik. Jika direndahkan, maka janganlah berbicara sedikitpun atau berkata baik (jangan dibalas). Kalau bukan kita sendiri, siapa lagi yang akan merasakan sabar dan tawakkal. Perlihatkan sabar dan biarkanlah orang lain menghina dan meledek kita. Hasil dari sabar adalah bagi kita maslahat lahir dan bathin.
Kita diperintahkan oleh Allah bertobat agar tidak merendahkan, mencela, memberikan panggilan yang buruk ke orang lain agar tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang berlaku dzholim. Maka sebaiknya kita yang sudah terlanjur menghina dan barang kali kita pernah dihina/disakiti maka doakan orang itu.
Sebagaimana sabda Rosulullah,
قال رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
اللَّهُمَّ فَأَيُّمَا مُؤْمِنٍ سَبَبْتُهُ فَاجْعَلْ ذَلِكَ لَهُ قُرْبَةً إِلَيْكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
(صحيح البخاري)
Sabda Rosulullah saw : “Wahai Allah, maka siapapun orang yang beriman yang pernah aku mencelanya, maka jadikanlah hal itu baginya kedekatan pada Mu dihari kiamat” (Shohih Bukhori)
Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam menuntun kita apabila kita terlanjur mencaci atau mencela orang lain maka berdoalah dengan doa seperti hadits tadi :
اللَّهُمَّ فَأَيُّمَا مُؤْمِنٍ سَبَبْتُهُ فَاجْعَلْ ذَلِكَ لَهُ قُرْبَةً إِلَيْكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Ya Allah, siapa saja di antara orang mukmin yang aku caci, jadikanlah hal itu sebagai sarana yang mendekatkan dirinya kepadaMu di hari Kiamat".
Jadi kita doakan orang-orang yang pernah kita cela, atau mungkin kita terlanjur mencaci maki dan telah keluar dari mulut kita cacian atau hinaan, barangkali orang yang kita caci itu kelak menjadi orang yang lebih baik dari kita, barangkali kelak dia adalah orang yang sangat disayangi dan dikasihani oleh Allah subhanahu wata'ala, namun kita tidak mengetahui hal itu. Dan mungkin dia mempunyai derajat sangat luhur di sisi Allah namun karena dia mencela orang lain, maka jatuhlah kehormatannya di sisi Allah subhanahu wata'ala. Allah menyayanginya namun karena ia mencela orang lain, maka Allah subhanahu wata'ala berpaling darinya dan membuat kehormatannya terjatuh di sisi Allah subhanahu wata'ala. Dan secara kasarnya kita ini selalu mencari muka di sisi Allah, bukan justru mencari muka di hadapan makhluk, maksud mencari muka disini adalah mencari kedekatan perhatian Allah. Dan sudah selayaknya kita berbuat demikian kepada Allah subhanahu wata'ala untuk didekati Allah, untuk disayangi Allah, untuk diampuni Allah, dan dimuliakan Allah, demikian indahnya tuntunan nabi Muhammad shollallahu 'alaihi wasallam. Maka dijelaskan oleh Al Imam Ibn Hajar Al As-Qolani di dalam Fathul Barri Bisyaroh Shohih Al Bukhori mensyarahkan makna hadits ini, bahwa bukan berarti Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam pernah mencela orang lain namun yang dimaksud adalah barangkali terlintas dalam hati orang tersebut untuk berbuat buruk maka Allah memberinya hidayah, atau Rosulullah ingin mengajarkan kepada para sahabat. Maka hal ini semua ulama tidak berbeda pendapat bahwa Rosulullah tidak pernah mencela orang lain. Sungguh mulianya tuntunan Nabi Muhammad shollallahu 'alaihi wasallam.
Diriwayatkan juga, ketika salah seorang dusun yang mabuk karena minuman keras maka ia diberi hukuman, namun setelah itu dia mabuk lagi dan begitu seterusnya, maka para sahabat berkata: "Laknat Allah untukmu!", maka Rosulullah berkata: "Janganlah kalian melaknatnya, sungguh aku tau bahwa ia mencintai Allah dan Rasul-Nya".
Namun bukan berarti jika sudah mencintai Allah dan Rosul-Nya maka boleh mabuk-mabukan. Al Imam Ibn Hajar Al Asqalany di dalam Fathul Barri Bisyaroh Shohih Al Bukhori menjelaskan bahwa cinta kepada Allah dan ROsulullah itu ada tingkatan derajatnya, walaupun seseorang itu adalah orang yang banyak berbuat dosa namun cinta kepada Allah dan Rosulullah tidak bisa terhapus oleh dosa, meskipun banyak amal-amal yang terhapus sebab dosa, seperti sifat riya', ujub dan yang lainnya hal itu bisa menghapus pahala, tetapi cinta kepada Allah dan Rosul-Nya tidak bisa terhapus walaupun dengan amal yang buruk selama tidak menyekutukan Allah subhanahu wata'ala. Dan sebagian orang berkata bahwa yang menyekutukan Allah tidak akan diampuni dosanya. Dosanya tidak diampuni jika ia wafat dalam keadaan masih menyekutukan Allah, namun jika ia bertobat sebelum ia wafat maka dosanya diampuni oleh Allah, tidak ada dosa yang tidak diampuni oleh Allah jika seseorang bertobat. Maksudnya bahwa Allah tidak mengampuni dosa orang yang menyekutukan Allah; banyak orang yang wafat masih dalam keadaan banyak membawa dosa namun diampuni oleh Allah, meskipun dia akan menghadapi masalah di alam kuburnya, masalah di hisab, masalah di mizan, di neraka, namun dosa mereka akan diampuni dan mereka akan disampaikan ke surga Allah walaupun terlambat. Namun layaknya kita yang mendapatkan tawaran yang demikian luhur dari Yang Maha Luhur, maka jangan tolak keluhuran yang ditawarkan kepada kita dalam setiap detik dan saat. Renungi, tangisi dan sesali setiap nafas kita yang lewat dalam kehinaan di masa-masa yang lalu, dan kita memohonlah kepada Allah agar Allah menuntun kita kepada keluhuran di setiap detik kita di masa mendatang. Jika hatimu berkata: "Aku menginginkan keluhuran, namun aku selalu terjebak dalam dosa", maka mohonlah kepada Allah agar diberi kemudahan dan teruslah memohon kepada-Nya, karena orang memohon kepada Allah lalu ia kembali terjebak dalam dosa, berbeda dengan orang yang sombong dan tidak mau meminta kepada Allah dan hanya terus berdosa. Sebagian orang dibisiki oleh syaitan: "Jangan bertobat, jika kamu bertobat nanti kamu akan berbuat dosa lagi, maka kamu telah munafik kepada Allah", sungguh tidak demikian, Allah subhanahu wata'ala Maha menerima taubat. Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam beristighfar 70 kali sehari kepada Allah, demikian riwayat Shohih Al Bukhori. Janganlah bosan bertobat dikarenakan terus berbuat dosa, tetapi teruslah bertobat hingga bosan berbuat dosa. Jangan dikalahkan oleh dosa, jika berbuat dosa maka bertobatlah, dan jika bermaksiat lagi dan tidak mau bertobat maka kalahlah tobat oleh dosa, jadi jika terjebak lagi dalam perbuatan dosa maka segeralah bertobat kepada Allah sampai dosa itu dikalahkan oleh tobat.
Jika ada perbedaan diantara kita dalam menyikapi sesuatu/permasalahan, kita serahkan pada Allah jika perbedaan itu berlandaskan pada Al-Quran dan sunnah.
Nabi saw bersabda: "Allahhu robbuna wa robbukum lanaa a’malunaa wa lakum a’malukum laa hujjata bainanaa wa bainakum". (Allah tuhan kita semua. Amal kita untuk kita, amal orang lain untuk dirinya, jangan ada pertengkaran antara kita semua).
Maka jangan ada percekcokan/perselisihan/pertengkaran, karena itu adalah wujud buruknya amal dan bisa merusak amal. Mari kita mencontoh Rosulullah saw, di saat berdakwah di Tho’if, beliau dilempari hingga berdarah, kemudian ditawari oleh malaikat supaya orang yang melemparinya dihancurkan, kemudian nabi menjawab:”hei malaikat, kalau orang itu dihancurkan, bagaimana nanti anaknya? Andaikan ayahnya saat ini tidak mau, mudah-mudahan cucunya nanti mau”. Seperti itulah ketabahan rosululloh saw. Kalau dengan orang yang kafir terhadap Allah saja, Rosulullah memberikan contoh demikian terlebih jika kepada sesame muslim. Itulah akhlak luhurnya Rosulullah, yang dicontohkan untuk kita sebagai umatnya.
Jangan sampai kita termasuk dalam ancaman hadits Qudsi ini, disebut dalam hadis Qudsi, Allah berfirman:
“Barangsiapa yang tidak pasrah terhadap takdir-Ku (ketentuan-Ku), barangsiapa yang tidak sabar terhadap cobaan dariku, barangsiapa yang tidak bersyukur terhadap anugrah dariku, maka keluarlah dari bawah langitku, dan carilah tuhan selainku”.
Na’udzubillah tsumma na’udzubillah min dzalik. Semoga kita termasuk orang yang selalu berpegang pada aturan Allah baik perintah Allah didalam al-Quran maupun dari lisan (sunnah) Sayyidina Muhammad shollahu’alaihi wasallam. Aamiin. Wallahua’lam.
Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Yaa ayyuhhal ladziina aamanuu laa yaskhor qoumum ming qoumin 'asaa ay yakuunuu khoirom minhum wa laa nisaa’um min nisaa’in 'asaa ay yakunna khoirom minhhunna wa laa talmizuu angfusakum wa laa tanaabazuu bil alqoobi bi’sal ismul fusuuqu ba'dal imaani wa mal lam yatub fa ula ika hhumudzhoolimuun
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (Al-Hujarat 11).
Jangan sampai kita menghina atau mencaci dan mencela orang lain, sebab siapa tahu yang kita benci lebih bagus/lebih baik daripada (kita) orang yang membenci. Siap tahu yang kita hina lebih bagus/sholeh daripada (kita) yang menghina. Untuk membendung dan mengendalikan itu, buanglah perasaan: lebih bagus/baik kita daripada orang lain, merasa cukup menjadi ahli ibadah, menyangka orang lain salah terus, dan selalu memperlihatkan kelebihan diri. Untuk menahannya hanya dengan bersih hati dan ikhlas rasa. Ingat, jangan melakukan ibadah dibarengi dengan takabbur, ria, ujub, dan merendahkan orang lain, karena ibadahnya bisa tidak jadi ibadah. Jangan merendahkan orang lain, mengejek, menertawakan untuk mengecilkan, mencaci, mencela, memberikan panggilan yang buruk atau laqob pada orang lain.
Jika kita dihina, bersabarlah. Dengan kesabaran, siapa tahu yang menghina bisa sadar. Tapi jika dihina orang kita langsung marah, maka tidak akan ada hentinya. Jika kita dihina maka diamlah atau berkata baik. Jika direndahkan, maka janganlah berbicara sedikitpun atau berkata baik (jangan dibalas). Kalau bukan kita sendiri, siapa lagi yang akan merasakan sabar dan tawakkal. Perlihatkan sabar dan biarkanlah orang lain menghina dan meledek kita. Hasil dari sabar adalah bagi kita maslahat lahir dan bathin.
Kita diperintahkan oleh Allah bertobat agar tidak merendahkan, mencela, memberikan panggilan yang buruk ke orang lain agar tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang berlaku dzholim. Maka sebaiknya kita yang sudah terlanjur menghina dan barang kali kita pernah dihina/disakiti maka doakan orang itu.
Sebagaimana sabda Rosulullah,
قال رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
اللَّهُمَّ فَأَيُّمَا مُؤْمِنٍ سَبَبْتُهُ فَاجْعَلْ ذَلِكَ لَهُ قُرْبَةً إِلَيْكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
(صحيح البخاري)
Sabda Rosulullah saw : “Wahai Allah, maka siapapun orang yang beriman yang pernah aku mencelanya, maka jadikanlah hal itu baginya kedekatan pada Mu dihari kiamat” (Shohih Bukhori)
Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam menuntun kita apabila kita terlanjur mencaci atau mencela orang lain maka berdoalah dengan doa seperti hadits tadi :
اللَّهُمَّ فَأَيُّمَا مُؤْمِنٍ سَبَبْتُهُ فَاجْعَلْ ذَلِكَ لَهُ قُرْبَةً إِلَيْكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Ya Allah, siapa saja di antara orang mukmin yang aku caci, jadikanlah hal itu sebagai sarana yang mendekatkan dirinya kepadaMu di hari Kiamat".
Jadi kita doakan orang-orang yang pernah kita cela, atau mungkin kita terlanjur mencaci maki dan telah keluar dari mulut kita cacian atau hinaan, barangkali orang yang kita caci itu kelak menjadi orang yang lebih baik dari kita, barangkali kelak dia adalah orang yang sangat disayangi dan dikasihani oleh Allah subhanahu wata'ala, namun kita tidak mengetahui hal itu. Dan mungkin dia mempunyai derajat sangat luhur di sisi Allah namun karena dia mencela orang lain, maka jatuhlah kehormatannya di sisi Allah subhanahu wata'ala. Allah menyayanginya namun karena ia mencela orang lain, maka Allah subhanahu wata'ala berpaling darinya dan membuat kehormatannya terjatuh di sisi Allah subhanahu wata'ala. Dan secara kasarnya kita ini selalu mencari muka di sisi Allah, bukan justru mencari muka di hadapan makhluk, maksud mencari muka disini adalah mencari kedekatan perhatian Allah. Dan sudah selayaknya kita berbuat demikian kepada Allah subhanahu wata'ala untuk didekati Allah, untuk disayangi Allah, untuk diampuni Allah, dan dimuliakan Allah, demikian indahnya tuntunan nabi Muhammad shollallahu 'alaihi wasallam. Maka dijelaskan oleh Al Imam Ibn Hajar Al As-Qolani di dalam Fathul Barri Bisyaroh Shohih Al Bukhori mensyarahkan makna hadits ini, bahwa bukan berarti Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam pernah mencela orang lain namun yang dimaksud adalah barangkali terlintas dalam hati orang tersebut untuk berbuat buruk maka Allah memberinya hidayah, atau Rosulullah ingin mengajarkan kepada para sahabat. Maka hal ini semua ulama tidak berbeda pendapat bahwa Rosulullah tidak pernah mencela orang lain. Sungguh mulianya tuntunan Nabi Muhammad shollallahu 'alaihi wasallam.
Diriwayatkan juga, ketika salah seorang dusun yang mabuk karena minuman keras maka ia diberi hukuman, namun setelah itu dia mabuk lagi dan begitu seterusnya, maka para sahabat berkata: "Laknat Allah untukmu!", maka Rosulullah berkata: "Janganlah kalian melaknatnya, sungguh aku tau bahwa ia mencintai Allah dan Rasul-Nya".
Namun bukan berarti jika sudah mencintai Allah dan Rosul-Nya maka boleh mabuk-mabukan. Al Imam Ibn Hajar Al Asqalany di dalam Fathul Barri Bisyaroh Shohih Al Bukhori menjelaskan bahwa cinta kepada Allah dan ROsulullah itu ada tingkatan derajatnya, walaupun seseorang itu adalah orang yang banyak berbuat dosa namun cinta kepada Allah dan Rosulullah tidak bisa terhapus oleh dosa, meskipun banyak amal-amal yang terhapus sebab dosa, seperti sifat riya', ujub dan yang lainnya hal itu bisa menghapus pahala, tetapi cinta kepada Allah dan Rosul-Nya tidak bisa terhapus walaupun dengan amal yang buruk selama tidak menyekutukan Allah subhanahu wata'ala. Dan sebagian orang berkata bahwa yang menyekutukan Allah tidak akan diampuni dosanya. Dosanya tidak diampuni jika ia wafat dalam keadaan masih menyekutukan Allah, namun jika ia bertobat sebelum ia wafat maka dosanya diampuni oleh Allah, tidak ada dosa yang tidak diampuni oleh Allah jika seseorang bertobat. Maksudnya bahwa Allah tidak mengampuni dosa orang yang menyekutukan Allah; banyak orang yang wafat masih dalam keadaan banyak membawa dosa namun diampuni oleh Allah, meskipun dia akan menghadapi masalah di alam kuburnya, masalah di hisab, masalah di mizan, di neraka, namun dosa mereka akan diampuni dan mereka akan disampaikan ke surga Allah walaupun terlambat. Namun layaknya kita yang mendapatkan tawaran yang demikian luhur dari Yang Maha Luhur, maka jangan tolak keluhuran yang ditawarkan kepada kita dalam setiap detik dan saat. Renungi, tangisi dan sesali setiap nafas kita yang lewat dalam kehinaan di masa-masa yang lalu, dan kita memohonlah kepada Allah agar Allah menuntun kita kepada keluhuran di setiap detik kita di masa mendatang. Jika hatimu berkata: "Aku menginginkan keluhuran, namun aku selalu terjebak dalam dosa", maka mohonlah kepada Allah agar diberi kemudahan dan teruslah memohon kepada-Nya, karena orang memohon kepada Allah lalu ia kembali terjebak dalam dosa, berbeda dengan orang yang sombong dan tidak mau meminta kepada Allah dan hanya terus berdosa. Sebagian orang dibisiki oleh syaitan: "Jangan bertobat, jika kamu bertobat nanti kamu akan berbuat dosa lagi, maka kamu telah munafik kepada Allah", sungguh tidak demikian, Allah subhanahu wata'ala Maha menerima taubat. Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam beristighfar 70 kali sehari kepada Allah, demikian riwayat Shohih Al Bukhori. Janganlah bosan bertobat dikarenakan terus berbuat dosa, tetapi teruslah bertobat hingga bosan berbuat dosa. Jangan dikalahkan oleh dosa, jika berbuat dosa maka bertobatlah, dan jika bermaksiat lagi dan tidak mau bertobat maka kalahlah tobat oleh dosa, jadi jika terjebak lagi dalam perbuatan dosa maka segeralah bertobat kepada Allah sampai dosa itu dikalahkan oleh tobat.
Jika ada perbedaan diantara kita dalam menyikapi sesuatu/permasalahan, kita serahkan pada Allah jika perbedaan itu berlandaskan pada Al-Quran dan sunnah.
Nabi saw bersabda: "Allahhu robbuna wa robbukum lanaa a’malunaa wa lakum a’malukum laa hujjata bainanaa wa bainakum". (Allah tuhan kita semua. Amal kita untuk kita, amal orang lain untuk dirinya, jangan ada pertengkaran antara kita semua).
Maka jangan ada percekcokan/perselisihan/pertengkaran, karena itu adalah wujud buruknya amal dan bisa merusak amal. Mari kita mencontoh Rosulullah saw, di saat berdakwah di Tho’if, beliau dilempari hingga berdarah, kemudian ditawari oleh malaikat supaya orang yang melemparinya dihancurkan, kemudian nabi menjawab:”hei malaikat, kalau orang itu dihancurkan, bagaimana nanti anaknya? Andaikan ayahnya saat ini tidak mau, mudah-mudahan cucunya nanti mau”. Seperti itulah ketabahan rosululloh saw. Kalau dengan orang yang kafir terhadap Allah saja, Rosulullah memberikan contoh demikian terlebih jika kepada sesame muslim. Itulah akhlak luhurnya Rosulullah, yang dicontohkan untuk kita sebagai umatnya.
Jangan sampai kita termasuk dalam ancaman hadits Qudsi ini, disebut dalam hadis Qudsi, Allah berfirman:
“Barangsiapa yang tidak pasrah terhadap takdir-Ku (ketentuan-Ku), barangsiapa yang tidak sabar terhadap cobaan dariku, barangsiapa yang tidak bersyukur terhadap anugrah dariku, maka keluarlah dari bawah langitku, dan carilah tuhan selainku”.
Na’udzubillah tsumma na’udzubillah min dzalik. Semoga kita termasuk orang yang selalu berpegang pada aturan Allah baik perintah Allah didalam al-Quran maupun dari lisan (sunnah) Sayyidina Muhammad shollahu’alaihi wasallam. Aamiin. Wallahua’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar