Al-Kahfi
Penulis kitab Fadha'ilul Khamsah Minas
Shihahis Sittah (jilid II, halaman 291-300),
mengetengahkan suatu riwayat yang
dikutip dari kitab Qishashul Anbiya. Riwayat tersebut
berkaitan dengan tafsir ayat 10 Surah
Al-Kahfi, yang terjemahannya sebagai berikut: "Ingatlah
ketika pemuda-pemuda itu mencari tempat
berlindung di dalam gua, kemudian mereka berdoa:
"Wahai Allah, Tuhan kami, berilah
rahmat kepada kami dari sisi-Mu…" Dengan panjang lebar
kitab Qishashul Anbiya mulai dari
halaman 566 meriwayatkan sebagai berikut:
Di kala Umar Ibnul Khattab memangku
jabatan sebagai Amirul Mukminin, pernah datang
kepadanya beberapa orang pendeta Yahudi.
Mereka berkata kepada Khalifah: "Hai Khalifah
Umar, anda adalah pemegang kekuasaan
sesudah Muhammad dan sahabatnya, Abu Bakar. Kami
hendak menanyakan beberapa masalah
penting kepada anda. Jika anda dapat memberi
jawaban kepada kami, barulah kami mau
mengerti bahwa Islam merupakan agama yang benar
dan Muhammad benar-benar seorang Nabi.
Sebaliknya, jika anda tidak dapat memberi
jawaban, berarti bahwa agama Islam itu
bathil dan Muhammad bukan seorang Nabi."
"Silahkan bertanya tentang apa saja
yang kalian inginkan," sahut Khalifah Umar.
"Jelaskan kepada kami tentang induk
kunci (gembok) mengancing langit, apakah itu?" Tanya
pendeta-pendeta itu, memulai
pertanyaan-pertanyaannya. "Terangkan kepada kami tentang
adanya sebuah kuburan yang berjalan
bersama penghuninya, apakah itu? Tunjukkan kepada
kami tentang suatu makhluk yang dapat
memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi ia
bukan manusia dan bukan jin! Terangkan
kepada kami tentang lima jenis makhluk yang dapat
berjalan di permukaan bumi, tetapi
makhluk-makhluk itu tidak dilahirkan dari kandungan ibu
atau atau induknya! Beritahukan kepada
kami apa yang dikatakan oleh burung puyuh (gemak)
di saat ia sedang berkicau! Apakah yang
dikatakan oleh ayam jantan di kala ia sedang
berkokok! Apakah yang dikatakan oleh
kuda di saat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan
oleh katak di waktu ia sedang bersuara?
Apakah yang dikatakan oleh keledai di saat ia sedang
meringkik? Apakah yang dikatakan oleh
burung pipit pada waktu ia sedang berkicau?"
Khalifah Umar menundukkan kepala untuk
berfikir sejenak, kemudian berkata: "Bagi Umar, jika
ia menjawab 'tidak tahu' atas pertanyaan-pertanyaan
yang memang tidak diketahui
jawabannya, itu bukan suatu hal yang
memalukan!''
Mendengar jawaban Khalifah Umar seperti
itu, pendeta-pendeta Yahudi yang bertanya berdiri
melonjak-lonjak kegirangan, sambil
berkata: "Sekarang kami bersaksi bahwa Muhammad
memang bukan seorang Nabi, dan agama
Islam itu adalah bathil!"
Salman Al-Farisi yang saat itu hadir,
segera bangkit dan berkata kepada pendeta-pendeta
Yahudi itu: "Kalian tunggu
sebentar!"
Ia cepat-cepat pergi ke rumah Ali bin
Abi Thalib. Setelah bertemu, Salman berkata: "Ya Abal
Hasan, selamatkanlah agama Islam!"
Imam Ali r.a. bingung, lalu bertanya:
"Mengapa?"
Salman kemudian menceritakan apa yang
sedang dihadapi oleh Khalifah Umar Ibnul Khattab.
Imam Ali segera saja berangkat menuju ke
rumah Khalifah Umar, berjalan lenggang memakai
burdah (selembar kain penutup punggung
atau leher) peninggalan Rasul Allah s.a.w. Ketika
Umar melihat Ali bin Abi Thalib datang,
ia bangun dari tempat duduk lalu buru-buru
memeluknya, sambil berkata: "Ya
Abal Hasan, tiap ada kesulitan besar, engkau selalu
kupanggil!"
Setelah berhadap-hadapan dengan para
pendeta yang sedang menunggu-nunggu jawaban itu,
Ali bin Abi Thalib herkata:
"Silakan kalian bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan. Rasul
Allah s.a.w. sudah mengajarku seribu
macam ilmu, dan tiap jenis dari ilmu-ilmu itu mempunyai
seribu macam cabang ilmu!"
Pendeta-pendeta Yahudi itu lalu
mengulangi pertanyaan-pertanyaan mereka. Sebelum
menjawab, Ali bin Abi Thalib berkata:
"Aku ingin mengajukan suatu syarat kepada kalian, yaitu
jika ternyata aku nanti sudah menjawab
pertanyaan-pertanyaan kalian sesuai dengan yang ada
di dalam Taurat, kalian supaya bersedia
memeluk agama kami dan beriman!"
"Ya baik!" jawab mereka.
"Sekarang tanyakanlah satu demi
satu," kata Ali bin Abi Thalib.
Mereka mulai bertanya: "Apakah
induk kunci (gembok) yang mengancing pintu-pintu langit?"
"Induk kunci itu," jawab Ali
bin Abi Thalib, "ialah syirik kepada Allah. Sebab semua hamba
Allah, baik pria maupun wanita, jika ia
bersyirik kepada Allah, amalnya tidak akan dapat naik
sampai ke hadhirat Allah!"
Para pendeta Yahudi bertanya lagi:
"Anak kunci apakah yang dapat membuka pintu-pintu
langit?"
Ali bin Abi Thalib menjawab: "Anak
kunci itu ialah kesaksian (syahadat) bahwa tiada tuhan
selain Allah dan Muhammad adalah Rasul
Allah!"
Para pendeta Yahudi itu saling pandang
di antara mereka, sambil berkata: "Orang itu benar
juga!" Mereka bertanya lebih
lanjut: "Terangkanlah kepada kami tentang adanya sebuah
kuburan yang dapat berjalan bersama
penghuninya!"
"Kuburan itu ialah ikan hiu (hut)
yang menelan Nabi Yunus putera Matta," jawab Ali bin Abi
Thalib. "Nabi Yunus as. dibawa
keliling ketujuh samudera!"
Pendeta-pendeta itu meneruskan
pertanyaannya lagi: "Jelaskan kepada kami tentang makhluk
yang dapat memberi peringatan kepada
bangsanya, tetapi makhluk itu bukan manusia dan
bukan jin!"
Ali bin Abi Thalib menjawab:
"Makhluk itu ialah semut Nabi Sulaiman putera Nabi Dawud
alaihimas salam. Semut itu berkata
kepada kaumnya: "Hai para semut, masuklah ke dalam
tempat kediaman kalian, agar tidak
diinjak-injak oleh Sulaiman dan pasukan-nya dalam
keadaan mereka tidak sadar!"
Para pendeta Yahudi itu meneruskan
pertanyaannya: "Beritahukan kepada kami tentang lima
jenis makhluk yang berjalan di atas
permukaan bumi, tetapi tidak satu pun di antara makhlukmakhluk
itu yang dilahirkan dari kandungan
ibunya atau induknya!"
Ali bin Abi Thalib menjawab: "Lima
makhluk itu ialah, pertama, Adam. Kedua, Hawa. Ketiga,
Unta Nabi Shaleh. Keempat, Domba Nabi
Ibrahim. Kelima, Tongkat Nabi Musa (yang menjelma
menjadi seekor ular)."
Dua di antara tiga orang pendeta Yahudi
itu setelah mendengar jawaban-jawaban serta
penjelasan yang diberikan oleh Imam Ali
r.a. lalu mengatakan: "Kami bersaksi bahwa tiada
tuhan selain Allah dan Muhammad adalah
Rasul Allah!"
Tetapi seorang pendeta lainnya, bangun
berdiri sambil berkata kepada Ali bin Abi Thalib: "Hai
Ali, hati teman-temanku sudah dihinggapi
oleh sesuatu yang sama seperti iman dan keyakinan
mengenai benarnya agama Islam. Sekarang masih
ada satu hal lagi yang ingin kutanyakan
kepada anda."
"Tanyakanlah apa saja yang kau
inginkan," sahut Imam Ali.
"Coba terangkan kepadaku tentang
sejumlah orang yang pada zaman dahulu sudah mati selama
309 tahun, kemudian dihidupkan kembali
oleh Allah. Bagaimana hikayat tentang mereka itu?"
Tanya pendeta tadi.
Ali bin Ali Thalib menjawab: "Hai
pendeta Yahudi, mereka itu ialah para penghuni gua. Hikayat
tentang mereka itu sudah dikisahkan oleh
Allah s.w.t. kepada Rasul-Nya. Jika engkau mau,
akan kubacakan kisah mereka itu."
Pendeta Yahudi itu menyahut: "Aku
sudah banyak mendengar tentang Qur'an kalian itu! Jika
engkau memang benar-benar tahu, coba
sebutkan nama-nama mereka, nama ayah-ayah
mereka, nama kota mereka, nama raja
mereka, nama anjing mereka, nama gunung serta gua
mereka, dan semua kisah mereka dari awal
sampai akhir!"
Ali bin Abi Thalib kemudian membetulkan
duduknya, menekuk lutut ke depan perut, lalu
ditopangnya dengan burdah yang diikatkan
ke pinggang. Lalu ia berkata: "Hai saudara Yahudi,
Muhammad Rasul Allah s.a.w. kekasihku
telah menceritakan kepadaku, bahwa kisah itu terjadi
di negeri Romawi, di sebuah kota bernama
Aphesus, atau disebut juga dengan nama Tharsus.
Tetapi nama kota itu pada zaman dahulu
ialah Aphesus (Ephese). Baru setelah Islam datang,
kota itu berubah nama menjadi Tharsus
(Tarse, sekarang terletak di dalam wilayah Turki).
Penduduk negeri itu dahulunya mempunyai
seorang raja yang baik. Setelah raja itu meninggal
dunia, berita kematiannya didengar oleh
seorang raja Persia bernama Diqyanius. Ia seorang
raja kafir yang amat congkak dan dzalim.
Ia datang menyerbu negeri itu dengan kekuatan
pasukannya, dan akhirnya berhasil
menguasai kota Aphesus. Olehnya kota itu dijadikan ibukota
kerajaan, lalu dibangunlah sebuah
Istana."
Baru sampai di situ, pendeta Yahudi yang
bertanya itu berdiri, terus bertanya: "Jika engkau
benar-benar tahu, coba terangkan
kepadaku bentuk Istana itu, bagaimana serambi dan
ruangan-ruangannya!"
Ali bin Abi Thalib menerangkan:
"Hai saudara Yahudi, raja itu membangun istana yang sangat
megah, terbuat dari batu marmar.
Panjangnya satu farsakh (= kl 8 km) dan lebarnya pun satu
farsakh. Pilar-pilarnya yang berjumlah
seribu buah, semuanya terbuat dari emas, dan lampulampu
yang berjumlah seribu buah, juga
semuanya terbuat dari emas. Lampu-lampu itu
bergelantungan pada rantai-rantai yang
terbuat dari perak. Tiap malam apinya dinyalakan
dengan sejenis minyak yang harum baunya.
Di sebelah timur serambi dibuat lubang-lubang
cahaya sebanyak seratus buah, demikian
pula di sebelah baratnya. Sehingga matahari sejak
mulai terbit sampai terbenam selalu
dapat menerangi serambi. Raja itu pun membuat sebuah
singgasana dari emas. Panjangnya 80
hasta dan lebarnya 40 hasta. Di sebelah kanannya tersedia
80 buah kursi, semuanya terbuat dari
emas. Di situlah para hulubalang kerajaan duduk. Di
sebelah kirinya juga disediakan 80 buah
kursi terbuat dari emas, untuk duduk para pepatih dan
penguasa-penguasa tinggi lainnya. Raja
duduk di atas singgasana dengan mengenakan mahkota
di atas kepala."
Sampai di situ pendeta yang bersangkutan
berdiri lagi sambil berkata: "Jika engkau benar-benar
tahu, coba terangkan kepadaku dari
apakah mahkota itu dibuat?"
"Hai saudara Yahudi," kata
Imam Ali menerangkan, "mahkota raja itu terbuat dari kepingankepingan
emas, berkaki 9 buah, dan tiap kakinya
bertaburan mutiara yang memantulkan cahaya
laksana bintang-bintang menerangi
kegelapan malam. Raja itu juga mempunyai 50 orang
pelayan, terdiri dari anak-anak para
hulubalang. Semuanya memakai selempang dan baju
sutera berwarna merah. Celana mereka
juga terbuat dari sutera berwarna hijau. Semuanya
dihias dengan gelang-gelang kaki yang
sangat indah. Masing-masing diberi tongkat terbuat dari
emas. Mereka harus berdiri di belakang
raja. Selain mereka, raja juga mengangkat 6 orang,
terdiri dari anak-anak para cendekiawan,
untuk dijadikan menteri-menteri atau pembantupembantunya.
Raja tidak mengambil suatu keputusan apa
pun tanpa berunding lehih dulu
dengan mereka. Enam orang pembantu itu
selalu berada di kanan kiri raja, tiga orang berdiri di
sebelah kanan dan yang tiga orang
lainnya berdiri di sebelah kiri."
Pendeta yang bertanya itu berdiri lagi.
Lalu berkata: "Hai Ali, jika yang kau katakan itu benar,
coba sebutkan nama enam orang yang
menjadi pembantu-pembantu raja itu!"
Menanggapi hal itu, Imam Ali r.a.
menjawab: "Kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w.
menceritakan kepadaku, bahwa tiga orang
yang berdiri di sebelah kanan raja, masing-masing
bernama Tamlikha, Miksalmina, dan
Mikhaslimina. Adapun tiga orang pembantu yang berdiri di
sebelah kiri, masing-masing bernama
Martelius, Casitius dan Sidemius. Raja selalu berunding
dengan mereka mengenai segala urusan.
Tiap hari setelah raja duduk dalam
serambi istana dikerumuni oleh semua hulubalang dan para
punggawa, masuklah tiga orang pelayan
menghadap raja. Seorang diantaranya membawa piala
emas penuh berisi wewangian murni.
Seorang lagi membawa piala perak penuh berisi air sari
bunga. Sedang yang seorangnya lagi
membawa seekor burung. Orang yang membawa burung ini
kemudian mengeluarkan suara isyarat,
lalu burung itu terbang di atas piala yang berisi air sari
bunga. Burung itu berkecimpung di
dalamnya dan setelah itu ia mengibas-ngibaskan sayap serta
bulunya, sampai sari-bunga itu habis
dipercikkan ke semua tempat sekitarnya.
Kemudian si pembawa burung tadi
mengeluarkan suara isyarat lagi. Burung itu terbang pula.
Lalu hinggap di atas piala yang berisi
wewangian murni. Sambil berkecimpung di dalamnya,
burung itu mengibas-ngibaskan sayap dan
bulunya, sampai wewangian murni yang ada dalam
piala itu habis dipercikkan ke tempat
sekitarnya. Pembawa burung itu memberi isyarat suara
lagi. Burung itu lalu terbang dan
hinggap di atas mahkota raja, sambil membentangkan kedua
sayap yang harum semerbak di atas kepala
raja.
Demikianlah raja itu berada di atas
singgasana kekuasaan selama tiga puluh tahun. Selama itu
ia tidak pernah diserang penyakit apa
pun, tidak pernah merasa pusing kepala, sakit perut,
demam, berliur, berludah atau pun
beringus. Setelah sang raja merasa diri sedemikian kuat dan
sehat, ia mulai congkak, durhaka dan
dzalim. Ia mengaku-aku diri sebagai "tuhan" dan tidak
mau lagi mengakui adanya Allah s.w.t.
Raja itu kemudian memanggil orang-orang
terkemuka dari rakyatnya. Barang siapa yang taat
dan patuh kepadanya, diberi pakaian dan
berbagai macam hadiah lainnya. Tetapi barang siapa
yang tidak mau taat atau tidak bersedia
mengikuti kemauannya, ia akan segera dibunuh. Oleh
sebab itu semua orang terpaksa mengiakan
kemauannya. Dalam masa yang cukup lama, semua
orang patuh kepada raja itu, sampai ia
disembah dan dipuja. Mereka tidak lagi memuja dan
menyembah Allah s.w.t.
Pada suatu hari perayaan ulang-tahunnya,
raja sedang duduk di atas singgasana mengenakan
mahkota di atas kepala, tiba-tiba
masuklah seorang hulubalang memberi tahu, bahwa ada
balatentara asing masuk menyerbu ke
dalam wilayah kerajaannya, dengan maksud hendak
melancarkan peperangan terhadap raja.
Demikian sedih dan bingungnya raja itu, sampai tanpa
disadari mahkota yang sedang dipakainya
jatuh dari kepala. Kemudian raja itu sendiri jatuh
terpelanting dari atas singgasana. Salah
seorang pembantu yang berdiri di sebelah kanan --
seorang cerdas yang bernama Tamlikha--
memperhatikan keadaan sang raja dengan sepenuh
fikiran. Ia berfikir, lalu berkata di
dalam hati: "Kalau Diqyanius itu benar-benar tuhan
sebagaimana menurut pengakuannya, tentu
ia tidak akan sedih, tidak tidur, tidak buang air
kecil atau pun air besar. Itu semua
bukanlah sifat-sifat Tuhan."
Enam orang pembantu raja itu tiap hari
selalu mengadakan pertemuan di tempat salah seorang
dari mereka secara bergiliran. Pada satu
hari tibalah giliran Tamlikha menerima kunjungan lima
orang temannya. Mereka berkumpul di
rumah Tamlikha untuk makan dan minum, tetapi
Tamlikha sendiri tidak ikut makan dan
minum. Teman-temannya bertanya: "Hai Tamlikha,
mengapa engkau tidak mau makan dan tidak
mau minum?"
"Teman-teman," sahut Tamlikha,
"hatiku sedang dirisaukan oleh sesuatu yang membuatku tidak
ingin makan dan tidak ingin minum, juga
tidak ingin tidur."
Teman-temannya mengejar: "Apakah
yang merisaukan hatimu, hai Tamlikha?"
"Sudah lama aku memikirkan soal
langit," ujar Tamlikha menjelaskan. "Aku lalu bertanya pada
diriku sendiri: 'siapakah yang
mengangkatnya ke atas sebagai atap yang senantiasa aman dan
terpelihara, tanpa gantungan dari atas
dan tanpa tiang yang menopangnya dari bawah?
Siapakah yang menjalankan matahari dan
bulan di langit itu? Siapakah yang menghias langit itu
dengan bintang-bintang bertaburan?'
Kemudian kupikirkan juga bumi ini: 'Siapakah yang
membentang dan menghamparkan-nya di
cakrawala? Siapakah yang menahannya dengan
gunung-gunung raksasa agar tidak goyah,
tidak goncang dan tidak miring?' Aku juga lama sekali
memikirkan diriku sendiri: 'Siapakah
yang mengeluarkan aku sebagai bayi dari perut ibuku?
Siapakah yang memelihara hidupku dan
memberi makan kepadaku? Semuanya itu pasti ada
yang membuat, dan sudah tentu bukan
Diqyanius'…"
Teman-teman Tamlikha lalu bertekuk lutut
di hadapannya. Dua kaki Tamlikha diciumi sambil
berkata: "Hai Tamlikha dalam hati
kami sekarang terasa sesuatu seperti yang ada di dalam
hatimu. Oleh karena itu, baiklah engkau
tunjukkan jalan keluar bagi kita semua!"
"Saudara-saudara," jawab
Tamlikha, "baik aku maupun kalian tidak menemukan akal selain
harus lari meninggalkan raja yang dzalim
itu, pergi kepada Raja pencipta langit dan bumi!"
"Kami setuju dengan
pendapatmu," sahut teman-temannya.
Tamlikha lalu berdiri, terus beranjak
pergi untuk menjual buah kurma, dan akhirnya berhasil
mendapat uang sebanyak 3 dirham. Uang
itu kemudian diselipkan dalam kantong baju. Lalu
berangkat berkendaraan kuda bersama-sama
dengan lima orang temannya.
Setelah berjalan 3 mil jauhnya dari
kota, Tamlikha berkata kepada teman-temannya: "Saudarasaudara,
kita sekarang sudah terlepas dari raja
dunia dan dari kekuasaannya. Sekarang turunlah
kalian dari kuda dan marilah kita
berjalan kaki. Mudah-mudahan Allah akan memudahkan
urusan kita serta memberikan jalan
keluar."
Mereka turun dari kudanya masing-masing.
Lalu berjalan kaki sejauh 7 farsakh, sampai kaki
mereka bengkak berdarah karena tidak
biasa berjalan kaki sejauh itu.
Tiba-tiba datanglah seorang penggembala
menyambut mereka. Kepada penggembala itu
mereka bertanya: "Hai penggembala,
apakah engkau mempunyai air minum atau susu?"
"Aku mempunyai semua yang kalian
inginkan," sahut penggembala itu. "Tetapi kulihat wajah
kalian semuanya seperti kaum bangsawan.
Aku menduga kalian itu pasti melarikan diri. Coba
beritahukan kepadaku bagaimana cerita
perjalanan kalian itu!"
"Ah…, susahnya orang ini,"
jawab mereka. "Kami sudah memeluk suatu agama, kami tidak boleh
berdusta. Apakah kami akan selamat jika
kami mengatakan yang sebenarnya?"
"Ya," jawab penggembala itu.
Tamlikha dan teman-temannya lalu
menceritakan semua yang terjadi pada diri mereka.
Mendengar cerita mereka, penggembala itu
segera bertekuk lutut di depan mereka, dan sambil
menciumi kaki mereka, ia berkata:
"Dalam hatiku sekarang terasa sesuatu seperti yang ada
dalam hati kalian. Kalian berhenti
sajalah dahulu di sini. Aku hendak mengembalikan kambingkambing
itu kepada pemiliknya. Nanti aku akan
segera kembali lagi kepada kalian."
Tamlikha bersama teman-temannya
berhenti. Penggembala itu segera pergi untuk
mengembalikan kambing-kambing
gembalaannya. Tak lama kemudian ia datang lagi berjalan
kaki, diikuti oleh seekor anjing
miliknya."
Waktu cerita Imam Ali sampai di situ,
pendeta Yahudi yang bertanya melonjak berdiri lagi
sambil berkata: "Hai Ali, jika
engkau benar-benar tahu, coba sebutkan apakah warna anjing itu
dan siapakah namanya?"
"Hai saudara Yahudi," kata Ali
bin Abi Thalib memberitahukan, "kekasihku Muhammad Rasul
Allah s.a.w. menceritakan kepadaku,
bahwa anjing itu berwarna kehitam-hitaman dan bernama
Qithmir. Ketika enam orang pelarian itu
melihat seekor anjing, masing-masing saling berkata
kepada temannya: kita khawatir
kalau-kalau anjing itu nantinya akan membongkar rahasia kita!
Mereka minta kepada penggembala supaya
anjing itu dihalau saja dengan batu.
Anjing itu melihat kepada Tamlikha dan
teman-temannya, lalu duduk di atas dua kaki
belakang, menggeliat, dan mengucapkan
kata-kata dengan lancar dan jelas sekali: "Hai orangorang,
mengapa kalian hendak mengusirku,
padahal aku ini bersaksi tiada tuhan selain Allah,
tak ada sekutu apa pun bagi-Nya. Biarlah
aku menjaga kalian dari musuh, dan dengan berbuat
demikian aku mendekatkan diriku kepada
Allah s.w.t."
Anjing itu akhirnya dibiarkan saja.
Mereka lalu pergi. Penggembala tadi mengajak mereka naik
ke sebuah bukit. Lalu bersama mereka
mendekati sebuah gua."
Pendeta Yahudi yang menanyakan kisah
itu, bangun lagi dari tempat duduknya sambil berkata:
"Apakah nama gunung itu dan apakah
nama gua itu?!"
Imam Ali menjelaskan: "Gunung itu
bernama Naglus dan nama gua itu ialah Washid, atau di
sebut juga dengan nama Kheram!"
Ali bin Abi Thalib meneruskan ceritanya:
secara tiba-tiba di depan gua itu tumbuh pepohonan
berbuah dan memancur mata-air deras
sekali. Mereka makan buah-buahan dan minum air yang
tersedia di tempat itu. Setelah tiba
waktu malam, mereka masuk berlindung di dalam gua.
Sedang anjing yang sejak tadi mengikuti
mereka, berjaga-jaga ndeprok sambil menjulurkan dua
kaki depan untuk menghalang-halangi
pintu gua. Kemudian Allah s.w.t. memerintahkan
Malaikat maut supaya mencabut nyawa
mereka. Kepada masing-masing orang dari mereka Allah
s.w.t. mewakilkan dua Malaikat untuk
membalik-balik tubuh mereka dari kanan ke kiri. Allah
lalu memerintahkan matahari supaya pada
saat terbit condong memancarkan sinarnya ke dalam
gua dari arah kanan, dan pada saat
hampir terbenam supaya sinarnya mulai meninggalkan
mereka dari arah kiri.
Suatu ketika waktu raja Diqyanius baru
saja selesai berpesta ia bertanya tentang enam orang
pembantunya. Ia mendapat jawaban, bahwa
mereka itu melarikan diri. Raja Diqyanius sangat
gusar. Bersama 80.000 pasukan berkuda ia
cepat-cepat berangkat menyelusuri jejak enam
orang pembantu yang melarikan diri. Ia
naik ke atas bukit, kemudian mendekati gua. Ia melihat
enam orang pembantunya yang melarikan
diri itu sedang tidur berbaring di dalam gua. Ia tidak
ragu-ragu dan memastikan bahwa enam
orang itu benar-benar sedang tidur.
Kepada para pengikutnya ia berkata:
"Kalau aku hendak menghukum mereka, tidak akan
kujatuhkan hukuman yang lebih berat dari
perbuatan mereka yang telah menyiksa diri mereka
sendiri di dalam gua. Panggillah
tukang-tukang batu supaya mereka segera datang ke mari!"
Setelah tukang-tukang batu itu tiba,
mereka diperintahkan menutup rapat pintu gua dengan
batu-batu dan jish (bahan semacam
semen). Selesai dikerjakan, raja berkata kepada para
pengikutnya: "Katakanlah kepada
mereka yang ada di dalam gua, kalau benar-benar mereka itu
tidak berdusta supaya minta tolong
kepada Tuhan mereka yang ada di langit, agar mereka
dikeluarkan dari tempat itu."
Dalam guha tertutup rapat itu, mereka
tinggal selama 309 tahun.
Setelah masa yang amat panjang itu
lampau, Allah s.w.t. mengembalikan lagi nyawa mereka.
Pada saat matahari sudah mulai
memancarkan sinar, mereka merasa seakan-akan baru bangun
dari tidurnya masing-masing. Yang
seorang berkata kepada yang lainnya: "Malam tadi kami lupa
beribadah kepada Allah, mari kita pergi
ke mataair!"
Setelah mereka berada di luar gua,
tiba-tiba mereka lihat mataair itu sudah mengering kembali
dan pepohonan yang ada pun sudah menjadi
kering semuanya. Allah s.w.t. membuat mereka
mulai merasa lapar. Mereka saling bertanya:
"Siapakah di antara kita ini yang sanggup dan
bersedia berangkat ke kota membawa uang
untuk bisa niendapatkan makanan? Tetapi yang
akan pergi ke kota nanti supaya
hati-hati benar, jangan sampai membeli makanan yang dimasak
dengan lemak-babi."
Tamlikha kemudian berkata: "Hai
saudara-saudara, aku sajalah yang berangkat untuk
mendapatkan makanan. Tetapi, hai
penggembala, berikanlah bajumu kepadaku dan ambillah
bajuku ini!"
Setelah Tamlikha memakai baju
penggembala, ia berangkat menuju ke kota. Sepanjang jalan ia
melewati tempat-tempat yang sama sekali
belum pernah dikenalnya, melalui jalan-jalan yang
belum pernah diketahui. Setibanya dekat
pintu gerbang kota, ia
melihat bendera hijau berkibar di
angkasa bertuliskan: "Tiada Tuhan selain Allah dan Isa adalah
Roh Allah."
Tamlikha berhenti sejenak memandang
bendera itu sambil mengusap-usap mata, lalu berkata
seorang diri: "Kusangka aku ini
masih tidur!" Setelah agak lama memandang dan mengamatamati
bendera, ia meneruskan perjalanan
memasuki kota. Dilihatnya banyak orang sedang
membaca Injil. Ia berpapasan dengan
orang-orang yang belum pernah dikenal. Setibanya di
sebuah pasar ia bertanya kepada seorang
penjaja roti: "Hai tukang roti, apakah nama kota
kalian ini?"
"Aphesus," sahut penjual roti
itu.
"Siapakah nama raja kalian?"
tanya Tamlikha lagi. "Abdurrahman," jawab penjual roti.
"Kalau yang kaukatakan itu
benar," kata Tamlikha, "urusanku ini sungguh aneh sekali! Ambillah
uang ini dan berilah makanan
kepadaku!"
Melihat uang itu, penjual roti
keheran-heranan. Karena uang yang dibawa Tamlikha itu uang
zaman lampau, yang ukurannya lebih besar
dan lebih berat.
Pendeta Yahudi yang bertanya itu
kemudian berdiri lagi, lalu berkata kepada Ali bin Abi Thalib:
"Hai Ali, kalau benar-benar engkau
mengetahui, coba terangkan kepadaku berapa nilai uang
lama itu dibanding dengan uang
baru!"
Imam Ali menerangkan: "Kekasihku
Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku,
bahwa uang yang dibawa oleh Tamlikha
dibanding dengan uang baru, ialah tiap dirham lama
sama dengan sepuluh dan dua pertiga
dirham baru!"
Imam Ali kemudian melanjutkan ceritanya:
Penjual Roti lalu berkata kepada Tamlikha: "Aduhai,
alangkah beruntungnya aku! Rupanya
engkau baru menemukan harta karun! Berikan sisa uang
itu kepadaku! Kalau tidak, engkau akan
kuhadapkan kepada raja!"
"Aku tidak menemukan harta
karun," sangkal Tamlikha. "Uang ini kudapat tiga hari yang lalu
dari hasil penjualan buah kurma seharga
tiga dirham! Aku kemudian meninggalkan kota karena
orang-orang semuanya menyembah
Diqyanius!"
Penjual roti itu marah. Lalu berkata:
"Apakah setelah engkau menemukan harta karun masih
juga tidak rela menyerahkan sisa uangmu
itu kepadaku? Lagi pula engkau telah menyebutnyebut
seorang raja durhaka yang mengaku diri
sebagai tuhan, padahal raja itu sudah mati
lebih dari 300 tahun yang silam! Apakah
dengan begitu engkau hendak memperolok-olok aku?"
Tamlikha lalu ditangkap. Kemudian dibawa
pergi menghadap raja. Raja yang baru ini seorang
yang dapat berfikir dan bersikap adil.
Raja bertanya kepada orang-orang yang membawa
Tamlikha: "Bagaimana cerita tentang
orang ini?"
"Dia menemukan harta karun,"
jawab orang-orang yang membawanya.
Kepada Tamlikha, raja berkata:
"Engkau tak perlu takut! Nabi Isa a.s. memerintahkan supaya
kami hanya memungut seperlima saja dari
harta karun itu. Serahkanlah yang seperlima itu
kepadaku, dan selanjutnya engkau akan
selamat."
Tamlikha menjawab: "Baginda, aku
sama sekali tidak menemukan harta karun! Aku adalah
penduduk kota ini!"
Raja bertanya sambil keheran-heranan:
"Engkau penduduk kota ini?"
"Ya. Benar," sahut Tamlikha.
"Adakah orang yang kau kenal?"
tanya raja lagi.
"Ya, ada," jawab Tamlikha.
"Coba sebutkan siapa namanya,"
perintah raja.
Tamlikha menyebut nama-nama kurang lebih
1000 orang, tetapi tak ada satu nama pun yang
dikenal oleh raja atau oleh orang lain
yang hadir mendengarkan. Mereka berkata: "Ah…, semua
itu bukan nama orang-orang yang hidup di
zaman kita sekarang. Tetapi, apakah engkau
mempunyai rumah di kota ini?"
"Ya, tuanku," jawab Tamlikha.
"Utuslah seorang menyertai aku!"
Raja kemudian memerintahkan beberapa
orang menyertai Tamlikha pergi. Oleh Tamlikha
mereka diajak menuju ke sebuah rumah
yang paling tinggi di kota itu. Setibanya di sana,
Tamlikha berkata kepada orang yang
mengantarkan: "Inilah rumahku!"
Pintu rumah itu lalu diketuk. Keluarlah
seorang lelaki yang sudah sangat lanjut usia. Sepasang
alis di bawah keningnya sudah sedemikian
putih dan mengkerut hampir menutupi mata karena
sudah terlampau tua. Ia terperanjat
ketakutan, lalu bertanya kepada orang-orang yang datang:
"Kalian ada perlu apa?"
Utusan raja yang menyertai Tamlikha
menyahut: "Orang muda ini mengaku rumah ini adalah
rumahnya!"
Orang tua itu marah, memandang kepada
Tamlikha. Sambil mengamat-amati ia bertanya:
"Siapa namamu?"
"Aku Tamlikha anak Filistin!"
Orang tua itu lalu berkata: "Coba
ulangi lagi!"
Tamlikha menyebut lagi namanya.
Tiba-tiba orang tua itu bertekuk lutut di depan kaki
Tamlikha sambil berucap: "Ini
adalah datukku! Demi Allah, ia salah seorang di antara orangorang
yang melarikan diri dari Diqyanius, raja
durhaka." Kemudian diteruskannya dengan suara
haru: "Ia lari berlindung kepada
Yang Maha Perkasa, Pencipta langit dan bumi. Nabi kita, Isa
as., dahulu telah memberitahukan kisah
mereka kepada kita dan mengatakan bahwa mereka
itu akan hidup kembali!"
Peristiwa yang terjadi di rumah orang
tua itu kemudian di laporkan kepada raja. Dengan
menunggang kuda, raja segera datang
menuju ke tempat Tamlikha yang sedang berada di
rumah orang tua tadi. Setelah melihat
Tamlikha, raja segera turun dari kuda. Oleh raja
Tamlikha diangkat ke atas pundak,
sedangkan orang banyak beramai-ramai menciumi tangan
dan kaki Tamlikha sambil bertanya-tanya:
"Hai Tamlikha, bagaimana keadaan temantemanmu?"
Kepada mereka Tamlikha memberi tahu,
bahwa semua temannya masih berada di dalam gua.
"Pada masa itu kota Aphesus diurus
oleh dua orang bangsawan istana. Seorang beragama Islam
dan seorang lainnya lagi beragama
Nasrani. Dua orang bangsawan itu bersama pengikutnya
masing-masing pergi membawa Tamlikha
menuju ke gua," demikian Imam Ali melanjutkan
ceritanya.
Teman-teman Tamlikha semuanya masih
berada di dalam gua itu. Setibanya dekat gua,
Tamlikha berkata kepada dua orang
bangsawan dan para pengikut mereka: "Aku khawatir kalau
sampai teman-temanku mendengar suara
tapak kuda, atau gemerincingnya senjata. Mereka
pasti menduga Diqyanius datang dan
mereka bakal mati semua. Oleh karena itu kalian berhenti
saja di sini. Biarlah aku sendiri yang
akan menemui dan memberitahu mereka!"
Semua berhenti menunggu dan Tamlikha
masuk seorang diri ke dalam gua. Melihat Tamlikha
datang, teman-temannya berdiri
kegirangan, dan Tamlikha dipeluknya kuat-kuat. Kepada
Tamlikha mereka berkata: "Puji dan
syukur bagi Allah yang telah menyelamatkan dirimu dari
Diqyanius!"
Tamlikha menukas: "Ada urusan apa
dengan Diqyanius? Tahukah kalian, sudah berapa lamakah
kalian tinggal di sini?"
"Kami tinggal sehari atau beberapa
hari saja," jawab mereka.
"Tidak!" sangkal Tamlikha.
"Kalian sudah tinggal di sini selama 309 tahun! Diqyanius sudah lama
meninggal dunia! Generasi demi generasi
sudah lewat silih berganti, dan penduduk kota itu
sudah beriman kepada Allah yang Maha
Agung! Mereka sekarang datang untuk bertemu dengan
kalian!"
Teman-teman Tamlikha menyahut: "Hai
Tamlikha, apakah engkau hendak menjadikan kami ini
orang-orang yang menggemparkan seluruh
jagad?"
"Lantas apa yang kalian
inginkan?" Tamlikha balik bertanya.
"Angkatlah tanganmu ke atas dan
kami pun akan berbuat seperti itu juga," jawab mereka.
Mereka bertujuh semua mengangkat tangan
ke atas, kemudian berdoa: "Ya Allah, dengan
kebenaran yang telah Kau perlihatkan
kepada kami tentang keanehan-keanehan yang kami
alami sekarang ini, cabutlah kembali
nyawa kami tanpa sepengetahuan orang lain!"
Allah s.w.t. mengabulkan permohonan
mereka. Lalu memerintahkan Malaikat maut mencabut
kembali nyawa mereka. Kemudian Allah
s.w.t. melenyapkan pintu gua tanpa bekas. Dua orang
bangsawan yang menunggu-nunggu segera
maju mendekati gua, berputar-putar selama tujuh
hari untuk mencari-cari pintunya, tetapi
tanpa hasil. Tak dapat ditemukan lubang atau jalan
masuk lainnya ke dalam gua. Pada saat
itu dua orang bangsawan tadi menjadi yakin tentang
betapa hebatnya kekuasaan Allah s.w.t.
Dua orang bangsawan itu memandang semua peristiwa
yang dialami oleh para penghuni gua,
sebagai peringatan yang diperlihatkan Allah kepada
mereka.
Bangsawan yang beragama Islam lalu
berkata: "Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku!
Akan kudirikan sebuah tempat ibadah di
pintu guha itu."
Sedang bangsawan yang beragama Nasrani
berkata pula: "Mereka mati dalam keadaan memeluk
agamaku! Akan kudirikan sebuah biara di
pintu gua itu."
Dua orang bangsawan itu bertengkar, dan
setelah melalui pertikaian senjata, akhirnya
bangsawan Nasrani terkalahkan oleh
bangsawan yang beragama Islam. Dengan terjadinya
peristiwa tersebut, maka Allah
berfirman, yang artinya: "Orang-orang yang telah memenangkan
urusan mereka berkata: 'Kami hendak
mendirikan sebuah rumah peribadatan di atas mereka'…"
(S. Al Kahfi: 21).
Sampai di situ Imam Ali bin Abi Thalib
berhenti menceritakan kisah para penghuni gua.
Kemudian berkata kepada pendeta Yahudi
yang menanyakan kisah itu: "Itulah, hai Yahudi, apa
yang telah terjadi dalam kisah mereka.
Demi Allah, sekarang aku hendak bertanya kepadamu,
apakah semua yang kuceritakan itu sesuai
dengan apa yang tercantum dalam Taurat kalian?"
Pendeta Yahudi itu menjawab: "Ya
Abal Hasan, engkau tidak menambah dan tidak mengurangi,
walau satu huruf pun! Sekarang engkau
jangan menyebut diriku sebagai orang Yahudi, sebab
aku telah bersaksi bahwa tiada tuhan
selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba Allah
serta Rasul-Nya. Aku pun bersaksi juga,
bahwa engkau orang yang paling berilmu di kalangan
ummat ini!"
Demikianlah hikayat tentang para
penghuni gua (Ashhabul Kahfi), kutipan dari kitab Qishasul
Anbiya yang tercantum dalam kitab Fadha
'ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah, tulisan As Sayyid
Murtadha Al Huseiniy Al Faruz Aabaad,
dalam menunjukkan banyaknya ilmu pengetahuan yang
diperoleh Imam Ali bin Abi Thalib dari
Rasul Allah s.a.w.
KEUTAMAAN IMAM ALI R.A
Dalam riwayat yang ditulisnya, Ibnu
Abbas mengatakan: "Demi Allah, Rasul Allah s.a.w. telah
memberi kepada Imam Ali
sembilan-persepuluh dari semua ilmu yang ada, dan demi Allah,
Imam Ali masih juga mengetahui sebagian
dari sepersepuluh ilmu sisanya yang ada pada kalian
atau pada mereka."
Mengenai hal itu cukuplah dikemukakan
saja ucapan Rasul Allah s.a.w. yang menegaskan: "Aku
ini adalah kotanya ilmu atau kotanya
hikmah, sedangkan Ali adalah pintu gerbangnya. Barang
siapa ingin memperoleh ilmu hendaknya ia
mengambil lewat pintunya."
Allah s.w.t. telah melimpahkan nikmat
tiada terhingga kepada Imam Ali bin Abi Thalib r.a.
berupa ilmu dan hikmah, sehingga ia
menjadi orang yang paling banyak mengetahui dan
menguasai isi A1 Qur'an serta
ajaran-ajaran Rasul Allah s.a.w. Dengan sendirinya ia pun
merupakan orang yang paling mampu
menetapkan fatwa hukum Islam. Sebenarnya hal itu
bukan merupakKan satu kejutan, karena
dia adalah satu-satunya orang muslim yang terdini
memeluk Islam dan hidup langsung di
bawah naungan wahyu sejak masa kanak-kanak sampai
dewasa.
Sebuah riwayat hadits yang berasal dari
Mu'adz bin Jabal mengatakan bahwa Rasul Allah s.a.w.
berkata kepada Imam Ali r.a.:
"Engkau mengungguli orang lain dalam tujuh perkara. Tak ada
seorang Qureisy pun yang dapat menyangkalnya.
Yaitu:
-Engkau adalah orang pertama yang
beriman kepada Allah,
-Engkau orang yang terdekat dengan janji
Allah,
-Engkau orang yang termampu menegakkan
perintah Allah,
-Engkau orang yang paling adil mengatur
pembagian (ghanimah),
-Engkau orang yang paling berlaku adil
terhadap rakyat,
-Engkau paling banyak mengetahui semua
persoalan,
-dan Engkau orang yang paling tinggi
nilai kebaikan sifatnya di sisi Allah."
Jadi, kalau Rasul Allah s.a.w. sendiri
sudah menilai Imam Ali r.a. sedemikian lengkapnya,
tidaklah keliru kalau dikatakan, bahwa
Imam Ali r.a. merupakan kualitas pilihan di kalangan
ummat Islam.
Fiqh
Orang yang paling lembut hatinya dan
paling ramah di kalangan ummatku ialah Abu Bakar.
Demikian diungkapkan oleh Rasul Allah
s.a.w. Sedang yang paling keras membela agama ialah
Umar Ibnul Khattab. Yang paling pemalu
adalah Utsman bin Affan. Adapun Ali, ajar Rasul Allah
s.a.w. seterusnya, ialah yang paling
tahu tentang hukum.
Pernyataan Rasul Allah s.a.w. tersebut
merupakan masnad bagi uraian Abu Ya'la, sebagaimana
tercantum dalam kitab karya seorang
penulis kenamaan As-Sayuthiy, yang berjudul Al Jami'us
Shaghir (jilid I halaman 58). Yang
dimaksud dengan hukum bukan lain ialah hukum Islam, yaitu
Fiqh. llmu Fiqh merupakan salah satu
cabang penting dari ilmu agama Islam.
Ilmu yang bersangkut-paut dengan semua
ketentuan hukum Islam itu jelas sekali berpangkal
antara lain dari Imam Ali r.a. Boleh
dibilang semua ahli Fiqh di kalangan kaum muslimin
menimba dan mengambil dasar-dasar ilmu
pengetahuannya masingmasing dari Fiqh Imam Ali.
Rekan-rekan dan para pengikut Imam Abu
Hanifah, seperti Abu Yusuf, Muhammad dan
sebagainya, semua berguru kepada Abu
Hanifah.
Seorang ahli Fiqh terkemuka yang
madzhabnya dianut oleh ummat Islam Indonesia, Imam
Syafi'iy, adalah murid Muhammad bin Al
Hasan yang ilmunya berasal dari Abu Hanifah.
Tokoh pertama madzhab Hanbaliy, yaitu
Imam Ahmad bin Hanbal, adalah murid kinasih dan
terkemuka dari Imam Syafi'iy. llmu
pengetahuan yang ditimbanya sudah tentu sama seperti
ilmu yang didapat oleh Imam Syafi'iy
sendiri, yaitu berasal dari Imam Abu Hanifah.
Tokoh besar ilmu Fiqh, Abu Hanifah,
menimba ilmu pengetahuan dari Ja'far bin Muhammad
Ibnul Hanafiyah. Ja'far adalah murid
ayahnya sendiri, sedangkan ayahnya itu ialah murid dan
putera Imam Ali.
Tokoh pertama madzhab Malikiy, yaitu
Imam Malik bin Anas, pun demikian juga. Ia menimba
ilmu pengetahuan tentang Fiqh dari
Abdullah Ibnu Abbas. Sedangkan Abdullah Ibnu Abbas
sendiri diketahui dengan pasti bukan
lain adalah murid Imam Ali bin Abi Thalib r.a. Kalau ada
yang mengatakan bahwa ilmu Fiqh Imam
Syafi'iy berasal dari Imam Malik, pangkal dan sumber
pokoknya berasal juga dari Imam Ali.
Fakta-fakta tersebut mengungkapkan
kenyataan, bahwa 4 orang Imam Fiqh atau tokoh-tokoh
pertama empat madzhab Fiqh di seluruh
dunia Islam sekarang ini, ilmu pengetahuan Fiqhnya
masing-masing berasal dari Imam Ali r.a.
Tentu saja tak perlu diragukan lagi, bahwa ilmu Fiqh
yang ada di kalangan kaum Syi'ah pasti
berasal dari Imam Ali. Seorang tokoh besar Islam
lainnya, Umar Ibnul Khattab r.a.,
dikenal dan diakui sebagai seorang yang banyak memecahkan
masalah-masalah yang berkaitan dengan
hukum Islam. Namun ia tidak lepas dari pemikiran
Imam Ali bin Abi Thalib r.a. Hal ini
diakui sendiri olehnya ketika mengatakan: "Tanpa Ali
celakalah Umar!" Bahkan Khalifah
yang terkenal keras, tegas, tetapi bijaksana dan arif itu
pernah juga mengucap-kan "Tidak ada
kesukaran (hukum) yang tak dapat dipecahkan oleh Abul
Hasan (Imam Ali)."
Waktu melukiskan bagaimana wibawa dan
wewenang Imam Ali dalam menetapkan fatwa
hukum, Khalifah Umar r.a. juga
menegaskan: "Tidak ada seorang pun di dalam masjid yang
dapat memberikan fatwa hukum, bila Ali
hadir."
Penguasaan, penafsiran dan penerapan
hukum Islam oleh Imaln Ali r.a. dilakukan secara tepat
dan diakui kebenarannya oleh Rasul Allah
s.a.w. Hal itu dibuktikan dengan diangkatnya Imam
Ali --pada masa itu-- sebagai qadhi
(hakim) di Yaman. Ketika melepas saudara misan
kesayangannya itu Rasul Allah s.a.w.
sempat berdoa: "Ya Allah, bimbinglah hatinya dan
mantapkanlah ucapannya." Sebagai
tanggapan terhadap harapan Rasul Allah s.a.w. itu Imam Ali
r.a. berkata: "Mulai saat ini aku
tidak akan ragu-ragu lagi mengambil keputusan hukum yang
menyangkut dua belah fihak."
Di antara banyak yurisprudensi,
keputusan-keputusan hukum, yang dilahirkan oleh pemikiran
Imam Ali r.a. ialah yang menyangkut
kasus perkara sebagai berikut: Kasus seorang isteri yang
melahirkan anak, padahal ia baru enam
bulan menikah dengan suaminya. Yaitu suatu
penetapan hukum yang dilakukan oleh Imam
Ali r.a. berdasarkan Surah Al-Ahqaf ayat 15. Juga
Imam Ali-lah yang menetapkan fatwa hukum
Islam tentang wanita hamil karena perbuatan
zina. Memecahkan masalah hukum Faraidh
yang pelik dan rumit, yaitu hukum tentang
pembagian harta waris, Imam Ali r.a.
sanggup melakukannya dengan cepat dan tepat.
Yurisprudensi ini lahir dari satu kasus
yang terkenal dalam sejarah Fiqh dengan nama "Kasus
Minbariyyah". Kasus ini menarik
para ahli hukum Islam maupun non Islam. Peristiwa ini terjadi
ketika Imam Ali r.a. sedang berkhutbah
di atas mimbar, tiba-tiba ada seorang bertanya tentang
hukum yang berkaitan dengan pembagian
waris antara dua orang anak perempuan, dua orang
ayah dan seorang perempuan. Seketika itu
juga dan hanya dalam waktu beberapa detik saja,
tanpa ragu-ragu Imam Ali r.a. menjawab:
"Seperdelapan yang menjadi hak perempuan itu
berubah menjadi sepersembilan!"
Dihitung secara matematik dan ditinjau
dari sudut keadilan dan kebijaksanaan berdasarkan Al-
Qur'an, fatwa hukum Imam Ali r.a.
tersebut mencapai record dalam memecahkan kasus
pembagian harta waris yang amat pelik
dan rumit. Seorang ahli hukum Faraidh sendiri, walau
dengan bantuan alat kalkulator, baru
dapat menemukan angka yang disebutkan oleh Imam Ali
r.a. kalau sudah menghitung-hitung
dahulu selama beberapa saat. Masalah itu memang
merupakan masalah matematika yang cukup
ruwet. Tetapi menurut kenyataan, fatwa Imam Ali
r.a. yang diambil dalam waktu beberapa
detik itu setelah diuji dan diteliti secermat-cermatnya
berdasarkan hukum Al-Qur'an dan sunnah Rasul
Allah s.a.w., terbukti benar dan tepat. Jelaslah
hanya orang yang betul-betul menguasai
dasar-dasar hukum Fiqh sampai sedalam-dalamnya
sajalah yang dapat memberikan jawaban
secepat itu!
Tafsir
Bagi orang awam, bahkan kaum ahli
sekalipun, selalu menjumpai kenyataan bahwa tafsir Al-
Qur'an banyak sekali kaitannya dengan
nama seorang ulama besar, Abdullah Ibnu Abbas. Ulama
ini memang terkenal sekali sebagai
seorang ahli tafsir Al Qur'an. Abdullah Ibnu Abbas juga
seorang ulama yang dipercaya oleh Khalifah
Abu Bakar r.a. dan Khalifah Umar r.a. untuk
memberikan penafsiran tentang sesuatu
ayat Al-Qur'an.
Sungguhpun demikian, ketika Abdullah
Ibnu Abbas ditanya orang, bagaimana perbandingan ilmu
pengetahuan yang dimilikinya dengan ilmu
pengetahuan yang dimiliki oleh "putera paman anda"
(Imam Ali r.a.), jawabnya sederhana
saja: "Perbandingannya seperti setetes air hujan dengan
air samudera!" Jawaban itu tidak
mengherankan. Bukan hanya karena ia rendah hati, melainkan
juga karena ia adalah murid Imam Ali
r.a. sendiri. Dalam ilmu tafsir, nama dua orang itu
hampir tak pernah pisah sama sekali.
Benar sekali penyaksian Abu Fudhail yang
mendengar sendiri Imam Ali r.a. berkata dari atas
mimbar: "Tanyakanlah kepadaku
selama aku ada. Apa saja yang kalian tanyakan, aku sanggup
menjawab. Tanyakanlah tentang Kitab
Allah. Demi Allah, tak ada satu ayat pun yang aku tidak mengetahui,
apakah ayat itu turun di waktu siang
ataukah di waktu malam, di datarankah atau
di pegunungan."
Kata-kata Imam Ali r.a. itu bukan
menunjukkan kesombongan, tetapi karena ia tampak jengkel
melihat ada orang yang menafsirkan
ayat-ayat Al-Qur'an dengan semena-mena. Dan apa yang
diucapkannya itu bukan kata-kata hampa
yang tidak berbukti.
Menurut Ibnu Abil Hadid, Al-Madainiy
meriwayatkan, bahwa dalam salah satu khutbahnya Imam
Ali r.a. pernah berkata:
"Seandainya ada yang mengadu kepadaku karena bantalnya dirobek
orang, aku akan mengambil keputusan
hukum. Bagi ahli Taurat berdasarkan Tauratnya, bagi
ahli Injil berdasarkan Injilnya, dan
bagi ahli Al-Qur'an berdasarkan Qur'an-nya!"
Sungguh besarlah nikmat Allah yang
dilimpahkan kepada putera Abu Thalib yang telah
menerima asuhan dan pendidikan manusia
terbesar sepanjang sejarah, Nabi besar Muhammad
s.a.w.! Tidak keliru kalau tiga orang
Khalifah sebelumnya memandang Imam Ali r.a. sebagai
penasehat
ahli yang sama sekali tak dapat ditinggalkan fatwa-fatwanya.
WAJIB BERPEDOMAN PADA AL QURAN DAN AL HADIST
Ketahuilah wahai saudaraku –semoga Alloh Ta’ala merahmatimu–
bahwasanya Alloh Ta’ala menurunkan dua wahyu berupa al-Qur’an dan al-Hikmah
kepada Rosul-Nya dan mewajibkan kepada seluruh hamba untuk mengimani keduanya
dan mengamalkan kandungannya. Alloh Ta’ala berfirman:
“Dan Alloh telah menurunkan kitab dan hikmah kepadamu.” (QS.
an-Nisa [4]:113)
[Berdasarkan kesepakatan ulama salaf yang dimaksud dengan
al-Kitab yaitu al-Qur'an dan al-Hikmah adalah Sunnah.[1
akan apa yang dikabarkan oleh Rosululloh dari Robbnya, kewajiban kita adalah
membenarkan dan mengimaninya. Hal ini merupakan pokok dasar yang disepakati
oleh seluruh kaum muslimin, tidak ada yang mengingkarinya
[kecuali orang di luar Islam.[2
Namun anehnya, muncul sebuah pemahaman sesat yang
mencukupkan diri dengan al-Qur'an saja tanpa hadits Nabi. Lebih aneh lagi,
tatkala pemikiran beracun ini diadopsi oleh sebagian pemikir dan penulis zaman
sekarang.
Sekadar contoh, simaklah ucapan Agus Mustofa berikut:
“Kita bisa membayangkan, betapa riskannya kita memahami
ucapan Nabi berdasarkan cerita dari orang lain. Bukannya kita tidak percaya
tetapi harus hati-hati. Karena sangat boleh jadi orang-orang yang meriwayatkan
hadits itu tidak paham 100 persen apa yang dimaksudkan oleh Nabi.
Seandainya Rasulullah sekarang ini masih hidup, kita pasti
akan mengatakan: sami’na wa atho’na. Kami dengar dan kami taati. Tetapi karena
hadits-hadits itu diceritakan berdasar kepada pemahaman maka kita harus
menyeleksi dengan sangat ketat. Acuannya gampang. Cocokkan saja dengan
al-Qur’an. Kalau ada hadits tidak sesuai dengan al-Qur’an maka bukan Qur’annya
yang dikalahkan. Melainkan haditsnya yang harus disisihkan.
Maka, dalam hal azab kubur ini pun kita harus mengambil
al-Qur’an sebagai sumber utama terlebih dahulu. Jika al-Qur’an ada, maka
hadits-hadits itu berfungsi sebagai penjelasan. Akan tetapi jika di al-Qur’an
tidak ada, kita harus menyeleksi secara ketat hadits-hadits tentang azab kubur.
Apalagi yang bercerita tentang siksaan badan sebagaimana azab neraka, al-Qur’an
tidak berbicara sedikitpun tentang siksaan badan dalam alam barzakh.”[3]
Kami katakan, bukankah ucapan ini termasuk pemikiran paham
ingkar sunnah yang sesat dan menyesatkan?!! Oleh karenanya, pada kesempatan
yang baik ini, sedikit ingin kami uraikan hadits yang menjadi pedoman paham
sesat ini berikut komentar seputarnya. Hanya kepada Alloh w\ kita meminta ilmu
yang bermanfaat.
TEKS HADITS
“Apa yang datang kepada kalian dariku maka cocokkan lah
dengan al-Qur’an, bila cocok dengan al-Qur’an maka saya mengucapkannya dan bila
menyelisihi al-Qur’an maka saya tidak mengucapkannya.”
LEMAH SEKALI. Diriwayatkan oleh al-Harawi dalam Dzammul
Kalam: 2/78 dari Sholih al-Murri: Menceritakan kepada kami Hasan, dia berkata:
Rosululloh n\ bersabda.
Sanad ini lemah, karena mursal[4], Hasan dalam sanad ini
maksudnya adalah Hasan al-Bashri. Dan Sholih al-Murri yaitu Ibnu Basyir, dia lemah
sekali. Disebutkan oleh adz-Dzahabi
dalam adh-Dhu’afa bahwa an-Nasa’i dan lainnya mengatakan tentangnya:
“Dia ditinggalkan.” al-Hafizh juga
berkata dalam at-Taqrib: “Lemah.”
Hadits-hadits ini memiliki penguat-penguat lainnya tetapi
semuanya parah, sehingga tidak bisa terangkat sebagaimana dikatakan oleh
asy-Syaukani dalam al-Fawaid al-Majmu’ah
hlm. 281.[5]
MENGKRITISI MATAN HADITS
Matan hadits ini pun munkar sebagaimana ditegaskan ulama.
Imam Ibnu Abdil Barr menukil ucapan Imam Abdurrohman bin Mahdi : “Orang-orang
zindiq dan Khowarij yang memalsukan hadits-hadits tersebut.”
Lalu katanya: “Lafadz-lafadz ini tidak shohih dari Nabi
menurut ahli hadits. Bahkan sebagian ahli ilmu membalik hadits ini seraya
mengatakan: Kita cocokkan terlebih dahulu hadits ini dengan al-Qur’an, ternyata
kita dapati kandungan hadits ini menyelisihi al-Qur’an, karena kita tidak
mendapati al-Qur’an memerintahkan agar kita tidak menerima hadits kecuali yang
cocok dengan al-Qur’an, namun al-Qur’an hanya memerintahkan untuk mengikuti
Rosululloh, mentaatinya dan melarang untuk menyelisihinya.”[6]
Ibnu Baththoh juga menukil ucapan as-Saaji : “Hadits ini
dipalsukan atas nama Nabi.” Ali bin Madini berkata: “Hadits ini tidak ada
asalnya, orang-orang zindiq yang membuat hadits ini.”
Ibnu Baththoh berkomentar: “Benar ucapan as-Saaji dan Ibnul
Madini, sebab hadits ini menyelisihi al-Qur’an dan mendustakan pencetusnya.
Hadits yang shohih dan sunnah Rosululloh menolak hadits ini…”
KESESATAN PAHAM INGKAR SUNNAH
Imam as-Suyuthi berkata: “Ketahuilah –semoga Alloh
merahmatimu– bahwa orang yang mengingkari hadits Nabi yang shohih sebagai
hujjah, baik yang berupa ucapan maupun perbuatan, maka dia telah kufur, keluar
dari Islam dan dikumpulkan bersama orang-orang Yahudi, Nashoro dan
kelompok-kelompok kafir lainnya.”[7]
Jauh-jauh hari, Nabi telah menginformasikan akan munculnya
kelompok sesat seperti ini, yaitu dalam haditsnya yang shohih:
“Ketahuilah bahwa aku mendapatkan wahyu al-Qur’an dan juga
semisalnya (hadits). Ketahuilah, hampir saja akan ada seseorang duduk seraya
bersandar di atas ranjang hiasnya dalam keadaan kenyang, sedang dia mengatakan:
Berpeganglah kalian dengan al-Qur’an. Apa yang kalian jumpai di dalamnya berupa
perkara halal, maka halalkan lah. Dan apa yang kalian jumpai di dalamnya berupa
perkara haram, maka haramkan lah.”[8]
Imam al-Baihaqi berkata: “Inilah khobar Rosululloh n/
tentang ingkarnya para ahli bid’ah terhadap hadits beliau. Sungguh apa yang
beliau sampaikan telah nyata terjadi.”[9]
Syaikh Abu Hasan Ubaidulloh bin Muhammad ar-Rohmani
mengatakan: “Hadits ini merupakan tanda di antara tanda-tanda kenabian.
Sungguh, telah terbukti apa yang beliau kabarkan sebagaimana tidak asing lagi
bagi penduduk India terutama penduduk Punjab dari Pakistan.”[10]
Al-Allamah al-Mubarokfuri mengatakan: “Hadits ini merupakan
tanda di antara tanda-tanda kenabian. Sungguh telah terbukti nyata apa yang
beliau kabarkan, karena ada seorang dari daerah Punjab (India) yang menamai
dirinya dengan Ahlu Qur’an. Padahal, amatlah jauh antara dirinya dengan al-Qur’an.
Dahulu dia memang termasuk orang sholih, kemudian dia
tersesat karena mengikuti langkah-langkah setan yang jauh dari jalan lurus.
Akhirnya dia berbicara ngawur dengan perkataan yang tidak pernah diucapkan
seorang muslim pun di dunia ini. Dengan lancangnya, dia menolak hadits-hadits
Nabi n/ seraya berkata: Semua ini hanyalah dusta dan dibuat-buat saja.
Kewajiban kita hanyalah mengamalkan kandungan al-Qur’an tanpa hadits-hadits
Nabi, sekalipun toh shohih dan mutawatir. Barangsiapa tidak berbuat seperti
demikian maka dia terancam dengan firman Alloh Ta’ala:
“Barangsiapa tidak berhukum menurut apa yang diturunkan
Alloh, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. al-Maidah [5]: 44)
Masih banyak lagi perkataan-perkataan kufur lainnya yang
keluar dari mulutnya. Ironisnya, banyak sekali orang-orang bodoh yang terjebak
dalam jaringnya sehingga mereka pun mengangkatnya sebagai imam. Sungguh, para
ulama masa kini telah menghukumi dia kafir dan mengeluarkannya dari Islam. Dan
perkaranya seperti yang mereka katakan.”[11
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani mengatakan: “Kelompok
ini menamakan dirinya dengan al-Qur’aniyun (golongan al-Qur’an), padahal
al-Qur’an berlepas diri dari mereka. Asumsi mereka, dalam memahami al-Qur’an
tidaklah perlu memakai Sunnah Nabi, namun cukup hanya dengan bekal bahasa Arab.
Padahal anda tahu sendiri bahwa bekal itu belum cukup bagi sahabat Jabir
beserta sahabat-sahabat lainnya. Seperti yang telah kita ketahui bukankah
mereka adalah orang-orang Arab tulen yang bahasa Arabnya istimewa dan al-Qur’an
juga turun dengan bahasa mereka?! Lain halnya dengan kelompok al-Qur’aniyun
ini. Mayoritas mereka –bahkan mungkin seluruh mereka– adalah orang-orang
non-Arab.
Akhirnya, hasil dari pemahaman yang menyimpang ini, mereka
keluar dari agama Islam dan mereka datang dengan membawa agama baru. Sholat
mereka tidak seperti sholat kita, haji mereka tidak seperti haji kita, puasa
mereka tidak seperti puasa kita. Dan –saya kurang tahu–, barangkali tauhid
mereka juga tidak seperti tauhid kita.
Kelompok ini awalnya merajalela di India, kemudian merembet
ke Mesir dan Syria. Saya pernah membaca salah satu kitab pedoman mereka yang
berjudul ad-Dien tanpa nama pengarang. Saya katakan: Barangsiapa membaca kitab
tersebut, niscaya dia akan mengetahui bahwa mereka telah keluar dari agama
Islam. Semoga Alloh Ta'ala menghancurkan dua kelompok di atas tadi."[12]
PENUTUP
Kami akhiri tulisan ini dengan nasihat Imam al-Ajurri,
beliau berkata: “Selayaknya bagi para manusia berilmu dan berakal, apabila
mendengar seorang berhujjah dengan hadits Nabi yang shohih, kemudian ada
seorang jahil menentangnya seraya mengatakan: Saya tidak mau menerima kecuali
dari al-Qur’an saja. Maka katakan padanya: Kamu adalah manusia jahil yang
diingatkan oleh Nabi dan para ulama. Kemudian katakan juga padanya: Wahai
jahil, sesungguhnya Alloh telah menurunkan kewajiban-kewajiban-Nya secara
global dan memerintahkan Nabi-Nya agar menjelaskan perinciannya kepada umat
manusia. Alloh Ta’ala berfirman:
“Dan kami turunkan kepadamu al-Qur’an, agar kamu menerangkan
kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.” (QS. an-Nahl
[16]: 44)
Alloh Ta’ala menjadikan Nabi-Nya sebagai penjelas
syariat-Nya dan memerintahkan kepada umat manusia agar menaati Nabi Muhammad
serta menjauhi larangannya. Alloh Ta’ala berfirman:
“Apa yang diberikan Rosul kepadamu maka terimalah dia. Dan
apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (QS. al-Hasyr [59]: 7)
Kemudian katakanlah kepada para pengingkar sunnah: Wahai
jahil, Alloh Ta’ala berfirman:
“Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat.” (QS.
al-Baqoroh [2]: 110)
Dari manakah engkau mengetahui bahwa sholat Shubuh dua
roka’at, sholat Dhuhur empat roka’at, sholat Maghrib tiga roka’at, dan sholat
Isya’ empat roka’at?! Dari manakah engkau mengetahui hukum-hukum seputar
sholat, waktu-waktunya, syarat-syarat, dan pembatalnya?! Demikian pula zakat
dan syariat-syariat Islam lainnya. Tidak akan dapat dipahami secara jelas,
kecuali dari sunnah Nabi.
Inilah perkataan para ulama kaum muslimin. Barangsiapa
mengatakan tidak seperti demikian, maka dia keluar dari agama dan memasuki
agama para penyeleweng. Kita berlindung kepada Alloh Ta’ala dari
kesesatan.”[13]
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Rasulullah bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada di
tangan-Nya, seandainya Musa hadir di tengah kalian lalu kalian mengikutinya dan
meninggalkanku, maka sungguh kalian telah tersesat dari jalan yang lurus.
Kiranya Musa hidup dan menjumpai kenabianku, dia pasti mengikutiku. (Hasan.
riwayat Ad-Darimi dalam Sunannya (441) dan Ahmad (3/471, 4/466) Lihat
Al-Misykah (177) oleh Al-Albani).
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ibnu Abbas berkata: “Hampir saja kalian akan dihujani batu
dari langit.
Aku katakan: Rasulullah bersabda demikian lantas kalian
membantahnya
(dengan alasan)"Tapi Abu Bakar dan Umar berkata
demikian?!” (Shahih. Riwayat Ahmad 1/337 dan Al-Khatib dalam Al-Faqih wal
Mutafaqqih 1/145).
Syaikh Sulaiman bin Abdullah Alu Syaikh rahimahullah berkata
dalam kitabnya Taisir Aziz Al-Hamid hal. 483:
“Jikalau perkataan yang muncul dari Ibnu Abbas ini
diperuntukkan pada orang yang menentang sunnah dengan pendapat Abu Bakar dan
Umar yang telah diketahui bersama kedudukan mereka berdua, lantas bagaimana
kiranya apa yang akan beliau katakan terhadap orang yang menetang sunnah nabi
dengan dengan tokoh dan imam yang dianutnya? Lalu menjadikan pendapat orang
tersebut sebagai tolok ukur Al-Qur’an dan sunnah, bila keduanya sesuai dengan
pendapat tokohnya maka diterima dan bila bertentangan dengan pendapat tokohnya
maka ditolak atau ditakwil. Kepada Allah kita memohon pertolongan”. (Lihat pula
Al-Qaulul Mufid (2/152) oleh Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah cet. Dar Ibnu
Jauzi).
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Oleh: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
================================================================
[1] Imam
asy-Syafi’i berkata: “Alloh menyebut al-Kitab yaitu al-Qur’an dan mengiringinya
dengan al-hikmah. Saya mendengar para ahli ilmu tentang al-Qur’an yang saya
ridhoi: “Al-Hikmah adalah sunnah Rosululloh.” (ar-Risalah hlm. 78)
[2] Ar-Ruuh Ibnu
Qoyyim hlm. 131 secara ringkas
[3] Tak Ada Azab
Kubur? hlm. 211-212. Dan lihat bantahan kami terhadap buku Agus Mustafa ini
secara lebih terperinci dalam risalah kami yang berjudul Adakah Siksa Kubur?
Cet. Pustaka Darul Ilmi, Bogor
[4] Mursal: Suatu
hadits yang diriwayatkan dari tabi’in langsung kepada Rosululloh. Dan mursal
termasuk bagian hadits yang lemah. (Lihat Jami’ Tahshil fi Ahkamil Marasil oleh
al-Ala’i hlm. 31)
==============================================================
TAMBAHAN
seorang ingkarussunnah beralasan cukup dengan Al-Quran saja
namun ia lupa akan firman.. Diriwayatkan bahwa Abu Sa’id bin Ma’la ra sedang
shalat dan ia mendengar panggilan Rasul saw memanggilnya, maka Abu Sa’id
meneruskan shalatnya lalu mendatangi Rasul saw dan berkata : Aku tadi sedang
shalat Wahai Rasulullah.., maka Rasul saw bersabda : “Apa yang menghalangimu
dari mendatangi panggilanku?, bukankah Allah telah berfirman “WAHAI ORANG-ORANG
YANG BERIMAN DATANGILAH PANGGILAN ALLAH DAN RASUL NYA BILA IA MEMANGGIL
KALIAN”.(Al Anfal 24). (Shahih Bukhari hadits no.4204, 4370, 4426, 4720). Dan
bahwa mendatangi panggilan Rasul saw ketika sedang shalat tak membatalkan
shalat, dan mendatangi panggilan beliau lebih mesti didahulukan dari meneruskan
shalat, karena panggilan beliau adalah Panggilan Allah swt, perintah beliau saw
adalah perintah Allah swt, dan ucapan beliau saw adalah wahyu Allah swt...
demikian silahkan kembali ke pengertian Al-Quran dan Hadits itu sendiri..
---------------------------------------------------------------------------------
Dan orang-orang kafir
berkata: "Al Qur'an ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan
oleh Muhammad, dan dia dibantu oleh kaum yang lain"; maka sesungguhnya
mereka telah berbuat suatu kezaliman dan dusta yang besar. (QS. Al-Furqan: 4)
Non-Muslim dan sebagian kelompok sesat (seperti JIL) berkata
bahwa Islam adalah karangan Nabi Muhammad dan para shahabatnya. Tetapi jika
ditanyakan kepada mereka, mana buktinya, mereka tidak bisa menunjukkan satu pun
bukti yang dapat diterima. Ucapan mereka tidak lain hanya kosong belaka. Ucapan
mereka tidak memiliki dasar pijakan yang kuat.
Justeru banyak dasar yang menunjukkan bahwa Islam ini adalah
agama wahyu. Dan satu bukti diantaranya adalah peristiwa turunnya surat An-Nisa
ayat 176.
Ketika itu Umar bin Khaththab bertanya mengenai harta
kalalah (harta seseorang yang mati tanpa meninggalkan anak dan ayah). Padahal
Umar adalah orang yang cerdas. Tetapi toh beliau tetap tidak berani menjadikan
pendapat aqalnya sebagai syari?at. Mendengar pertanyaan itu Nabi Muhammad saaw
tidak langsung menjawab. Padahal beliau seorang Nabi dan Rasul Allah. Kemudian
turunlah ayat tersebut yang menjelaskan syari?at Allah mengenai harta kalalah.
Maka jelaslah bahwa Islam bukanlah karangan Nabi Muhammad
saaw, dan bukan pula karangan para shahabat. Jika benar bahwa Islam itu adalah
karangan Nabi Muhammad, mengapa tidak beliau gunakan saja pendapat aqal beliau
untuk menentukan syariat? Jika benar bahwa Islam itu adalah karangan para
shahabat, mengapa Umar bin Khaththab, seorang shahabat utama, seorang pengganti
Nabi Muhammad saaw untuk memimpin ummat, tidak menggunakan pendapat aqalnya
saja untuk menentukan syari?at? Inilah bukti yang jelas, bahwa Islam adalah
agama wahyu. Adapun aqal hanya berfungsi untuk menggali wahyu yang berisi
tuntunan syari?at dari Sang Pembuat Syari'at, Syari?, yaitu Allah SWT.
Jadi, tidak benar pendapat Mu'tazilah yang mengatakan bahwa
dengan aqal saja, seseorang bisa selamat di dunia dan akhirat. Itu sama sekali
tidak benar, sebab aqal semata tidak akan dapat menentukan bagaimana cara
ibadah yang benar secara muthlaq, aqal juga tidak sanggup untuk menentukan
bagaimana cara mengatur kehidupan dunia dengan benar secara muthlaq. Aqal
memang tidak punya kapasitas untuk itu. Namuin demikian aqal memang memiliki
kemampuan untuk menggali dan memahami keinginan Syari? (Allah) yang terdapat
dalam Firman-Nya. Untuk menentukan hukum, aqal digunakan untuk menggali nash.
Walau pun hadits Nabi merupakan salah satu sumber, tetapi perlu diingat bahwa
tidaklah Nabi berkata dan berbuat kecuali dengan bimbingan wahyu. Jadi bukanlah
Nabi itu memiliki otoritas untuk membuat syariat. Nabi hanya berucap dan
berbuat sesuai apa yang diwahyukan kepadanya. Hadits hanyalah penjelasan atas
wahyu. Jadi sekali lagi, Islam bukanlah karangan Nabi Muhammad saaw. Tidak
benar apa-apa yang dikatakan orang-orang sesat itu.
Kemudian orang-orang sesat seperti JIL juga menyatakan bahwa
ilmu Fiqh yang disusun para imam madzhab adalah Arabisme. Ini adalah tuduhan
bohong dari orang-orang yang ingin menjauhkan ummat Islam dari syariat Islam
yang benar. Mereka ingin menghapus syariat Islam yang mereka anggap sebagai
Arabisme. Jika sudah hilang Syariat Islam itu, maka hukum yang dipakai kemudian
adalah hukum liberalisme yang mengedepankan kebebasan hewani. Sekarang terbukti
bahwa JIL tidak mengajarkan Islam yang benar. Mereka hanya menginginkan
Liberalisme, suatu paham karangan manusia-manusia sesat.
===========================================
BAGAI MANA JIKA MENGIKUTI KAJIAN MEREKA...KAN JUGA SEBAGIAN
ADA BENARNYA???
sedikt banyak akan ada pendustaan terhadap Al-Quran dan
Al-Hadits terkecuali sdr Bimar hafal
al-Quran dan memahami tafsir serta asbabul nuzul dan hafal hadits, asbabul
wurud dan syarahnya serta mengetahui pendapat para sahabat, dan para ulama baik
salaf maupun kholaf dalam kajian mereka yang menjauhkan sdr untuk dapat memilih
dan membenarkan hal yang memang benar. karena banyak saya temukan kitab,
artikel atau isi radio yang tak sama dengan para pendahulu kita. karena
dipalsukan, mendustakan, memotong-motong, mendhozlimi, memilih-milih,
meletakkan ayat dan hadits serta menghukum seenaknya dan semaunya saja, bahkan
meninggalkan. saya kasih contoh dari luar.. pujian lagu nasrani dan bibble yang
berasal dari kristen ortodok arab sangat mirip dengan qiroat al-Quran jika tak
mengetahui maka tertipu.. saran saya lebih baik mengaji langsung pada ulama
jangan lewat radio.. dinegara kita banyak pesantren kok sdrku...
--------------------------------------------------------
insyaallah tak ada perbedaan ketika hal yang disampaikan tak
keluar dari hal yang telah dijelaskan dari zaman Rosulullah hingga para ulama
masa kini yang terus menerus mengikuti dan tak menyeleweng. saya kasih contoh :
ada orang yang bodoh, ia tak taat, selalu bermaksiat namun ia takut dengan
Allah dan Rosul ketika ada yang menanyakan hukum padanya dengan apa yang ia
lakukan maka ia akan menjawab bahwa apa ia lakukan adalah hal yang dosa dan
salah menurut agama dan sesuai dengan pendapat dari zaman Rosulullah hingga
para ulama kholaf yang mengikuti maka ia lebih baik dari pada pendapat para
ulama minal juhala yang menyewengkan agama. karena ia tak ingin orang lain
tersesat olehnya sama dengannya walaupun ia sendiri masuk lubang biawak, namun
berbeda dengan ulama minal juhala selain ia tersesat mengajak orang lain juga
sesat walaupun ia tak mengakui kesesatannya setelah datang kebenaran padanya.
guru boleh beda, pesantren boleh beda, pengajian boleh beda,
majlis boleh beda, gaya penyampaian boleh beda namun isi yang disampaikan
mestilah sama karena satu rumpun para ulama salaf hingga kholaf dalam satu
kesanadan. tak mungkin berbeda jika berbeda, tanyakan kenapa dan ada apa?
insyaallah berbeda sdrku karena yang haq dan yang batil itu berbeda bagaikan
air dan minyak.
===============================================
ulama adalah orang yg mengajar ilmu syariah, syariah adalah
seluruh ajaran hukum islam, berupa Tauhid, Fiqih, terkait pada Alqur'an dg
tafsirnya, Hadits dg asbab nya, dan seluruh ajaran yg ada pada islam, itu
disebut ilmu syariah, yaitu ilmu ilmu yg diajarkan oleh Rasul saw untuk hal hal
yg dhohir. Ulama yg diikuti adalah ulama yg baik, bukan pencaci, mengamalkan
sunnah, luas pemahaman ilmunya, dan mempunyai guru orang shalih pula, dan ia
masih tetap memanut gurunya yg shalih dan alim itu, pastikan ia mempunyai sanad
hingga Imam Madzhab dan Rasul saw, yaitu ia berguru pada gurunya yg shalih dan
ulama besar, dan gurunya mempunyai guru yg shalih dan ulama masyhur pula,
demikian jalur sanadnya hingga Rasul saw,
insya Allah kita tak akan tersesat. yang perlu
berhati-hati/dijauhi ulama suu' adalah orang jahat yg mengaku ulama, tak
berilmu atau berilmu syariah, namun menyesatkan ummat, dan Rasul saw bersabda :
aku lebih risau akan ulama suu' daripada dajjal, karena dajjal diketahui orang,
sedang ulama suu' sebagian orang mengiranya pembimbing pada keluhuran, padahal
ia pembimbing ke neraka. (naudzubillah).
SIKSA KUBUR SEBUAH
AKIDAH YANG ABSOLUT
Aqidah dan Manhaj
Sesungguhnya keyakinan
adanya adzab kubur merupakan salah satu di antara akidah Islam yang absolut
berdasarkan dalil-dalil yang sangat banyak. Oleh karena itu wajib bagi seorang
muslim untuk memahami akidah ini. Terlebih pada saat ini, ketika
pemikiran-pemikiran bid’ah bermunculan dengan gencar yang dimotori oleh
sebagian gerakan yang menghidupkan kembali kesesatan Khowarij dan sebagian
Mu’tazilah yang mengingkari adzab kubur.Tidak perlu jauh-jauh, di hadapan
penulis ada dua buku berbahasa Indonesia yang ditulis dengan tanpa malu dalam
menyebarkan paham sesat dan menggoyahkan akidah umat. Dua buku yang kami maksud
tersebut adalah:
Absahkah Berdalil Dengan Hadits Ahad Dalam Masalah Akidah
Dan Siksa Kubur?! Karya Syamsuddin Ramadlan. Pengantar DR. Abdurrahman
al-Baghdadi, cet Hanifah Press, Jakarta 2001.
Tak Ada Adzab Kubur? Karya Agus Mustofa, cet. Padma Press,
Surabaya, Jatim.
Tulisan berikut merupakan salah satu partisipasi seorang
hamba yang lemah dalam menjelaskan masalah ini serta membedah beberapa syubhat
seputarnya. Kita berdo’a pada Alloh Ta’ala agar menjadikan tulisan ini ikhlas
karena mengharap pahala dari-Nya dan bermanfaat bagi kita semua serta petunjuk
bagi saudara kita yang tersesat jalan atau masih bingung mengenai nya.
A. DALIL-DALIL
AL-QUR’AN
Ketahuilah wahai saudaraku seiman, bahwa masalah adzab kubur
telah dijelaskan oleh Alloh Ta’ala dalam banyak ayat di kitab-Nya.[2] Berkata
imam al-Qostholani: “Sebagian kelompok beranggapan bahwa adzab kubur tidak
disebutkan dalam al-Qur’an tetapi hanya disebutkan dalam hadits-hadits Ahad.
Oleh karenanya pengarang (Imam Bukhori) menyebutkan beberapa ayat yang
menunjukkan siksa kubur untuk membantah mereka.”[3]
Cukuplah firman Alloh q\:
“Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang dan
pada hari terjadinya kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): “Masukkanlah Fir’aun
dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras.” (QS. Ghofir [40]: 46)
Al-Hafizh
Ibnu Katsir berkata: “Ayat ini merupakan landasan pokok bagi Ahli sunnah untuk
menetapkan adanya siksa kubur.”[4]
Imam as-Suyuthi berkata dalam kitab al-Aja’ib oleh
al-Kirmani dikatakan bahwa “ayat ini merupakan dalil yang sangat jelas tentang
adanya siksa kubur.”[5]
Dan masih banyak lagi lainnya seperti surat dalam Ibrohim
[14]: 27, Thoha [20]: 124, Nuh [71]: 25, at-Taubah [9]: 101 al-An’am [6]: 93,
as-Sajdah [32]: 101, al-Mu’minun [23]: 99, ath-Thur [52]: 47, al-Waqi’ah [56]:
83-94, an-Nahl [16]: 32 dan sebagainya. Tentu semuanya dengan bantuan
kitab-kitab tafsir dan hadits para ulama Salaf terkemuka. Sungguh benar imam
Ibnul Qoyyim tatkala berkata: “Apabila anda menghayati hadits-hadits seputar
siksa dan nikmat kubur, niscaya anda akan mendapatinya telah menjelaskan dan
memperinci makna ayat al-Qur’an”.[6]
B. DALIL-DALIL
HADITS NABI
Ketahuilah wahai saudaraku -semoga Alloh Ta’ala
merohmatimu-, bahwa hadits-hadits tentang adanya adzab kubur banyak sekali.
Bahkan mencapai derajat mutawatir, diriwayatkan oleh para imam sunnah dan ahli
hadits dari sejumlah sahabat di antaranya Anas bin Malik, Abdulloh bin Abbas,
Bara’ bin Azib, Umar bin Khoththob, Ummul Mukminin ‘Aisyah, Asma’ binti Abu
Bakar, Abu Ayyub al-Anshori, Ummu Kholid, Abu Huroiroh, Abu Said al-Khudri,
Samuroh bin Jundub, Utsman, Ali, Zaid bin Tsabit, Jabir bin Abdulloh, Sa’ad bin
Abi Waqosh, Zaid bin Arqom, Abu Bakroh, Abdurrohman bin Samuroh, Abdulloh bin
Amr bin Ash, Amr bin Ash, Ummu Mubasysyir, Abu Qotadah, Abdulloh bin Mas’ud,
Abu Tholhah, Abdur Rohman bin Hasanah, Tamim ad-Daariy, Hudzaifah, Abu Musa,
Nu’man bin Basyir, dan Auf bin Malik.[7]
Para ulama ahli hadits telah menegaskan bahwa hadits-hadits
tentang adzab kubur mencapai derajat mutawatir. Di antaranya adalah Imam Ibnu
Abi Ashim,[8] Imam Ibnu Abdil Barr, [9] Syaikh Islam Ibnu Taimiyyah,[10]
al-Hafidz Ibnu Rojab,[11] dan lain-lain banyak sekali.
Kita pilih satu hadits saja di antaranya yaitu hadits;
Dari Abu Huroiroh ,berkata Rosululloh, “Jika salah satu dari
kalian duduk tasyahud (akhir) maka hendaknya berlindung kepada Alloh dari empat
perkara. Hendaknya berdo’a, “Ya Alloh sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari
siksa neraka Jahanam, siksa kubur, fitnah hidup dan mati serta jeleknya fitnah
Dajjal.” [12]
Imam Nawawi berkata: “Dalam hadits ini terdapat penetapan
adanya adzab kubur dan fitnah kubur. Hal ini merupakan madzhab ahli haq,
berbeda halnya dengan pendapat Mu’tazilah.[13]
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Dalam hadits ini terdapat
bantahan terhadap orang-orang yang mengingkari adzab kubur.”[14]
C. DALIL IJMA’
Para ulama Salaf telah bersepakat menetapkan adanya adzab
kubur. Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Adzab kubur itu haq, tidaklah diingkari
kecuali oleh orang yang sesat dan menyesatkan.”[15] Imam Abul Hasan al-Asy’ari
berkata: “Mereka (Ahlus Sunnah) telah bersepakat bahwa adzab kubur itu haq.”
[16] Imam Ibnu Abdil Barr berkata: “Tidak ada perselisihan antara Ahlu Sunnah
tentang Iman adanya adzab kubur.”[17] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:
“Ini merupakan akidah seluruh kaum Salaf, Ahli Sunnah Wal Jama’ah.
Pengingkarnya hanyalah segelintir dari kalangan ahli bid’ah.
Demikianlah dalil-dalil al-Qur’an, hadits mutawatir dan
ijma’ kaum muslimin yang sangat otentik tentang adanya siksa kubur. Maka
akankah seorang yang mengaku beriman kemudian masih meragukan hal ini?!
Setelah membawakan beberapa hadits dan atsar tentang siksa
kubur, Imam al-Ajurri berkata: “Alangkah jeleknya keadaan orang-orang yang
mengingkari hadits-hadits ini. Sungguh mereka telah tersesat dengan kesesatan
yang sangat jauh.”[18]
SYUBHAT DAN JAWABANNYA
Ketahuilah wahai saudaraku-semoga Alloh Ta’ala merohmatimu-
bahwa memahami akidah yang mulia ini adalah kewajiban bagi setiap muslim.
Apalagi dengan adanya gerakan yang menghidupkan kembali kesesatan Khowarij dan
sebagian Mu’tazilah yang mengingkari adanya adzab kubur. Syubhat yang mereka
lontarkan yaitu:
Pertama: Adzab kubur adalah Irasional
Kedua: Adzab kubur hanyalah masalah khilafiyah.
Ketiga: Dalil-dalil tentang adzab kubur saling bertentangan.
Kita memohon pertolongan kepada Alloh Ta’ala untuk
memberikan sanggahan terhadap syubhat-syubhat tersebut.
Syubhat pertama:
Adzab kubur itu Irasional, tidak masuk akal, buktinya kalau
kita bongkar kuburannya, tidak kita jumpai perubahan keadaan, pertanyaan
malaikat, nikmat dan siksa kubur.
Jawaban:
Syubhat ini berasal dari kaum ateis dan zindiq yang telah
dibantah secara panjang lebar oleh imam Ibnu Qoyyim dalam kitabnya ar-Ruuh
hlm.112-131 dari sepuluh segi. Cukuplah bagi kita untuk menjawab dengan tiga
segi berikut:
Sesungguhnya adzab kubur telah tetap berdasarkan dalil yang
qoth’i (pasti), yaitu al-Qur’an, hadits mutawatir dan ijma’ ulama Salaf.
Maka pantaskah kita mengingkarinya hanya karena akal kita
belum menjangkaunya?! Apakah akal dapat menjangkau segala sesuatu? Bukankah
Alloh Ta’ala telah berfirman:
“Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan kecuali sedikit.” (QS.
al-Isro’ [17]: 85)
Adzab kubur termasuk perkara ghoib, sedangkan kewajiban kita
adalah beriman terhadap perkara ghoib.
Alloh Ta’ala berfirman ketika menyifati para hamba-Nya yang
bertakwa:
“Yaitu orang-orang yang beriman dengan perkara ghoib.” (QS.
al-Baqoroh [2]: 3)
Makna al-ghoib adalah setiap perkara yang diinformasikan
oleh Rosululloh di luar kapasitas akal manusia, seperti tanda-tanda dekatnya
hari kiamat, siksa kubur, kebangkitan dari kubur, perkumpulan manusia di alam
mahsyar, jembatan, timbangan, surga dan neraka. Semoga Alloh q\ menjadikan kita
termasuk hamba-hamba-Nya yang beriman.[19]
Sesungguhnya adzab dan nikmat kubur hanya dapat dirasakan
oleh mayit dan tidak dirasakan oleh orang selainnya. Hal ini tidak aneh.
Tidakkah engkau perhatikan seorang yang bermimpi, apabila dia bermimpi indah,
maka dia akan merasakan kegembiraan tersendiri yang tidak dirasakan selainnya
sekalipun ada orang yang berada di dekatnya!!. Demikian pula sebaliknya.
Apabila ini bisa terjadi di dunia, maka apa yang memustahilkan untuk terjadi di
alam barzakh?!.
Syubhat kedua:
Adzab kubur hanyalah masalah khilafiyah
Jawaban:
Benar, ini adalah masalah khilafiyah (perselisihan) tetapi
antara siapa? Apakah antara para sahabat Nabi , tabi’in, tabi’ut tabi’in dan
para ulama salaf!? Demi Alloh, engkau tidak akan jumpai sekalipun kalian
bersatu padu mencarinya. Karena perselisihan ini tidak dikenal kecuali setelah
generasi utama yang diprovokasi oleh kelompok Khowarij dan Mu’tazilah.
Imam Abul Hasan al-Asy’ari berkata: “Mereka berselisih
tentang adzab kubur. Di antara mereka ada yang meniadakannya yaitu Mu’tazilah
dan Khowarij, sebagian lagi menetapkannya yaitu mayoritas ahli Islam.”[20]
Beliau juga berkata: “Kaum Mu’tazilah mengingkari adzab
kubur, padahal telah diriwayatkan dari Nabi dari jalan yang banyak, demikian
pula dari sahabatnya. Tidak pernah dinukil dari seorangpun dari mereka, bahwa
mereka ada yang mengingkarinya, meniadakan dan menolaknya. Dengan demikian,
maka hal itu harus menjadi ijma’ (konsensus) para sahabat nabi.”[21
Adapun ulama salaf, maka mereka telah bersepakat menetapkan
adanya adzab kubur, sebagaimana penjelasan di atas.
Dengan demikian kita dapat memahami bahwa paham ingkar adzab
kubur bukanlah paham para sahabat, tabi’in dan para ulama Salaf, namun
merupakan paham Khowarij dan Mu’tazilah.[22]
Jelaslah kiranya bagi kita semua sekarang bahwa masalah ini
bukanlah masalah khilafiyah yang bisa ditoleransi seperti dalam masalah hukum
fiqih, tetapi ini adalah permasalahan akidah dan ijma’ salaf. Kalaulah disebut
masalah khilafiyah, maka ini adalah khilaf (perselisihan) antara ahli haq dan
ahli batil, ahli sunnah dan ahli bid’ah.[23]
Tidak seluruh perselisihan itu dianggap
Kecuali perselisihan yang memang memiliki dalil yang
kuat.[24]
SYUBHAT KETIGA:
Dalil-dalil tentang adzab kubur saling bertentangan.
Jawaban:
Kita harus yakin bahwa selamanya tidak mungkin terjadi
kontradiksi antara al-Qur’an dengan al-Qur’an atau al-Qur’an dengan hadits yang
shohih. Karena semuanya adalah haq dari Alloh Ta’ala, sedangkan al-haq tidak
mungkin kontradiktif. Alloh Ta’ala berfirman:
“Maka apakah mereka
tidak memperhatikan al-Qur’an? Kalau kiranya al-Qur’an itu bukan dari sisi
Alloh, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS.
an-Nisa [4] : 82)
Kita juga harus yakin bahwa para sahabat Rosululloh adalah
generasi yang paling unggul dalam memahami al-Qur’an.[25] Maka tanyakanlah
kepada mereka: “Apakah ada sahabat nabi -walaupun hanya seorang- yang
menafsirkan ayat-ayat di atas seperti penafsiran kalian yakni meniadakan siksa
kubur?! Apakah para sahabat nabi jahil dengan tafsir ayat tersebut, sedang
kalian mendapat petunjuk?! Lantas, kenapa tidak ada seorang pun dari mereka
yang meniadakan siksa kubur?! Kaliankah yang benar atau mereka?!
Semoga Alloh merohmati Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah tatkala
mengatakan: “Apabila para sahabat, tabi’in dan para imam memiliki penafsiran
ayat, kemudian datang suatu kaum yang menafsirkan ayat tersebut dengan
penafsiran baru untuk menguatkan pemikiran yang dianutnya, dan pemikiran
tersebut bukanlah termasuk madzhab sahabat dan orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik, maka sesungguhnya mereka telah menyerupai kaum Mu’tazilah
dan selainnya dari kalangan ahli bid’ah dalam masalah seperti ini. Singkat
kata, siapa saja yang menyimpang dari madzhab dan penafsiran para sahabat dan
tabi’in, maka dia salah bahkan terjatuh kebid’ahan.” [26]
FAKTOR PENYEBAB SIKSA KUBUR
Siksa
kubur memiliki beberapa faktor penyebab, di antaranya sebagaimana yang disebut
dalam hadits berikut:
“Dari Ibnu Abbas, beliau berkata: Nabi pernah melewati dua
kuburan, kemudian beliau bersabda: “Sesungguhnya penghuni kubur sedang disiksa,
keduanya tidak disiksa dalam masalah yang berat, salah satunya karena tidak
menjaga dari air kencing, adapun yang kedua dia suka mengadu domba. Lalu beliau
mengambil pelepah kurma yang masih basah dan membelahnya menjadi dua dan
menancap kan pada masing-masing kubur satu buah. Mereka bertanya: “Ya
Rosululloh, kenapa kamu lakukan hal ini? Beliau menjawab: Agar diringankan
siksa keduanya selama belum kering.”[27]
Hadits ini menjelaskan kepada kita tentang sebagian faktor
penyebab adzab kubur, yaitu meremehkan najisnya air kencing dan namimah.
Al-Hafizh Ibnu Rojab berkata: “Sebagian ulama menyebutkan rahasia dibalik
pengkhususan “kencing dan namimah” sebagai faktor siksa kubur, yaitu karena
alam kubur adalah rumah utama menuju kampung akhirat.
Kemaksiatan yang akan diberi balasan besok pada hari kiamat
ada dua macam: Hak Alloh Ta’ala dan hak hamba. Hak Alloh Ta’ala pertama kali
yang diadili adalah sholat, sedang hak hamba adalah darah. Adapun barzakh
adalah tempat untuk mengadili perantara dua hak tersebut. Perantara sholat
adalah suci dari hadats dan najis, sedangkan perantara pertumpahan darah adalah
namimah dan mencela kehormatan. Jadi dalam alam barzakh dimulai untuk membalas
kedua perantara tersebut.”[28]
WAKTU SIKSA KUBUR
Hadits di atas juga menjelaskan tentang waktu siksa kubur,
apakah seterusnya hingga hari kiamat ataukah hanya sementara?! Jawabannya
diperinci: Bagi orang kafir, maka siksaannya kekal sampai hari kiamat, seperti
kaum Nuh dan pengikut Fir’aun, mereka akan tetap disiksa hingga kiamat tiba.
Adapun bagi orang mukmin yang bermaksiat, maka siksaan mereka tidak kekal, bisa
lama atau bisa juga sebentar sesuai dengan dosa dan ampunan Alloh Ta’ala.[29]
MENGAPA SIKSA KUBUR TIDAK DINAMPAKKAN?
Merupakan hikmah mengapa Alloh Ta’ala tidak menampakkan
siksa kubur bagi manusia adalah:
Untuk menutupi aib mayit.
Untuk menenangkan keluarga mayit.
Sebagai kasih sayang kepada manusia.
Karena Alloh Ta’ala mengetahui bahwa manusia tidak akan kuat
melihatnya. Mungkin kita akan selalu dibayangi dengan ketakutan manakala adzab
itu ditampakkan.
Untuk menguji keimanan seorang terhadap masalah ghoib.
Seandainya dinampakkan berarti apa faedahnya ujian, sebab
manusia akan beriman kepada sesuatu yang mereka saksikan dengan mata kepala
mereka. Berbeda halnya bila tidak nampak maka hanya akan diimani oleh orang
yang beriman saja.[30]
JENIS-JENIS SIKSA KUBUR
Siksa Kubur memiliki beberapa jenis siksaan:
Dipukul dengan palu besi sehingga berteriak keras.
“Dari Anas dari Nabi, beliau bersabda: “Seorang hamba
apabila dipendam di kuburnya, dan orang-orang yang mengantarnya telah berpaling
meninggalkannya, maka dia mendengar suara sandal mereka. Lalu datanglah dua malaikat
kemudian menyuruhnya duduk seraya bertanya padanya: Apa yang kamu katakan
tentang Muhammad? Dia menjawab: Saya bersaksi bahwa dia adalah hamba Alloh dan
Rosul-Nya, maka dikatakan padanya: Lihatlah calon tempat mu di neraka telah
diganti oleh Alloh tempat di surga. Nabi bersabda: Maka dia melihat keduanya.
Adapun orang kafir atau munafiq maka dia menjawab: Saya tidak tahu, aku
mengatakan apa yang diucapkan manusia. Lalu dikatakan padanya: “Kamu tidak
tahu, kemudian dia dipukul dengan palu dari besi satu pukulan di antara dua
telinganya, sehingga dia berteriak dengan teriakan yang bisa didengar oleh
sekitarnya kecuali jin dan manusia.”[31]
Dihimpitkan kuburnya
“Dari Baro’ bin Azib berkata: Rosululloh bersabda: “…Adapun orang kafir, maka dia
dikembalikan ruhnya dan didatangi dua malaikat dan menyuruhnya duduk seraya
mengatakan: Siapa Robbmu? Dia menjawab: Ha, ha, ha, saya tidak tahu. Malaikat
bertanya: Apa agamamu? Dia menjawab: Ha, ha saya tidak tahu. Malaikat bertanya
lagi: Siapakah lelaki yang diutus kepadamu? Dia menjawab: Ha, ha saya tidak
tahu. Maka ada seruan dari langit: Hamba ini berdusta, maka bentangkan tempat
untuknya dari neraka dan pakaikan untuknya ……………dari neraka dan bukakan
untuknya pintu ke neraka. Akhirnya datanglah kepadanya udara panas lagi beracun
dan dihimpit kan baginya kuburannya hingga bengkok semua tulangnya. Dalam
hadits Jarir ada tambahan: “Kemudian diutus kepadanya seorang yang buta dan
tuli dengan membawa alat pukul dari besi yang seandainya dipukul kan ke gunung
maka dia menjadi tanah. Setelah itu dia dipukul sehingga dia berteriak dengan
teriakan yang didengar oleh Jin dan manusia sehingga dia menjadi tanah.”[32]
Digigit ular berbisa
“Dari Abu Huroiroh dari Rosululloh, beliau bersabda:
Sesungguhnya seorang mukmin di kuburnya dalam taman yang hijau dan di luaskan
kuburnya tujuh puluh hasta, dan diberi penerang seperti malam bulan purnama.
Tahukah kalian tentang apakah ayat ini turun? “Maka Sesungguhnya baginya
penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam
keadaan buta.” (QS. Thoha [20]: 123-124) Mereka menjawab: “Alloh dan Rosul-Nya
lebih tahu.” Beliau n\ bersabda: “Adzab orang kafir di kuburnya. Demi Dzat yang
jiwaku berada di tangan-Nya, dia akan serang oleh sembilan puluh sembilan tinnin,
tahukah kalian apa itu tinnin? Tujuh puluh ular, setiap ular memiliki tujuh
kepala yang menghisapnya hingga hari kiamat.”[33]
Penulis: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar