kitab Imam Bukhari Mentawil Tertawa Dengan Rahmat
Benarkah Salafi Wahabi bermanhaj salaf ? atau cuma Manhaj Salaf Bid’ah yang baru ada sejak masa Ibnu Taymiyah ? ini satu bukti bahwa Salafi Wahabi tidak bermanhaj ulama Salaf, tapi hanya Manhaj Salaf versi baru, sementara hakikat Manhaj Salaf sangat berbeda dengan Manhaj Salaf versi mereka, sudah bukan rahasia lagi bahwa Wahabi sangat anti dengan Ta’wil, semua nash-nash tentang sifat Allah mereka artikan serampangan, tidak peduli adanya pertentangan atau tidak, mereka boleh saja menganggap merekalah yang bertauhid sesuai dengan tauhid para Salafus Sholeh, tapi apakah Ulama Salaf bertauhid seperti tauhid mereka ?
Imam Bukhari yang juga bermanhaj Salaf, tapi tidak sejalan dengan Manhaj Wahabi yakni Manhaj Salaf versi Wahabi, Imam Bukhari sama sekali tidak anti Ta’wil, pertanda bahwa Ta’wil sudah ada sejak Ulama Salaf, dan Ta’wil tidak otomatis telah bertentangan dengan Manhaj Salaf, sehingga harus mengecam Ta’wil secara mutlak.
Berikut bukti Ta’wil dari Imam Bukhari yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqqi dalamkitab al-Asma’ was-Sifat Halaman 459, lihat scan kitab di bawah ini :
Imam Baihaqqi menuliskan :
قال البخاري معنى الضحك الرحمة
“Berkata Imam Bukhari : Makna Al-Dhahak adalah Rahmat”.
Maksudnya : الضحك yang seharusnya bermakna “tertawa” tapi ketika kalimat tersebut disandarkan kepada Allah maka makna nya tidak boleh bermakna dhohir karena dapat terbawa kepada menyerupakan Allah dengan makhluk, Allah tidak bersifat dengan tertawa, maka nya Imam Bukhari menta’wil dari makna tertawa kepada makna yang pantas bagi Allah yaitu Rahmat, maka dapatlah kita pahami bahwa pada kalimat yang mutasyabihat tidak boleh diartikan secara dhohiriyah, oleh karena itu timbullah dua Manhaj Tafwidh dan Ta’wil, seandainya makna dhohiriyah itu tidak bermasalah, maka sungguh tidak akan diperdapatkan metode Ta’wil dari para ulama, karena tidak punya hajat kepada demikian, dan dapat pula kita pahami bahwa metode Tafwidh dari sebagian Ulama Salaf bukan maksudnya beriman dengan makna dhohiriyah lalu mentafwidh kaifiyat, akan tetapi ketika makna dhohir tidak boleh bagi Allah, maka sebagian ulama Salaf mentafwidh makna nya kepada Allah, bukan tafwidh kaifiyat, dan dengan tanpa Ta’wil, baik atas metode Tafwidh atau pun metode Ta’wil sepakat bahwa makna dhohiriyah tidak boleh dan tidak sah bagi Allah, maka Tafwidh dan Ta’wil tidak bertentangan, justru metode Tafwidh sangat bertentangan dengan metode Wahabi yang menetapkan makna dhohir, dan dapatlah dipastikan bahwaManhaj Salaf versi Salafi Wahabi sangat bertentangan dengan Manhaj Salaf Ahlus Sunnah Waljama’ah.
Wallahul muwaffiq. Sabtu, 24 Agustus 2013
Benarkah Salafi Wahabi bermanhaj salaf ? atau cuma Manhaj Salaf Bid’ah yang baru ada sejak masa Ibnu Taymiyah ? ini satu bukti bahwa Salafi Wahabi tidak bermanhaj ulama Salaf, tapi hanya Manhaj Salaf versi baru, sementara hakikat Manhaj Salaf sangat berbeda dengan Manhaj Salaf versi mereka, sudah bukan rahasia lagi bahwa Wahabi sangat anti dengan Ta’wil, semua nash-nash tentang sifat Allah mereka artikan serampangan, tidak peduli adanya pertentangan atau tidak, mereka boleh saja menganggap merekalah yang bertauhid sesuai dengan tauhid para Salafus Sholeh, tapi apakah Ulama Salaf bertauhid seperti tauhid mereka ?
Imam Bukhari yang juga bermanhaj Salaf, tapi tidak sejalan dengan Manhaj Wahabi yakni Manhaj Salaf versi Wahabi, Imam Bukhari sama sekali tidak anti Ta’wil, pertanda bahwa Ta’wil sudah ada sejak Ulama Salaf, dan Ta’wil tidak otomatis telah bertentangan dengan Manhaj Salaf, sehingga harus mengecam Ta’wil secara mutlak.
Berikut bukti Ta’wil dari Imam Bukhari yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqqi dalamkitab al-Asma’ was-Sifat Halaman 459, lihat scan kitab di bawah ini :
Imam Baihaqqi menuliskan :
قال البخاري معنى الضحك الرحمة
“Berkata Imam Bukhari : Makna Al-Dhahak adalah Rahmat”.
Maksudnya : الضحك yang seharusnya bermakna “tertawa” tapi ketika kalimat tersebut disandarkan kepada Allah maka makna nya tidak boleh bermakna dhohir karena dapat terbawa kepada menyerupakan Allah dengan makhluk, Allah tidak bersifat dengan tertawa, maka nya Imam Bukhari menta’wil dari makna tertawa kepada makna yang pantas bagi Allah yaitu Rahmat, maka dapatlah kita pahami bahwa pada kalimat yang mutasyabihat tidak boleh diartikan secara dhohiriyah, oleh karena itu timbullah dua Manhaj Tafwidh dan Ta’wil, seandainya makna dhohiriyah itu tidak bermasalah, maka sungguh tidak akan diperdapatkan metode Ta’wil dari para ulama, karena tidak punya hajat kepada demikian, dan dapat pula kita pahami bahwa metode Tafwidh dari sebagian Ulama Salaf bukan maksudnya beriman dengan makna dhohiriyah lalu mentafwidh kaifiyat, akan tetapi ketika makna dhohir tidak boleh bagi Allah, maka sebagian ulama Salaf mentafwidh makna nya kepada Allah, bukan tafwidh kaifiyat, dan dengan tanpa Ta’wil, baik atas metode Tafwidh atau pun metode Ta’wil sepakat bahwa makna dhohiriyah tidak boleh dan tidak sah bagi Allah, maka Tafwidh dan Ta’wil tidak bertentangan, justru metode Tafwidh sangat bertentangan dengan metode Wahabi yang menetapkan makna dhohir, dan dapatlah dipastikan bahwaManhaj Salaf versi Salafi Wahabi sangat bertentangan dengan Manhaj Salaf Ahlus Sunnah Waljama’ah.
Wallahul muwaffiq. Sabtu, 24 Agustus 2013
tunjukkan kitab imam bukhorinya.....! apakah anda punya perkataan beliau langsung dari kitabnya? atau hanya dari selain dari beliau (nisbatan...!) minimal dari muridnya imam bukhori...apakah ada?
BalasHapus